Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin mengaku memiliki kenangan tersendiri dengan produk alas kaki dari merk legendaris Bata yang kini sudah menyatakan akan menutup usahanya di Indonesia.
"Saya punya kenangan, tiap saya beli sandal dulu, sebelum di Jawa Barat (jadi Pj Gubernur) saya beli sandal kulit di Bata. Itu karena harganya juga relatif murah," kata Bey di Gedung Sate Bandung, Senin.
Atas tutupnya pabrik Bata yang ada di Purwakarta, Jawa Barat, Bey mengaku menyayangkan hal tersebut, namun dia mengaku mengerti dengan keadaan yang dialami oleh alas kaki yang didirikan pengusaha Ceko-Kanada, Tomas Jan Bata, yang mengalami kerugian empat tahun berturut-turut.
"Bata itu dalam pernyataan resminya, sudah empat tahun berturut-turut mengalami kerugian sehingga mereka menghentikan usahanya, dan akan menyelesaikan kewajiban kepada karyawan sesuai dengan aturan yang berlaku," ujar Bey.
Dia mengharapkan hal tersebut menjadi pelajaran bagi semua pihak khususnya pengusaha, dalam menyikapi perkembangan dunia yang sangat cepat dibutuhkan inovasi.
"Inovasi adalah kata kunci, intinya kita harus selalu ada inovasi jangan terbuai dengan nama besar. Bata dulu sangat dikenal di mana-mana. Sudah banyak pengalaman, entah BlackBerry entah apapun. Jadi bagaimana Korea bisa maju, karena inovasinya di bidang elektronik," ucap Bey.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa penutupan itu berdampak pada sedikitnya 223 karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja, namun Bata sendiri telah proaktif berkomunikasi dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jabar dan Kabupaten Purwakarta, Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), serta menyatakan akan memenuhi hak-hak para pekerja.
"Kemudian informasi dari Pak Sekda Kabupaten Purwakarta karyawan yang di Purwakarta dan yang berasal dari provinsi lainnya, mereka memahami alasan yang diajukan oleh perusahaan, jadi kondusif suasananya," tuturnya.
Dikabarkan, PT Sepatu Bata Tbk (BATA) terpaksa harus menutup salah satu sentra produksi alas kakinya. Manajemen Bata menutup pabrik yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat.
Hal itu diungkap dalam keterbukaan informasi yang disampaikan Corporate Secretary BATA, Hatta Tutuko, kepada otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI). Disebutkan perusahaan tak mampu lagi melanjutkan produksi di pabrik sepatu Purwakarta.
"Perseroan sudah tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta," kata Hatta dalam keterangannya, Minggu (5/5).
Hatta menjelaskan pabrik tersebut kurang permintaan produksi dari pemasok lokalnya di Indonesia. Permintaan yang minim membuat ongkos produksi lebih besar daripada pemasukan, maka dari itu pabrik terpaksa ditutup.
Perusahaan sudah berupaya untuk mempertahankan operasional semua sentra produksinya termasuk pabrik sepatu di Purwakarta. Namun, di tengah kerugian perusahaan dan tantangan industri alas kaki yang makin banyak, perusahaan tak mampu lagi mempertahankan pabrik tersebut untuk tetap dibuka.
Bata sendiri beberapa tahun ini sedang dirundung masalah keuangan, apalagi sejak pandemi COVID-19 merajalela yang membuat daya beli masyarakat menurun. Hingga 2023, perusahaan masih mencatat minus pada kinerja keuangannya. Keuangan Bata masih berdarah-darah.
Dari laporan keuangan konsolidasi yang diunggah perusahaan pada Keterbukaan Informasi BEI, Bata mencatatkan kerugian sebesar Rp188,41 miliar di tahun 2023.
Kerugian ini naik hingga 75,83 persen atau sekitar Rp81,12 miliar dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp107,15 miliar.
Sementara itu penjualan total selama tahun 2023 juga mengalami penurunan 5,2 persen menjadi Rp609,61 miliar. Kemudian, beban usaha menjadi Rp380,55 miliar, turun tipis 0,74 persen dari tahun sebelumnya.
Aset perusahaan juga tercatat makin minim, terjadi penurunan sebesar 19,10 persen. Di tahun 2022 tercatat aset Bata mencapai Rp724 miliar menjadi hanya Rp585,73 miliar di tahun 2023.*
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
"Saya punya kenangan, tiap saya beli sandal dulu, sebelum di Jawa Barat (jadi Pj Gubernur) saya beli sandal kulit di Bata. Itu karena harganya juga relatif murah," kata Bey di Gedung Sate Bandung, Senin.
Atas tutupnya pabrik Bata yang ada di Purwakarta, Jawa Barat, Bey mengaku menyayangkan hal tersebut, namun dia mengaku mengerti dengan keadaan yang dialami oleh alas kaki yang didirikan pengusaha Ceko-Kanada, Tomas Jan Bata, yang mengalami kerugian empat tahun berturut-turut.
"Bata itu dalam pernyataan resminya, sudah empat tahun berturut-turut mengalami kerugian sehingga mereka menghentikan usahanya, dan akan menyelesaikan kewajiban kepada karyawan sesuai dengan aturan yang berlaku," ujar Bey.
Dia mengharapkan hal tersebut menjadi pelajaran bagi semua pihak khususnya pengusaha, dalam menyikapi perkembangan dunia yang sangat cepat dibutuhkan inovasi.
"Inovasi adalah kata kunci, intinya kita harus selalu ada inovasi jangan terbuai dengan nama besar. Bata dulu sangat dikenal di mana-mana. Sudah banyak pengalaman, entah BlackBerry entah apapun. Jadi bagaimana Korea bisa maju, karena inovasinya di bidang elektronik," ucap Bey.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa penutupan itu berdampak pada sedikitnya 223 karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja, namun Bata sendiri telah proaktif berkomunikasi dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jabar dan Kabupaten Purwakarta, Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), serta menyatakan akan memenuhi hak-hak para pekerja.
"Kemudian informasi dari Pak Sekda Kabupaten Purwakarta karyawan yang di Purwakarta dan yang berasal dari provinsi lainnya, mereka memahami alasan yang diajukan oleh perusahaan, jadi kondusif suasananya," tuturnya.
Dikabarkan, PT Sepatu Bata Tbk (BATA) terpaksa harus menutup salah satu sentra produksi alas kakinya. Manajemen Bata menutup pabrik yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat.
Hal itu diungkap dalam keterbukaan informasi yang disampaikan Corporate Secretary BATA, Hatta Tutuko, kepada otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI). Disebutkan perusahaan tak mampu lagi melanjutkan produksi di pabrik sepatu Purwakarta.
"Perseroan sudah tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta," kata Hatta dalam keterangannya, Minggu (5/5).
Hatta menjelaskan pabrik tersebut kurang permintaan produksi dari pemasok lokalnya di Indonesia. Permintaan yang minim membuat ongkos produksi lebih besar daripada pemasukan, maka dari itu pabrik terpaksa ditutup.
Perusahaan sudah berupaya untuk mempertahankan operasional semua sentra produksinya termasuk pabrik sepatu di Purwakarta. Namun, di tengah kerugian perusahaan dan tantangan industri alas kaki yang makin banyak, perusahaan tak mampu lagi mempertahankan pabrik tersebut untuk tetap dibuka.
Bata sendiri beberapa tahun ini sedang dirundung masalah keuangan, apalagi sejak pandemi COVID-19 merajalela yang membuat daya beli masyarakat menurun. Hingga 2023, perusahaan masih mencatat minus pada kinerja keuangannya. Keuangan Bata masih berdarah-darah.
Dari laporan keuangan konsolidasi yang diunggah perusahaan pada Keterbukaan Informasi BEI, Bata mencatatkan kerugian sebesar Rp188,41 miliar di tahun 2023.
Kerugian ini naik hingga 75,83 persen atau sekitar Rp81,12 miliar dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp107,15 miliar.
Sementara itu penjualan total selama tahun 2023 juga mengalami penurunan 5,2 persen menjadi Rp609,61 miliar. Kemudian, beban usaha menjadi Rp380,55 miliar, turun tipis 0,74 persen dari tahun sebelumnya.
Aset perusahaan juga tercatat makin minim, terjadi penurunan sebesar 19,10 persen. Di tahun 2022 tercatat aset Bata mencapai Rp724 miliar menjadi hanya Rp585,73 miliar di tahun 2023.*
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024