Tepat 12 Juni 2024 merupakan Hari Ulang Tahun ke-382 Kabupaten Ciamis di Provinsi Jawa Barat yang terhitung sejak berpindahnya pusat Kabupaten Galuh dari Garatengah yang letaknya di sekitar Cineam, Kabupaten Tasikmalaya tetangga wilayah Ciamis ke Barunay Imbanagara pada 12 Juni 1642.

Hari jadi Ciamis itu dikukuhkan dengan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ciamis tanggal 17 Mel 1972 Momor: 22/v/kpts/dprd/ 1972 dengan keputusan DPRD tersebut diharapkan teka-teki mengenai Hari Jadi Kabupaten Ciamis tidak dipertentangkan lagi oleh seluruh masyarakat.

Kabupaten Ciamis di usianya kini ke-382 dirayakan dengan tagline "Galuh Tangguh Ciamis Unggul" yang dimaknai Ciamis unggul sebagai harapan ke depan untuk terus maju karena sejatinya peringatan hari jadi merupakan momentum mengukur kemajuan pembangunan di berbagai bidang.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Ciamis, Tino Armyanto mengatakan, tagline tersebut sejalan dengan tema "Ciamis Unggul, Sejahtera Untuk Semua" yang mengajak masyarakat untuk terus semangat berjuang menjadi unggul dan sejahtera bersama.

Ia menyampaikan peringatan hari jadi Ciamis merupakan acara untuk mengingat dan menghormati pendahulu yang sudah membangun Kabupaten Ciamis dari berbagai sektor yang tujuannya untuk membangun masyarakat unggul dan sejahtera.

"Hari Jadi ke-382 Kabupaten Ciamis merupakan pestanya masyarakat Ciamis, sesuai dengan tema yakni dengan semangat Hari Jadi ke-382, Ciamis unggul, sejahtera," kata Tino.

Jauh sebelum Ciamis di hari jadi sekarang, berdasarkan informasi bahwa sebelumnya Ciamis memiliki sejarah panjang sejak zaman kerajaan di Indonesia yaitu dimulai dari berdirinya Kerajaan Galuh oleh Wretikkandayun tanggal 23 Maret 612 Masehi atau Zaman Rakean Jamri yang juga disebut Raiyang Sanjaya sebelum Sang Manarah berkuasa.

Sebelum nama Ciamis, berawal dari nama Galuh, kata Galuh berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti batu permata. Kerajaan Galuh berarti kerajaan batu permata yang indah gemerlapan, subur makmur, gemah ripah loh jinawi, aman tenteram kertaraharja.

Sejarah terungkap bahwa pendiri Kerajaan Galuh adalah Wretikkandayun. Ia adalah putra bungsu dari Kandiawan yang memerintah Kerajaan Kendan selama 15 tahun (597-612) yang kemudian menjadi pertapa di Layungwatang atau sekarang daerah Kabupaten Kuningan, daerah tetangga dengan Ciamis, dan bergelar Rajawesi Dewaraja atau Sang Layungwatang.

Wretikkandayun berkedudukan di Medangjati, tetapi ia mendirikan pusat pemerintahan yang baru dan diberi nama Galuh yang saat ini lokasinya kurang lebih di Desa Karangkamulyan. Ia dinobatkan pada 14 Suklapaksa bulan Caitra tahun 134 Caka atau kira-kira 23 Maret 612 Masehi.
 
 
Tujuan Wretikkandayun membangun pusat pemerintahan di daerah Karangkamulyan adalah untuk membebaskan diri dari Tarumanagara yang selama itu menjadi negara adikuasa. Oleh karena itu, demi mewujudkan obsesinya ia menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah, bahkan putra bungsunya mandi minyak dijodohkan dengan Parwati putri sulung Maharanissima.

Kesempatan untuk menjadi negara yang berdaulat penuh, terjadi pada tahun 669 ketika Linggawarman (666-669) Raja Tarumanagara yang ke-12 wafat. Ia digantikan oleh menantunya atau suami Dwi Manasih yang berasal dari Kerajaan Sunda Sumbawa.

Masa Kerajaan Galuh berakhir kira-kira tahun 1333 Masehi ketika Raja Ajiguna Lingga Wisesa atau Sang Dumahing Kending (1333-1340) mulai bertahta di Kawali, sedangkan kakaknya Prabu Citragada atau Sang Dumahing Tanjung bertahta di Pakuan Pajajaran.

Lingga Wisesa adalah Kakek Maharaja Linggabuana yang gugur pada Perang Bubat tahun 1357 yang kemudian diberi gelar Prabu Wangi. Ia gugur bersama putri sulungnya Citra Resmi atau Diah Pitaloka. Diah Pitaloka mempunyai adik laki-laki yang bernama Wastu Kancana dan diberi umur panjang.

Ketika Perang Bubat berlangsung, Wastu Kancana baru berusia sembilan tahun di bawah bimbingan pamannya yaitu Mangkubumi Suradipati alias Sang Bumi Sora atau Batara Guru di Jampang, Wastu Kancana berkembang menjadi seorang calon raja yang seimbang keluhuran budinya lahir batin.

Pada wasiatnya yang tertulis pada Prasasti Kawali yaitu negara akan jaya dan unggul perang apabila rakyat berada dalam kesejahteraan dan raja harus selalu berbuat kebajikan atau dalam bahasa Sansekerta Pakena Gawe Rahayu.

Itulah syarat yang menurut wasiatnya untuk dapat "Pakeun Heubeul Jaya Dina Buana, Pakeuna Nanjeur Najuritan untuk menuju Mahayunan Ayuna Kadatuan".

Pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastu Kancana Negara dan rakyatnya berada dalam keadaan aman tenteram kertaraharja, para abdi dalem patuh dan taat terhadap peraturan ratu yang dilandasi oleh Purbastiti dan Purbajati.
 
Pj Bupati Ciamis Engkus sutisna (ketiga kiri) beserta forkopimda ziarah kubur dalam rangka menyambut peringatan Hari Jadi Kabupaten Ciamis ke-382 di makam Raden Singacala dan Pangeran Usman, Astana Gede, Kawali, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Senin (10/6/2024). (ANTARA/Adeng Bustomi)
 
Wastu Kancana mempunyai dua istri yaitu Larasati (Putri Resi Susuk Lampung) dan Mayangsari. Putra sulung dari Larasati yang bernama Sang Halimun diangkat menjadi penguasa Kerajaan Sunda berkedudukan di Pakuan Pajajaran pada tahun 1382.

Dari Mayangsari Wastu Kancana mempunyai empat orang putra yaitu Ningrat Kencana, Surawijaya, Gedeng Sindangkasih dan Gedeng Tapa. Ningrat Kencana diangkat menjadi Mangkubumi di Kawali dengan gelar Surawisesa. Wastu Kancana wafat pada tahun 1475 dan digantikan oleh Ningrat Kencana dengan gelar Prabu Dewa Niskala berkedudukan di Kawali yang hanya menguasai Kerajaan Galuh karena Kerajaan Sunda dikuasai oleh kakaknya yaitu Sang Halimun yang bergelar Prabu Susuk Tunggal. Dengan wafatnya Wastu Kancana, berakhirlah periode Kawali yang berlangsung selama 142 tahun (1333-1475).

Dalam periode tersebut Kawali menjadi pusat pemerintahan dan Keraton Surawisesa menjadi persemayaman raja-rajanya. Sedangkan Sribaduga Maharatu Haji sebagai pewaris terakhir tahta Kerajaan Galuh dari ayahnya Dewa Niskala yang pusat kerajaannya di Keraton Surawisesa pindah ke Pakuan Pajajaran yakni di daerah Bogor.

Merangkap jabatan menjadi Raja Sunda yang dianugerahkan dari mertuanya, sejak itu Galuh Sunda bersatu kembali menjadi Pakuan Pajajaran di bawah kekuasaan Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata yang kini lazim disebut Prabu Siliwangi.

Nama Kerajaan Galuh baru muncul tahun 1595 yang sejak itu mulai masuk kekuasaan Mataram. Adapun batas-batas kekuasaannya sebagai berikut yakni di sebelah timur terdapat Sungai Citanduy, di sebelah barat terdapat Galunggung Sukapura, di sebelah utara terdapat Sumedang dan Cirebon, di sebelah selatan terdapat Samudera Hindia. Daerah Majenang, Dayeuh Luhur dan Pagadingan di Jawa Tengah termasuk  daerah Galuh masa itu.

Kerajaan Galuh pada saat itu terbagi menjadi beberapa pusat kekuasaan yang dipimpin oleh raja-raja kecil seperti Kandaga Lante yang kemudian dianggap sederajat dengan bupati. Antara raja satu dengan raja lainnya masih mempunyai hubungan darah atau hubungan akibat perkawinan.

Pusat-pusat kekuasaan tersebut berada di wilayah Cibatu, Garatengah, Imbanagara, Panjalu, Kawali, Utama (Ciancang), Kertabumi (Bojonglopang) dan Kawasen (Desa Banjarsari).

Pengaruh kekuasaan Mataram sedikit banyak mewarnai tata cara pemerintahan dan budaya Kerajaan Galuh dari tata cara Buhun. Sebelumnya pada zaman itu mulai ada pergeseran antara bupati yang satu dengan bupati yang lainnya, seperti Adipati Panaekan Putra Prabu Galuh Cipta pertamanya diangkat menjadi Bupati Wedana semacam gubernur di Galuh oleh Sultan Agung.

Pengangkatan tersebut menyulut perselisihan paham antara Adipati Panaekan dengan Adipati Kertabumi yang berakhir dengan tewasnya Adipati Panaekan. Jenazahnya dihanyutkan ke Sungai Citanduy dan dimakamkan di Pasarean Karangkamulyan. Sebagai penggantinya ditunjuk Adipati Imbanagara yang pada waktu itu berkedudukan di Garatengah, Cineam di Kabupaten Tasikmalaya.

Usaha Sultan Agung untuk melenyapkan kekuasaan VOC di Batavia pada penyerangan pertama mendapat dukungan penuh dari Dipati Ukur, walaupun pada penyerangan itu gagal. Pada penyerangan kedua ke Batavia, Dipati Ukur mempergunakan kesempatan tersebut untuk membebaskan daerah Ukur dan sekitarnya dari pengaruh kekuasaan Mataram.
 

Politik Dipati Ukur tersebut harus dibayar mahal yaitu dengan terbunuhnya Dipati Imbanagara yang dianggap tidak setia lagi kepada Mataram. Kedudukan Dipati Imbanagara selanjutnya digantikan oleh putranya yang bernama Mas Bongsar atau Raden Yogaswara dan atas jasa-jasanya dianugerahi gelar Raden Adipati Panji Jayanegara.

Pada masa pemerintahan Raden Adipati Panji Jayanegara, pusat kekuasaan pemerintahan dipindahkan dari Garatengah ke Calingging yang kemudian dipindahkan lagi ke Barunay yang sekarang Imbanagara, pada 14 Maulud atau 12 Juni 1642 Masehi.

Perpindahan pusat Kabupaten Galuh dari Garatengah ke Imbanagara, mempunyai arti penting dan makna yang sangat dalam bagi perkembangan Kabupaten Galuh berikutnya, dan merupakan era baru Pemerintahan Galuh menuju terwujudnya Kabupaten Ciamis di kemudian hari.
 
Foto dari udara pemandangan Situ Lengkong Panjalu di Desa Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (19/10/2109). Situ Lengkong merupakan kawasan wisata religi untuk berziarah ke pemakaman Borosngora atau Sayid Ali Bin Muhammad bin Umar yang merupakan seorang ulama penyebar Agama Islam dan danau tersebut berfungsi untuk mengairi lahan pertanian. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/19 

Adanya peristiwa tersebut membawa akibat yang positif terhadap perkembangan pemerintahan maupun kehidupan masyarakat Kabupaten Galuh yang mempunyai batas teritorial yang pasti dan terbentuknya sentralisasi pemerintahan. 

Selanjutnya perubahan tersebut mempunyai unsur perjuangan dari pemegang pimpinan kekuasaan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan rakyatnya dan adanya usaha memerdekakan kebebasan rakyatnya dari kekuasaan penjajah.

Kabupaten Galuh di bawah pemerintahan Bupati Raden Adipati Arya Panji Jayanegara mampu menyatukan wilayah Galuh yang merdeka dan berdaulat tanpa kekerasan.

Adanya pengakuan terhadap kekuasaan Mataram dari Kabupaten Galuh semata-mata dalam upaya memerangi penjajah VOC dan hidup berdampingan secara damai.

Sejarah perkembangan Kabupaten Galuh tidak dapat dipisahkan dari sejarah terbentuknya Kabupaten Ciamis itu sendiri. Diubahnya nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis pada tahun 1916 oleh Bupati Rd Tumenggung Satrawinata yang merupakan bupati ke-18 -- walau sampai sekarang belum terungkap alasannya -- merupakan fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri dan dihindari.

Atas pertimbangan itulah DPRD tingkat II Ciamis dalam Sidang Paripurna Khusus tanggal 17 Mel 1972 dengan surat keputusannya sepakat untuk menetapkan tanggal 12 Juni 1642 sebagai hari jadi Kabupaten Ciamis.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Ciamis Budi Kurniawan menyampaikan Hari Jadi ke-382 Ciamis tahun ini merupakan momentum dari kepindahan pemerintahan yang dulunya nama Kabupaten Galuh atau sebelumnya berawal dari Kerajaan Galuh di era Kolonial atau Kerajaan Mataram.
 

Peringatan Hari Jadi Ciamis tahun ini, baginya menjadi semangat untuk menjunjung nilai kesejarahan dan budaya Galuh, dengan harapan menjadikan CIamis unggul, maju di berbagai bidang untuk kesejahteraan masyarakat.

"Nilai spirit yang demikian panjang itu adalah bukti ketangguhan falsafah dan identitas warga Ciamis hari ini, sehingga masih tetap aktual menjadi spirit pembangunan," katanya.

Wisata Ciamis

Kabupaten Ciamis yang memiliki sejarah panjang sejarah kerajaan itu menjadikan keistimewaan tersendiri untuk membangun dan mengembangkan sektor pariwisata budaya dan alam, apalagi Ciamis dinilai menjadi pusar bekas Kerajaan Galuh.

"Ciamis ini menjadi puser bekas Kerajaan Galuh, sehingga budayanya lebih kental, punya akar, lebih jelas, sehingga peninggalan di era Galuh, kemerdekaan itu masih tetap sampai sekarang, itu menjadi hal yang unik, daya tarik orang datang," katanya.

Ia mengatakan saat ini yang sudah berkembang wisata alam dan budaya yang memiliki daya tarik tersendiri yakni Situ Lengkong di Kecamatan Panjalu, Astana Gede dan Situ Wangi di Kecamatan Kawali, Tirta Winaya di Kecamatan Ciamis, dan wisata Karangkamulyan di Kecamatan Cijeungjing.

Tingkat kunjungan wisatawan yang datang ke Kabupaten Ciamis itu tercatat tahun 2023 mencapai 1,1 juta orang, destinasi wisata yang paling banyak dikunjungi yakni Situ Lengkong sebanyak 600 ribuan orang.

Wisata budaya yang disuguhkan di Kabupaten Ciamis yakni tempat peninggalan bersejarah, dan juga menggelar kegiatan upacara adat yang seringkali dalam momentum tertentu dilaksanakan di sejumlah desa dengan khas sejarahnya.

Kegiatan budaya dan tradisi yang ada di desa-desa itu oleh Dinas Pariwisata Ciamis dikemas menjadi desa wisata, sehingga menjadi daya tarik tersendiri untuk dikunjungi wisatawan maupun menjadi objek studi banding bagi daerah lainnya.

"Makanya Pemerintah Ciamis melalui Dinas Pariwisata, desa-desa yang memiliki acara tradisi dan kebudayaan yang cukup unik itu kita bungkus, kita kemas dengan judul desa wisata, jadi di Kabupaten Ciamis itu selain membangun wisata sejarah, wisata budaya, itu desa wisata," katanya.

Besarnya nilai sejarah kerajaan di Ciamis itu oleh Pemkab Ciamis terus dijaga karena bagi daerah seperti Ciamis tidak ada cara lain kecuali fokus bagaimana membangun sektor produktif yang ujungnya nanti peningkatan PAD, dan pariwisata ini termasuk strategis menjadi prioritas. (Advertorial/Pemkab Ciamis).
 
Upacara Adat Nyangku di Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. (ANTARA/Adeng Bustomi)

Pewarta: Feri Purnama

Editor : Feri Purnama


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024