Dinas Kesehatan Jawa Barat (Dinkes Jabar) meminta warga di daerahnya untuk meningkatkan kewaspadaan sehubungan dengan mulai tingginya kasus penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah Jabar.
"Sampai tanggal 8 Maret 2024 ini, ada 7.534 kasus dengan yang tertinggi itu ada di Kota Bogor sekitar 800-an, lalu di Kabupaten Bandung Barat sekitar 800-an, dan Subang 700-an. Angka kematiannya itu 71 di mana yang tertinggi itu di Subang, selanjutnya di KBB, dan di Bogor," kata Kepala Dinas Kesehatan Jabar Vini Adiani Dewi dalam acara Bewara Jawa Barat (Beja) di Gedung Sate Bandung, Jumat.
Baca juga: Faskes Jawa Barat diinstruksikan siaga antisipasi peningkatan kasus DBD
Vini menjelaskan, jumlah kasus DBD di Jabar mengalami peningkatan sampai sekitar 2.000 kasus dalam sepekan, karena adanya perubahan musim dari badai gelombang dingin La Nina ke gelombang panas El Nino yang membuat lingkungan mendukung untuk perindukan nyamuk aedes aegypti.
"Itu sangat berpengaruh terhadap perindukan nyamuk aedes aegypti, karena demam berdarah itu menyebar akibat perkembangbiakannya lebih cepat, dan itu karena lingkungannya yang mendukung untuk nyamuk berkembang biak lebih cepat," katanya.
Kasus DBD saat ini, kata Vini, bukanlah siklus lima tahunan yang biasanya memiliki angka kasus yang tinggi, namun kemungkinan besar merupakan siklus dua tahunan yang lebih rendah.
Antisipasi
Guna mengantisipasi yang dilakukan, Vini mengatakan pihak Dinkes Jabar telah mengingatkan kembali agar pemerintah daerah kabupaten dan kota di Jabar melakukan beberapa upaya pencegahan, seperti melakukan gerakan untuk menjaga lingkungan dengan gerakan 3M plus.
"Jadi menyelesaikan tempat berkembang biaknya nyamuk. Kalau tanpa menyelesaikannya, tidak akan mungkin selesai demam berdarah ini," katanya.
Usaha kedua, adalah melakukan peningkatan keilmuan dan kompetensi para dokter umum khususnya di puskesmas yang bekerja sama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
"Jadi diingatkan kembali bagaimana deteksi dini, bagaimana penanganan, dan tanda bahaya," katanya.
Kemudian, mendistribusikan beberapa bahan-bahan yang terkait untuk larvasida, seperti bubuk abate, untuk malation. Lalu mendistribusikan alat pemeriksaan untuk anak-anak yaitu NS1 di lokasi-lokasi yang tinggi kasus demam berdarahnya.
"Dan juga yang paling utama kita adakan promosi, memberikan pemahaman kepada masyarakat, dengan peran dari ibu-ibu PKK yang diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat hingga mampu untuk melakukan tata laksana pencegahan demam berdarah ini. Karena sekali ini adalah penyakit yang disebabkan oleh lingkungan. Jadi bukan kita harus memberantas virusnya, tapi apa yang menjadi penularannya, karena itu yang bisa memutuskan rantai penularan dan menurunkan angka kejadian DBD," katanya.
Baca juga: Dinkes Jawa Barat minta warga waspada peningkatan DBD di peralihan musim
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
"Sampai tanggal 8 Maret 2024 ini, ada 7.534 kasus dengan yang tertinggi itu ada di Kota Bogor sekitar 800-an, lalu di Kabupaten Bandung Barat sekitar 800-an, dan Subang 700-an. Angka kematiannya itu 71 di mana yang tertinggi itu di Subang, selanjutnya di KBB, dan di Bogor," kata Kepala Dinas Kesehatan Jabar Vini Adiani Dewi dalam acara Bewara Jawa Barat (Beja) di Gedung Sate Bandung, Jumat.
Baca juga: Faskes Jawa Barat diinstruksikan siaga antisipasi peningkatan kasus DBD
Vini menjelaskan, jumlah kasus DBD di Jabar mengalami peningkatan sampai sekitar 2.000 kasus dalam sepekan, karena adanya perubahan musim dari badai gelombang dingin La Nina ke gelombang panas El Nino yang membuat lingkungan mendukung untuk perindukan nyamuk aedes aegypti.
"Itu sangat berpengaruh terhadap perindukan nyamuk aedes aegypti, karena demam berdarah itu menyebar akibat perkembangbiakannya lebih cepat, dan itu karena lingkungannya yang mendukung untuk nyamuk berkembang biak lebih cepat," katanya.
Kasus DBD saat ini, kata Vini, bukanlah siklus lima tahunan yang biasanya memiliki angka kasus yang tinggi, namun kemungkinan besar merupakan siklus dua tahunan yang lebih rendah.
Antisipasi
Guna mengantisipasi yang dilakukan, Vini mengatakan pihak Dinkes Jabar telah mengingatkan kembali agar pemerintah daerah kabupaten dan kota di Jabar melakukan beberapa upaya pencegahan, seperti melakukan gerakan untuk menjaga lingkungan dengan gerakan 3M plus.
"Jadi menyelesaikan tempat berkembang biaknya nyamuk. Kalau tanpa menyelesaikannya, tidak akan mungkin selesai demam berdarah ini," katanya.
Usaha kedua, adalah melakukan peningkatan keilmuan dan kompetensi para dokter umum khususnya di puskesmas yang bekerja sama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
"Jadi diingatkan kembali bagaimana deteksi dini, bagaimana penanganan, dan tanda bahaya," katanya.
Kemudian, mendistribusikan beberapa bahan-bahan yang terkait untuk larvasida, seperti bubuk abate, untuk malation. Lalu mendistribusikan alat pemeriksaan untuk anak-anak yaitu NS1 di lokasi-lokasi yang tinggi kasus demam berdarahnya.
"Dan juga yang paling utama kita adakan promosi, memberikan pemahaman kepada masyarakat, dengan peran dari ibu-ibu PKK yang diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat hingga mampu untuk melakukan tata laksana pencegahan demam berdarah ini. Karena sekali ini adalah penyakit yang disebabkan oleh lingkungan. Jadi bukan kita harus memberantas virusnya, tapi apa yang menjadi penularannya, karena itu yang bisa memutuskan rantai penularan dan menurunkan angka kejadian DBD," katanya.
Baca juga: Dinkes Jawa Barat minta warga waspada peningkatan DBD di peralihan musim
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024