Kementerian Luar Negeri bersama Kedutaan Besar RI di Teheran dan perwakilan RI di Timur Tengah terus memantau kondisi warga negara Indonesia (WNI) di tengah konflik yang memanas antara Iran dan Israel.

“Sesuai prosedur operasi standar, setiap perwakilan RI wajib memiliki rencana kontingensi untuk mengantisipasi situasi kedaruratan bagi pelindungan WNI,” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu Judha Nugraha dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu.

Menurut KBRI Teheran, 376 orang WNI berada di Iran, yang sebagian besar adalah pelajar/mahasiswa di Kota Qom.

Israel berada dalam kewaspadaan tinggi di tengah ancaman Iran untuk menyerang target-target Israel sebagai balasan atas serangan udara pada 1 April terhadap fasilitas diplomatiknya di ibu kota Suriah, Damaskus.

Serangan tersebut menewaskan sedikitnya tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam Iran, termasuk dua jenderal penting.

Iran menuduh Israel melakukan serangan itu dan berjanji akan membalasnya. Para pemimpin politik dan militer Iran bersumpah akan melakukan pembalasan.

Pernyataan itu memicu reaksi para pemimpin dunia untuk berusaha meredakan situasi.

Israel belum secara resmi mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut, meski telah melakukan sejumlah serangan terhadap sasaran Iran di Suriah selama berbulan-bulan.

Iran dan kelompok militan Hizbullah yang menjadi sekutunya di Lebanon mengatakan bahwa serangan Israel tidak akan dibiarkan begitu saja.



Pertahanan yang sah bagi Iran

Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian, Kamis (11/4), mengatakan bahwa "pertahanan yang sah" menjadi suatu kebutuhan ketika Israel melanggar kekebalan individu dan fasilitas diplomatik yang melanggar hukum internasional.

Hossein Amir Abdollahian menyampaikan pernyataan tersebut melalui panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, Kamis, dengan diskusi fokus utama pada ketegangan antara Teheran dan Tel Aviv, kata Kementerian Luar Negeri Iran dalam sebuah pernyataan.

Sedikitnya 13 orang tewas dalam serangan terhadap konsulat Iran di Damaskus pekan lalu, termasuk tujuh penasehat militer Iran, yang menurut Pemerintah Iran dilakukan oleh musuh bebuyutan mereka, Israel.

Di antara mereka yang tewas termasuk Jenderal Mohammad Reza Zahedi, komandan senior Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) di Suriah dan Lebanon, dan wakilnya Jenderal Hadi Haj Rahemi.

Serangan tersebut, yang terjadi di tengah meningkatnya ketegangan regional setelah serangan Israel di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 33.300 warga Palestina, memicu reaksi marah dari Iran.

Menyusul serangan tersebut, para pemimpin politik dan militer Iran bersumpah akan melakukan "pembalasan yang pasti," yang mendorong para pejabat di banyak negara untuk mencoba melakukan mediasi guna meredakan situasi.

Dalam panggilan telepon Kamis dengan Menlu Jerman, Menlu Iran mengatakan kebijakan luar negeri negaranya berdasarkan pada "menahan diri dari ketegangan".

Tetapi ketika Israel "sepenuhnya melanggar" kekebalan diplomat dan tempat-tempat diplomatik yang melanggar hukum internasional dan Konvensi Wina, "pembelaan yang sah" menjadi sebuah kebutuhan.

Dia mengkritik keputusan Jerman yang tidak mengutuk serangan tersebut dan bertanya kepada Baerbock apakah negara-negara Eropa atau Amerika akan mengambil sikap serupa jika serangan rudal terjadi di tempat diplomatik di zona perang Ukraina.
Amir-Abdollahian menyebut Israel sebagai "entitas pendudukan" dan mengatakan bahwa Palestina memiliki "hak atas pertahanan yang sah," dan menambahkan bahwa satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah saat ini adalah dengan "mengakhiri genosida" di Gaza.

Dia mengatakan upaya Jerman untuk menengahi gencatan senjata di Gaza "tidak membuahkan hasil" terutama karena negara tersebut kurang netral dalam masalah tersebut, dan hal itu menunjukkan kecenderungan Berlin yang pro-Israel.

Sementara itu, Menlu Jerman menekankan bahwa negara-negara diplomatik memiliki impunitas penuh dan menambahkan bahwa negaranya telah melakukan upaya untuk mengakhiri perang di Gaza melalui solusi politik, menurut pernyataan kementerian.

Dalam postingan di platform X setelah percakapan telepon dengan Amir-Abdollahian, Baerbock mendesak Teheran dan Tel Aviv untuk menahan diri di tengah meningkatnya ketegangan atas serangan konsulat Damaskus.

“Tidak ada seorang pun yang tertarik pada eskalasi regional yang lebih luas. Kami mendesak semua aktor di kawasan ini untuk bertindak secara bertanggung jawab dan menahan diri secara maksimal,” tulisnya.

Berbicara pada pertemuan Idul Fitri di Teheran, Rabu (10/4), Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei memperbarui ancaman pembalasan, dengan mengatakan Israel "akan dihukum" atas serangan tersebut.

"Rezim jahat melakukan kesalahan dalam kasus ini dan harus dihukum dan akan dihukum," Khamenei memperingatkan, memicu spekulasi bahwa tindakan militer pembalasan akan segera terjadi.

Menanggapi pernyataan itu, Menlu Israel Israel Katz melalui platform X menekankan kesiapan Israel untuk membalas jika terjadi serangan militer Iran.

"Jika Iran menyerang dari wilayahnya sendiri, Israel akan membalas dan menyerang di Iran," tulisnya.

Ketegangan antara Iran dan Israel, yang tidak memiliki hubungan diplomatik, meningkat secara dramatis di tengah perang di Gaza dan perkembangan terkait, termasuk serangan terhadap kepentingan Israel dan Amerika di kawasan tersebut oleh kelompok sekutu Iran di Irak dan Yaman.




Sumber: Anadolu


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Konflik Iran-Israel memanas, Kemlu terus pantau kondisi WNI

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024