Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan stabilitas sistem keuangan menghadapi tiga tantangan besar, yakni masih tingginya ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global, risiko digitalisasi keuangan, dan risiko terkait transisi menuju ekonomi hijau.

"Asesmen terhadap risiko stabilitas sistem keuangan paling tidak ada tiga tantangan besar yang saat ini kita hadapi. Pertama, masih tingginya ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global," kata Juda dalam Peluncuran dan Seminar Kajian Stabilitas Keuangan Nomor 42 di Jakarta, Rabu.

Menghadapi tantangan tersebut, kebijakan BI tetap fokus pada upaya menjaga stabilitas makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan dengan terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional.

Karena itu kebijakan moneter tetap diarahkan pada pro-stabilitas, sedangkan kebijakan makroprudensial diarahkan pada pertumbuhan ekonomi.

Terkait ketidakpastian global, Juda menuturkan inflasi di negara maju sudah mencapai puncaknya. Suku bunga kebijakan di Amerika Serikat (AS) diperkirakan mulai memasuki fase penurunannya di semester II-2024.

Namun, ketidakpastian tentang waktu dan besaran penurunan suku bunga mendorong munculnya ketidakpastian terhadap waktu berakhirnya suku bunga yang tinggi untuk waktu yang lama dari suku bunga kebijakan AS atau Fed Funds Rate (FFR).

"Kalau lebih cepat penurunannya tentu saja lebih cepat kondisi suku bunga tinggi di global ini akan berakhir," ujarnya.

Ketidakpastian itu menyebabkan aliran modal masuk ke negara-negara emerging market termasuk juga di Asia dan Indonesia.




Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BI: Stabilitas sistem keuangan hadapi ketidakpastian dunia yang tinggi

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024