Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat menyebut sebanyak 10 ribu pelajar di daerah itu memainkan angklung diatonis secara serentak sebagai upaya melestarikan dan mengenalkan alat musik khas Sunda itu kepada generasi muda.

“Keberadaan angklung dengan nada diatonis ini tidak lepas dari sumbangsih tokoh asal Kuningan bernama Pak Kutjit yang berkolaborasi dengan Daeng Soetigna. Kami ingin melestarikan alat musik ini,” kata Penjabat Bupati Kuningan Iip Hidajat di Kuningan, Minggu.

Iip menjelaskan permainan alat musik oleh ribuan pelajar itu dilakukan pada ajang Gebyar Angklung, yang menjadi bagian inti dari puncak perayaan Hari Pendidikan Nasional di Kabupaten Kuningan.

Melalui kegiatan tersebut, kata dia, para pelajar bisa mengetahui akar sejarah dari terciptanya nada diatonis yang diterapkan pada angklung.

Selain itu, menurut Iip, kegiatan ini menjadi kesempatan untuk menanamkan rasa cinta dan bangga kepada generasi muda terhadap keberadaan angklung diatonis yang kini menjadi warisan kebudayaan lokal di Kuningan serta wajib dilestarikan.

“Kebersamaan dalam menghadirkan nada-nada tersebut, pada akhirnya mengharumkan nama bangsa karena angklung sudah ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada tahun 2010,” ujarnya.

Sementara Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuningan Dian Rachmat Yanuar mengemukakan lahirnya angklung diatonis berawal dari perjumpaan Daeng Soetigna dengan seorang bernama Muhammad Sotari (Kutjit atau Kuwu Citangtu) pada 1938. Tepatnya saat Daeng masih bertugas menjadi guru di SMP 1 Kuningan.

Semasa itu, Daeng belajar kepada Pak Kutjit untuk membuat angklung dengan tangga nada diatonis, dimulai dari memilih bambu yang tepat sampai menyesuaikan bunyinya hingga pas.


Dian menyebutkan bahwa proses tersebut kemudian menjadi bagian penting terkait dengan sejarah transformasi angklung dari nada pentatonis menjadi diatonis.

“Ini sebagai dasar kita bagaimana meyakinkan tekad, bahwa Kuningan adalah betul menjadi bagian sejarah dari perkembangan angklung,” tuturnya.

Dia menambahkan angklung dari Kuningan memiliki ciri khas tersendiri, karena menerapkan pola diatonis yang mempunyai dua jarak tangga nada, yakni satu dan setengah.

Jenis tangga nada diatonis, tambah dia, sering ditemukan pada musik kontemporer dan angklung dari Kuningan mampu memainkan bunyi dari genre tersebut.

“Sebelum dikenal saat ini, angklung memiliki jenis nada pentatonis. Untuk jenisnya sendiri nada pentatonis terbagi menjadi dua yaitu, pelog dan slendro. Karya angklung diatonis inilah yang berhasil mendobrak tradisi, membuat alat musik tradisional Indonesia mampu memainkan musik kontemporer,” ucap dia.
 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pemkab: 10 ribu pelajar Kuningan serentak mainkan angklung diatonis

Pewarta: Fathnur Rohman

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024