“….Bermimpilah setinggi mungkin,
jika kau jatuh maka, kau akan jatuh
di antara gemerlapnya bintang-bintang"
- Ir. Soekarno.
Perkataan yang dikutip dari Presiden Soekarno, mengingatkan kita akan sebuah usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Selaras dengan itu seorang gadis yang bernama Makhyatul Fikriah mahasiswi semester 7 Program Studi Ilmu Hukum (IH) Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung, dengan segala jerih perjuangannya berhasil meretas keterbatasan ekonomi dengan mendulang prestasi hingga mendapat beasiswa bisa keliling lima negara Asia.
Makhyatul Fikria perempuan muda yang bermimpi menjadi seorang hakim di Mahkamah Agung (MA), lahir di kota Kediri Jawa timur berasal dari keluarga sederhana.
"Saya berasal dari keluarga yang sangat sederhana, namun saya akan kejar mimpi saya menjadi seorang hakim agung di MA," tuturnya saat diwawancarai di UIN Sunan Gunung Djati Bandung sambil memakan roti Minggu pagi.
Makhya mengungkapkan, kuliah baginya adalah sebuah keniscayaan jika melihat pada kondisinya yang serba kekurangan walau Makhya sempat gagal seleksi masuk Perguruan Tinggi Negri (PTN) sebanyak 24 kali.
Menurut Makhya, perjalanannya mengenyam perguruan tinggi tak semulus yang diperkirakannya. Makhya sempat diterima di sebuah kampus yang biaya uang pangkalnya tinggi, hingga akhirnya ia diterima di kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung melaui jalur mandiri dan melalui beasiswa.
"Saya sempat masuk salah satu Perguruan Tinggi Negri (PTN), hanya diterima jalur mandiri yang biaya pangkalnya besar dengan kondisi ayah saya yang sakit. Sampai akhirnya saya diterima di UIN Bandung yang tidak terdapat uang pangkal dan saya coba cari beasiswa, dari sana saya berkomitmen untuk mengharumkan nama kampus UIN Bandung," ungkapnya dengan raut wajah serius.
Perjuangan sebelum masuk kuliah
Jauh di sebuah kota yang dijuluki kota Tahu, kota yang terbelah oleh dua sungai Histori dan Kali Branas yakni Kota Kediri. Tempat Makhya mendapatkan beasiswa sejak MTs karena keterbatasan ekonomi orang tua.
Makhya mengungkapkan bahwa, saat masa SMA tepatnya pada tahun 2019 keluarganya hanya memiliki sebuah motor lawas seharga lima juta rupiah. Bahkan, Makhya dan keluarga tidak memiliki Hp (Handphone) dan juga laptop. Di tengah ekonomi yang sedang serba keterbatasan Makhya berjuang menjadi seorang tulang punggung keluarga.
"Pendapatan bapak tidak menentu, ditambah dengan kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan. Saat tahun 2019 saya mulai bekerja serabutan, mulai jualan figura foto, mengajar ngaji dan jasa pembuatan mahar," ungkap Makhya saat diwawancarai di UIN Bandung dengan raut wajah penuh semangat.
Namun, suatu ketika malang tidak dapat diraih untung tidak dapat diolak. Tepat pada awal tahun 2021 Makhya mendapati sang cinta pertamanya itu terbujur kaku, di hari ia diterima kuliah di UIN Bandung akibat sakit yang diderita selama ini.
Makhya mengungkapkan, ayahnya pergi ke pangkuan Ilahi untuk selama-lamanya. Makhya harus jadi satu-satunya tulang punggung keluarga.
"Di tahun 2021 bagi saya adalah tahun yang memilukan, ayah saya meninggal dunia dan di tahun yang sama ibu saya harus operasi kanker ganas. Sehingga, saya satu-satunya yang harus bekerja untuk sekolah adik dan biaya ibu saya yang sampai hari ini masih harus perawatan rutin,’’ tutur Makhya dengan menitikan air mata.
Titik balik kehidupan seorang Makhya
Makhya mengungkapkan kehidupan harus terus berlanjut, masa lalu bersama ayahnya hanya bisa ia kenang dan ia bekalkan surat Al-Fatihah dan doa-doa.
Makhya menyadari bahwa tidak sedikit anak yang punya kondisi seperti dirinya, maka ia bertekat untuk bangkit dan bermanfaat.
Perjalanan hari ke hari hingga tahun ke tahun ia meyakinkan diri bisa dan terbukti dengan beberapa prestasi yang ia raih.
"Alhamdulillah, semasa kuliah saya menjuarai banyak lomba seperti Best Speaker Debat Nasional ditahun 2023, Juara 1 Debat Nasional Hukum 2021, Juara 2 Cerdas Cermat BPKP 2023, Juara 2 Esai SFL 2023 dan Duta Santri Nasional 2021," ungkapnya.
Ibunda Makhya, Siti Nur Aminah mengungkapkan Makhya kecil sangat berambisi, ketika semasa sekolah ransel Makhya selalu penuh dengan buku. Makhya kecil adalah seorang yang kritis. Makhya kecil tak segan untuk menyampaikan pendapat dan sedikit manja.
"Anaknya gemar bertanya dan dari kecil memang kritis, kalau yang tidak sesuai kata hati Makhya tidak segan menyampaikan. Di rumah dia anaknya cukup manja kalau dengan orang tua, maunya disuapin, tapi kalau di luar Makhya kuat dan tanggung jawab," tutur Aminah.
Ketua unit Pembinaan dan Promosi Mahasiswa Unggul (P2MU) UIN Bandung Jujun jamaludin mengungkapkan bahwa Makhya pernah mengikuti Student Exchange di Korea Selatan tahun 2023, Konferensi Pemuda di Brunei Darussalam tahun 2023 dan bulan Februari tahun 2024. Makhya juga akan berangkat pada waktu dekat untuk mengikuti Student Exchange ke Singapura, Konferensi di Thailand, dan Study Visit di Malaysia dengan beasiswa.
Menurut Jujun, Makhya merupakan sosok pribadi yang sangat positif, semangat, pantang menyerah, dan mempunyai dedikasi yang tinggi.
"Dengan kepribadiannya yang sangat positif, semangat pantang menyerah, dan dedikasi yang tinggi, Makhayatul Fikriyah tidak hanya menjadi bintang di UIN Bandung. Tetapi juga, menciptakan lingkungan kampus PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri) yang inspiratif," tutur Jamaludin dengan penuh rasa bangga.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
jika kau jatuh maka, kau akan jatuh
di antara gemerlapnya bintang-bintang"
- Ir. Soekarno.
Perkataan yang dikutip dari Presiden Soekarno, mengingatkan kita akan sebuah usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Selaras dengan itu seorang gadis yang bernama Makhyatul Fikriah mahasiswi semester 7 Program Studi Ilmu Hukum (IH) Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung, dengan segala jerih perjuangannya berhasil meretas keterbatasan ekonomi dengan mendulang prestasi hingga mendapat beasiswa bisa keliling lima negara Asia.
Makhyatul Fikria perempuan muda yang bermimpi menjadi seorang hakim di Mahkamah Agung (MA), lahir di kota Kediri Jawa timur berasal dari keluarga sederhana.
"Saya berasal dari keluarga yang sangat sederhana, namun saya akan kejar mimpi saya menjadi seorang hakim agung di MA," tuturnya saat diwawancarai di UIN Sunan Gunung Djati Bandung sambil memakan roti Minggu pagi.
Makhya mengungkapkan, kuliah baginya adalah sebuah keniscayaan jika melihat pada kondisinya yang serba kekurangan walau Makhya sempat gagal seleksi masuk Perguruan Tinggi Negri (PTN) sebanyak 24 kali.
Menurut Makhya, perjalanannya mengenyam perguruan tinggi tak semulus yang diperkirakannya. Makhya sempat diterima di sebuah kampus yang biaya uang pangkalnya tinggi, hingga akhirnya ia diterima di kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung melaui jalur mandiri dan melalui beasiswa.
"Saya sempat masuk salah satu Perguruan Tinggi Negri (PTN), hanya diterima jalur mandiri yang biaya pangkalnya besar dengan kondisi ayah saya yang sakit. Sampai akhirnya saya diterima di UIN Bandung yang tidak terdapat uang pangkal dan saya coba cari beasiswa, dari sana saya berkomitmen untuk mengharumkan nama kampus UIN Bandung," ungkapnya dengan raut wajah serius.
Perjuangan sebelum masuk kuliah
Jauh di sebuah kota yang dijuluki kota Tahu, kota yang terbelah oleh dua sungai Histori dan Kali Branas yakni Kota Kediri. Tempat Makhya mendapatkan beasiswa sejak MTs karena keterbatasan ekonomi orang tua.
Makhya mengungkapkan bahwa, saat masa SMA tepatnya pada tahun 2019 keluarganya hanya memiliki sebuah motor lawas seharga lima juta rupiah. Bahkan, Makhya dan keluarga tidak memiliki Hp (Handphone) dan juga laptop. Di tengah ekonomi yang sedang serba keterbatasan Makhya berjuang menjadi seorang tulang punggung keluarga.
"Pendapatan bapak tidak menentu, ditambah dengan kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan. Saat tahun 2019 saya mulai bekerja serabutan, mulai jualan figura foto, mengajar ngaji dan jasa pembuatan mahar," ungkap Makhya saat diwawancarai di UIN Bandung dengan raut wajah penuh semangat.
Namun, suatu ketika malang tidak dapat diraih untung tidak dapat diolak. Tepat pada awal tahun 2021 Makhya mendapati sang cinta pertamanya itu terbujur kaku, di hari ia diterima kuliah di UIN Bandung akibat sakit yang diderita selama ini.
Makhya mengungkapkan, ayahnya pergi ke pangkuan Ilahi untuk selama-lamanya. Makhya harus jadi satu-satunya tulang punggung keluarga.
"Di tahun 2021 bagi saya adalah tahun yang memilukan, ayah saya meninggal dunia dan di tahun yang sama ibu saya harus operasi kanker ganas. Sehingga, saya satu-satunya yang harus bekerja untuk sekolah adik dan biaya ibu saya yang sampai hari ini masih harus perawatan rutin,’’ tutur Makhya dengan menitikan air mata.
Titik balik kehidupan seorang Makhya
Makhya mengungkapkan kehidupan harus terus berlanjut, masa lalu bersama ayahnya hanya bisa ia kenang dan ia bekalkan surat Al-Fatihah dan doa-doa.
Makhya menyadari bahwa tidak sedikit anak yang punya kondisi seperti dirinya, maka ia bertekat untuk bangkit dan bermanfaat.
Perjalanan hari ke hari hingga tahun ke tahun ia meyakinkan diri bisa dan terbukti dengan beberapa prestasi yang ia raih.
"Alhamdulillah, semasa kuliah saya menjuarai banyak lomba seperti Best Speaker Debat Nasional ditahun 2023, Juara 1 Debat Nasional Hukum 2021, Juara 2 Cerdas Cermat BPKP 2023, Juara 2 Esai SFL 2023 dan Duta Santri Nasional 2021," ungkapnya.
Ibunda Makhya, Siti Nur Aminah mengungkapkan Makhya kecil sangat berambisi, ketika semasa sekolah ransel Makhya selalu penuh dengan buku. Makhya kecil adalah seorang yang kritis. Makhya kecil tak segan untuk menyampaikan pendapat dan sedikit manja.
"Anaknya gemar bertanya dan dari kecil memang kritis, kalau yang tidak sesuai kata hati Makhya tidak segan menyampaikan. Di rumah dia anaknya cukup manja kalau dengan orang tua, maunya disuapin, tapi kalau di luar Makhya kuat dan tanggung jawab," tutur Aminah.
Ketua unit Pembinaan dan Promosi Mahasiswa Unggul (P2MU) UIN Bandung Jujun jamaludin mengungkapkan bahwa Makhya pernah mengikuti Student Exchange di Korea Selatan tahun 2023, Konferensi Pemuda di Brunei Darussalam tahun 2023 dan bulan Februari tahun 2024. Makhya juga akan berangkat pada waktu dekat untuk mengikuti Student Exchange ke Singapura, Konferensi di Thailand, dan Study Visit di Malaysia dengan beasiswa.
Menurut Jujun, Makhya merupakan sosok pribadi yang sangat positif, semangat, pantang menyerah, dan mempunyai dedikasi yang tinggi.
"Dengan kepribadiannya yang sangat positif, semangat pantang menyerah, dan dedikasi yang tinggi, Makhayatul Fikriyah tidak hanya menjadi bintang di UIN Bandung. Tetapi juga, menciptakan lingkungan kampus PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri) yang inspiratif," tutur Jamaludin dengan penuh rasa bangga.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024