Sungai merupakan kesatuan ekosistem alami dari hulu hingga hilir dengan kekayaan sumber daya alam serta buatan yang patut dijaga, dilindungi, serta didayagunakan secara optimal bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

Salah satu sungai strategis nasional di Jawa Barat adalah Ci Tarum (Citarum) yang terbentang sepanjang 297 kilometer dengan hulu Situ Cisanti di kaki Gunung Wayang Kabupaten Bandung dan bermuara di Pantai Utara Pulau Jawa, Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi.

Sungai terpanjang dan terbesar di Tatar Pasundan itu melintasi 13 kabupaten dan kota, yakni Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Purwakarta, Karawang, serta Kabupaten Bekasi.

Kemudian Kota Bandung, Kota Cimahi, sebagian Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Subang, dan sebagian Kabupaten Garut.

Bagi masyarakat Jawa Barat khususnya, Sungai Citarum merupakan sumber air baku untuk air minum juga sumber irigasi bagi ratusan ribu hektare sawah yang dilintasi alirannya. Pembangkit listrik untuk masyarakat Pulau Jawa dan Bali pun memanfaatkan aliran sungai ini.

Namun, seiring laju pertumbuhan penduduk berikut peningkatan eksploitasi ruang dan sumber daya air, termasuk tingginya aktivitas industri, mengakibatkan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum mengalami pencemaran yang berdampak kerugian ekonomi, kesehatan, sosial, ekosistem, sumber daya alam, hingga perlindungan lingkungan hidup.

Pencemaran industri, limbah pertanian, peternakan, perikanan, limbah domestik, dan persampahan telah mengubah citra Sungai Citarum yang dahulu membawa berkah sebagai pembawa bencana.

Sungai Citarum bahkan pernah dinyatakan sebagai sungai paling kotor di dunia oleh Bank Dunia dan dinobatkan sebagai salah satu tempat paling tercemar di dunia oleh Green Cross Switzerland and Blacksmith Institute  pada tahun 2013.
Pemerintah merespons kondisi tersebut dengan mengambil sejumlah langkah strategis terpadu untuk menanggulangi pencemaran dan kerusakan DAS Citarum melalui integrasi kewenangan antarlembaga Pemerintah dan pemangku kepentingan.

Rencana aksi penanganan pun ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum dengan Gubernur Jawa Barat selaku Komandan Satuan Tugas (Dansatgas).

Dansatgas menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 28 Tahun 2019 terkait rencana aksi pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Citarum 2019-2025 melibatkan sejumlah pemangku kepentingan mulai Pemerintah Pusat, provinsi, kabupaten/kota, akademisi, pengusaha, masyarakat dan komunitas, serta media yang selanjutnya disebut kerja pentahelix atau multipihak.

Lantas sejauh mana kerja pentahelix bersama tim pengarah, satgas, TNI, kelompok kerja, dan ahli menanggulangi pencemaran serta kerusakan Sungai Citarum di Kabupaten Bekasi menjelang berakhir program tersebut.
Jembatan sepanjang 1,2 kilometer membentang di atas aliran Sungai Citarum yang menghubungkan Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi dengan Kecamatan Rengasdengklok Kabupaten Karawang. ANTARA/Pradita Kurniawan Syah
 
Luas DAS Citarum di Kabupaten Bekasi mencapai 46.655,77 hektare yang tersebar di 75 desa. Sungai Citarum menjadi sumber air Saluran Tarum Barat atau Kalimalang, Sungai Cibeet, Sungai Cikarang, hingga Sungai Cipamingkis.

Program Citarum Harum di wilayah ini menyentuh sejumlah rencana aksi meliputi penanganan air limbah industri, pengelolaan sampah, penanganan limbah industri, penegakan hukum, serta pemantauan kualitas air sungai secara manual.

Rencana aksi tersebut dituangkan dalam beberapa kegiatan antara lain penyediaan sarana sanitasi, gerobak, motor, dan bak motor sampah roda tiga, operasional TPA Burangkeng, penanganan sampah dengan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, serta pemrosesan akhir sampah.

Revitalisasi DAS Citarum juga dilakukan unsur TNI melalui Sektor 20 sepanjang 40 kilometer mulai dari wilayah Bojongmangu hingga Muaragembong dengan sasaran penanganan limbah cair domestik, pengolahan sampah, pengangkatan sedimentasi, serta penanaman pohon.

Penanganan sampah menjadi fokus utama program pemulihan DAS Citarum di Kabupaten Bekasi, terlebih wilayah ini dikenal sebagai pusat kawasan industri dengan potensi tinggi pencemaran sampah maupun limbah industri.

Selain itu, optimalisasi penanganan sampah sungai juga dinilai mampu meminimalisasi  potensi bencana banjir yang kerap melanda Kabupaten Bekasi terutama akibat Sungai Citarum meluap. Tanggul-tanggul penahan banjir pun dibangun sebagai upaya antisipasi. Secara umum program ini diklaim berhasil mengubah tingkat pencemaran Sungai Citarum dari semula cemar berat menjadi cemar ringan, termasuk di Kabupaten Bekasi ditandai dengan banyak ikan berenang meski air masih tetap berwarna cokelat.

Sejumlah pihak meyakini perubahan ke arah lebih baik ini tidak terlepas dari kesuksesan program Citarum Harum yang mampu merevitalisasi kondisi sungai termasuk di wilayah hilir.

Namun, persoalan Sungai Citarum tidak sebatas kondisi air. Revitalisasi harus juga menyentuh seluruh daerah aliran sungai yang kerap tergerus lantaran besarnya debit air sehingga berdampak pada pengurangan dataran hingga semakin tinggi sedimentasi.

Meski kondisi air membaik bukan berarti pencemaran limbah tertangani secara keseluruhan. Bahkan jika ditelusuri, limbah industri hingga rumah tangga kerap terbawa aliran Sungai Cilemahabang yang melintasi sejumlah kawasan industri. Sungai itu pun lantas bercampur dengan aliran Citarum.

Sebaik apa pun revitalisasi Citarum Harum dilakukan apabila tidak disertai tindakan pencegahan serta penindakan tegas maka Citarum akan kembali tercemar, termasuk pembiaran terhadap pembuang limbah.
Kondisi sungai yang membaik itu juga masih menimbulkan kekhawatiran terutama bagi masyarakat Kabupaten Bekasi yang tinggal berdampingan dengan DAS Citarum, mengingat ketebalan sedimentasi kerap menyebabkan air sungai meluap terutama saat tiba musim hujan.

Sejumlah komunitas pemerhati lingkungan setempat pun terjun bersama pemerintah daerah dan unsur terkait melakukan upaya konservasi demi menjaga kelestarian alam, termasuk ekosistem lintasan Sungai Citarum.

Komunitas Save Kali Cikarang tergerak setelah melihat kondisi Cikarang yang telah berubah menjadi kawasan industri dan berdampak terhadap perubahan Kali Cikarang, yang menjadi kotor akibat banyak sampah yang dibuang sembarangan.

Aksi bersih sungai dan penanaman pohon dilakukan sejak tahun 2020. Komunitas ini juga kerap berkoordinasi dengan instansi terkait di lingkup Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk membahas isu-isu strategis menyangkut upaya konservasi yang perlu dilakukan.

Termasuk bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat tentang upaya konservasi melalui penyuluhan kepada masyarakat dan pelajar terkait bahaya sampah plastik serta arti penting menanam pohon.

Komunitas ini secara rutin melakukan kegiatan patroli sungai, pembersihan sungai bersama sukarelawan, budi daya tanaman di area persemaian, sepadan sungai, dan wilayah Kabupaten Bekasi.

Komunitas itu juga melakukan pengelolaan wisata hutan bambu Warung Bongkok di Kecamatan Cikarang Barat. Guna peningkatan ekonomi, mereka pun aktif melibatkan masyarakat dalam pengelolaan tempat wisata tersebut.

Selain itu, memberikan pelatihan penyelamatan air atau water rescue kepada masyarakat. Beragam penghargaan diraih komunitas ini atas dedikasi terhadap kelestarian lingkungan dengan jargon mereka yakni "Kita jaga alam, alam jaga kita".

Yayasan Rumah Energi (YRE) bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Bekasi, swasta, serta komunitas dan relawan pemerhati lingkungan juga menjalankan program konservasi air di Saluran Tarum Barat pada tahun 2022.

Mereka mengumpulkan data, informasi, dan sampel air sungai untuk kemudian dianalisis dan dikaji guna menentukan langkah lanjutan dalam upaya menjaga, mengelola, serta memperbaiki kondisi salah satu DAS Citarum itu agar lebih bermanfaat serta mendukung kesejahteraan masyarakat sekitar.
Hasil kajian itu menunjukkan kualitas air Saluran Tarum Barat secara umum sudah mengalami perbaikan meski masih belum sesuai baku mutu yang telah ditetapkan akibat pencemaran dan penurunan yang terjadi di kawasan hulu DAS Citarum sebagai sumber air aliran sungai tersebut.

Data hasil analisis tentang kondisi, status, serta kualitas air Saluran Tarum Barat ini merupakan kondisi dan status sesaat atau hanya pada saat dilakukan pengukuran dan butuh pemantauan lanjutan.

YRE--mengacu sejumlah parameter terhadap penurunan berdasarkan model klasifikasi STORET-- menyebut Saluran Tarum Barat masuk kategori kelas D dengan kondisi buruk serta dalam status tercemar berat.

Hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa hanya parameter Fe, Mn, koliform, dan E.coli yang mengalami penurunan dengan membandingkan berdasarkan PP 22/2021 dan Permenkes 429/2010.

Parameter dengan skor paling buruk berasal dari unsur biologi/bakteriologi yang menyumbangkan nilai -60 ditunjukkan dari keterdapatan unsur bakteri melebihi 1.600 CFU/100 mL baik koliform total maupun E.coli.

Memperhatikan parameter bakteriologi yang mendominasi pencemaran tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sumber pencemaran utama adalah limbah cair domestik yang berasal dari kawasan permukiman atau rumah tinggal.

Disebutkan pula sejumlah faktor penyebab penurunan status mutu air Saluran Tarum Barat, antara lain, kondisi kualitas air sudah mengalami fluktuasi kualitas sesuai kondisi DAS Citarum maupun sub DAS Cibeet dan Cikarang dengan berbagai permasalahan pencemaran.

Kondisi pencemaran yang terjadi dalam ruas dan lokasi pengukuran telah berkontribusi menambah permasalahan terhadap kondisi kualitas air DAS Citarum tersebut serta sumber utama pencemaran yang berasal dari limbah cair domestik.

Berbagai dampak serta kerugian dari penurunan mutu sumber daya air ini menyangkut aspek kesehatan, kesejahteraan, ekonomi, serta sejumlah aspek kehidupan masyarakat lain selaku pengguna sumber daya air tersebut.
Menjelang akhir program Citarum Harum, Pemerintah diminta turun tangan menyangkut perawatan Citarum, dan bila perlu, program serupa kembali digulirkan hingga Citarum benar-benar pulih secara fisik karena komitmen tinggi diyakini bisa menjadi solusi persoalan ini.

Program yang dimulai tahun 2018 dan akan berakhir tahun 2025 itu dipandang masih perlu dilanjutkan mengingat konsistensi dalam menjaga kondisi DAS Citarum harus terus diupayakan.

Menjaga Citarum ini bukan menjadi tugas Pemerintah saja. Semua pihak wajib menjaganya, termasuk masyarakat melalui peran inisiatif seperti yang dilakukan komunitas maupun sukarelawan dan pemerhati lingkungan.

Kemampuan masyarakat untuk beradaptasi menangani DAS Citarum serta komitmen seluruh pihak untuk terus memperbaiki serta memulihkan DAS Citarum menjadi salah satu kunci bagi keberlanjutan ekosistem Citarum.

Pada penyelenggaraan KTT World Water Forum di Bali Mei 2024 mendatang, diharapkan DAS Citarum menjadi salah satu isu strategis yang akan dikupas tuntas melalui penanganan menyeluruh.

Tujuannya, agar tidak hanya mampu mengatasi krisis tapi mampu membangun masa depan ekologi berkelanjutan dengan kualitas hidup masyarakat yang tinggi.

Editor: Achmad Zaenal M

 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pentingnya melanjutkan program Citarum Harum

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024