Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung mengklaim kericuhan di Jalan Ir H Djuanda kawasan depan Terminal Dago, Kota Bandung, Senin (14/8) malam, karena adanya pelemparan saat pihak kepolisian bernegosiasi.

Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Budi Sartono, Selasa, menerangkan bahwa pelemparan itu terjadi saat dilakukan negosiasi untuk membujuk warga membuka pemblokiran jalan dan menghentikan pembakaran ban di lokasi dan sudah disepakati oleh warga dan polisi.

"Pada saat pembicaraan tersebut, ada yang berdiskusi di belakang, ada sekelompok masyarakat yang melakukan provokasi, melempar batu melempar botol dan juga kembang api pada pihak petugas sehingga terjadilah kejadian chaos  (rusuh) tersebut dan kami jajaran dari Polrestabes Bandung mengamankan berusaha untuk mengantisipasi hal tersebut," kata Budi di Mapolrestabes Bandung, Selasa.

Yang dilakukan petugas kepolisian, kata Budi, adalah dengan mendorong warga yang dinilai berbuat anarkis hingga akhirnya Jalan Ir H Djuanda bisa dibuka sekitar pukul 23.00 WIB.

"Kami melakukan pendorongan sesuai SOP, akhirnya berhasil diklirkan pada pukul 23.00 WIB dan Jalan Dago dari atas dan bawah bisa dilalui kembali setelah dikomplain tidak bisa dilewati sampai tiga jam," ucapnya.

Pendorongan tersebut, diakui oleh Budi ada yang dilakukan secara tegas bahkan dengan gas air mata, namun itu dilakukan pada kelompok yang bertindak anarkis dan menciptakan suasana tidak kondusif, hingga akhirnya dilakukan penangkapan pada tujuh orang dengan empat orang di antaranya terbukti melakukan tindakan anarkis.

"Karena ada kelompok yang melakukan tindakan anarkis dan tidak kondusif, sehingga kepolisian melakukan tindakan tegas dan dilakukan pendorongan, memang ada beberapa anggota jajaran dari Polda Jabar yang melakukan penembakan gas air mata, tapi tindakan itu pada kelompok yang anarkis. Kita telah mengamankan tujuh orang dengan empat orang terbukti melakukan tindakan anarkis dan bukan warga setempat," ucapnya.

Terkait dengan laporan bahwa setelah dilakukan pendorongan polisi melakukan sweeping hingga mendobrak rumah warga, Budi Sartono mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan penelusuran kembali, karena fokus pada malam kejadian tersebut adalah untuk pembukaan jalan.

"Jika memang ada anggota yang nanti akan memasuki rumah-rumah dan lain-lain, nanti kami akan pelajari kembali, kita lihat dan pelajari lagi," kata Budi tanpa menegaskan apakah akan dilakukan pemeriksaan pada anggotanya atau tidak.

Aksi protes dengan pemblokiran yang disebut karena adanya penolakan laporan warga Dago Elos oleh Polrestabes dan adanya intimidasi di Mapolrestabes Bandung pada Senin (14/8) kemarin, ditampik oleh Budi.

Budi menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak laporan warga, bahkan disebutkannya warga bersama pengacaranya diterima oleh Kasat Reskrim Polrestabes Bandung AKBP Agah Sonjaya di ruangannya dan dibuatkan Berita Acara Wawancara (BAW).

"Jajaran Polrestabes tidak menolak baik itu pengacara dan warga diterima langsung oleh Kasat Reskrim dan melakukan berita acara wawancara langsung di ruangannya. Kemudian ada rekaman suaranya sehingga kalau dugaan intimidasi nanti bisa dilihat apakah emang pada saat pemeriksaan itu ada intimidasi atau tidak," ucapnya.

Polisi juga mempersilahkan warga Dago Elos untuk kembali melaporkan persoalannya kepada Polrestabes Bandung, dengan disertai alat bukti yang dibutuhkan sesuai kesepakatan saat membuat BAW dan juga disampaikan saat negosiasi di Jalan Dago.

"Sekali lagi kami sampaikan kepada warga Dago Elos silahkan kalau memang ingin membuat laporan lagi dan sesuai kesepakatan kemarin bersama sebelum chaos dah dengan lawyer saat membuat BAW dan mereka sudah sepakat untuk menghadirkan alat bukti dan sanggup," ucapnya.

Diketahui, pada Senin (14/8) malam warga Dago Elos memblokir Jalan Dago dan melakukan pembakaran ban akibat warga disebutkan kecewa terhadap sikap kepolisian, di mana mereka datang ke Polrestabes Bandung untuk melaporkan dugaan sengketa lahan yang diklaim milik Keluarga Muller, namun ditolak.

Kericuhan akhirnya terjadi setelah usaha polisi untuk membubarkan warga tidak berhasil. Gas air mata pun ditembakkan bahkan disebutkan sampai masuk ke daerah pemukiman warga.

LBH Bandung melaporkan bahwa polisi mendatangi beberapa rumah warga Dago Elos secara paksa pada Senin (14/8) malam dengan dugaan mencari warga yang dinilai membuat kerusuhan. Aksi tersebut juga terekam oleh kamera CCTV di perkampungan tersebut.

Sengketa Lahan
Keluarga Muller yakni Heri Hermawan Muller, Dody Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller yang mengaku keturunan dari George Hendrik Muller, seorang warga Jerman yang pernah tinggal di Bandung pada masa kolonial Belanda mengklaim bahwa tanah seluas 6,3 hektar di Dago Elos sudah diwariskan kepada mereka.

Namun selama 50 tahun keluarga Muller tidak pernah melakukan kewajibannya dan menelantarkan tanah tersebut begitu saja, saat ini tanah tersebut dijadikan sebagai sumber kehidupan oleh warga di kampung Dago Elos.

Pada 2020, melalui Putusan Kasasi Nomor 934.K/Pdt/2019, Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa Eigendom Verponding atas nama George Hendrik Muller sudah berakhir karena tidak dikonversi paling lambat pada 24 September 1980.

Warga kemudian diminta untuk mendaftarkan tanah kepada Badan Pertanahan Negara Kota Bandung, terhitung sejak 21 Januari 2021 warga Kampung Dago Elos, Kecamatan Coblong, Kota Bandung mengajukan permohonan sertifikasi pendaftaran tanah kepada Kantor Agraria dan Pertanahan (ATR/BPN) Kota Bandung, namun sampai saat ini belum ditanggapi oleh kantor BPN Kota Bandung.

Satu tahun kemudian keadaan tiba-tiba berubah, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali Nomor 109/PK/Pdt/2022, isinya mengabulkan gugatan pihak keluarga Muller yang sebelumnya di dalam kasasi ditolak.

Putusan tersebut menguntungkan keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha. Mereka diprioritaskan memperoleh hak milik tanah, sementara warga Dago Elos diminta pergi atau terancam akan digusur.

Pewarta: Ricky Prayoga

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023