Jabar Quick Response (JQR), organisasi kemanusiaan Provinsi Jawa Barat, menggelar kegiatan Jurnalis Sadar Risiko Bencana untuk mengedukasi puluhan jurnalis tentang keselamatan dan kesiapsiagaan diri saat melakukan tugas liputan bencana alam.
Bentuk edukasi yang diberikan berupa pembahasan materi dan praktik langsung di lapangan selama dua hari di Soreang dan Ciwidey, Kabupaten Bandung.
"Semoga dengan adanya Jurnalis Sadar Risiko Bencana ini, wacana terkait pentingnya keahlian 'self rescue' pada situasi bencana dapat lebih populer di kalangan masyarakat terutama rekan-rekan jurnalis," kata Ketua Pelaksana Jurnalis Sadar Risiko Bencana, Hari Brahma di Bandung, Selasa.
Kegiatan Jurnalis Sadar Risiko Bencana itu digelar untuk hari pertama membahas materi tentang pentingnya kesiapan diri seperti mental, dan kesehatan, kemudian manajemen perjalanan dan tingkat risiko di lokasi bencana, hingga persiapan perlengkapan atau bekal untuk kebutuhan di lokasi bencana yang dilaksanakan di Hotel Sunshine, Soreang, Senin (29/5).
Selanjutnya hari kedua peserta dari kalangan jurnalis mengikuti praktik langsung tingkat risiko dan berbagai ancaman bahaya bencana alam di aliran sungai dengan terjun langsung menyusuri arus sungai di Bale Bambu, Ciwidey, pada Selasa.
Hari Brahma menyatakan kesadaran risiko bencana bagi jurnalis itu untuk membentuk budaya tanggap bencana, sehingga dapat terbentuk juga karakter siap siaga dengan melakukan langkah tepat dan cepat ketika terjadi bencana.
"Ketepatan dan kecepatan mencari informasi dapat tersampaikan kepada masyarakat dengan baik tanpa mengesampingkan keselamatan jurnalis di lapangan," katanya.
Ia berharap jurnalis yang memiliki pemahaman mumpuni tentang risiko kejadian bencana itu tidak hanya cukup dengan mengikuti satu kegiatan saja, tapi bisa dilakukan dalam kegiatan berikutnya.
Dalam acara yang digelar saat ini, kata dia, dengan menghadirkan narasumber dan praktisi-praktisi yang berkompeten di bidang jurnalistik maupun tentang mitigasi kebencanaan dari BNPB dan BMKG dapat meningkatkan pemahaman jurnalis tentang keselamatan dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Kegiatan tersebut diikuti jurnalis dari berbagai daerah kota/kabupaten di Jawa Barat, dan juga organisasi profesi jurnalis seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Wartawan Foto Bandung (WFB), Pewarta Foto Indonesia (PFI), dan Pokja Gedung Sate.
Salah seorang peserta wartawan dari Kabupaten Garut Ade Farhan menyatakan kegiatan pelatihan tentang kebencanaan alam cukup bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan jurnalis tentang keselamatan diri saat bertugas meliput kejadian bencana alam.
Apalagi wilayah tugas liputan di Kabupaten Garut, kata dia, memiliki potensi bencana alam yang cukup tinggi, dan sering terjadi bencana alam seperti banjir, dan longsor saat musim hujan.
"Acara ini cukup bagus apalagi di Garut potensi bencananya memang tinggi, sehingga perlu pemahaman tentang mitigasi kebencanaan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023
Bentuk edukasi yang diberikan berupa pembahasan materi dan praktik langsung di lapangan selama dua hari di Soreang dan Ciwidey, Kabupaten Bandung.
"Semoga dengan adanya Jurnalis Sadar Risiko Bencana ini, wacana terkait pentingnya keahlian 'self rescue' pada situasi bencana dapat lebih populer di kalangan masyarakat terutama rekan-rekan jurnalis," kata Ketua Pelaksana Jurnalis Sadar Risiko Bencana, Hari Brahma di Bandung, Selasa.
Kegiatan Jurnalis Sadar Risiko Bencana itu digelar untuk hari pertama membahas materi tentang pentingnya kesiapan diri seperti mental, dan kesehatan, kemudian manajemen perjalanan dan tingkat risiko di lokasi bencana, hingga persiapan perlengkapan atau bekal untuk kebutuhan di lokasi bencana yang dilaksanakan di Hotel Sunshine, Soreang, Senin (29/5).
Selanjutnya hari kedua peserta dari kalangan jurnalis mengikuti praktik langsung tingkat risiko dan berbagai ancaman bahaya bencana alam di aliran sungai dengan terjun langsung menyusuri arus sungai di Bale Bambu, Ciwidey, pada Selasa.
Hari Brahma menyatakan kesadaran risiko bencana bagi jurnalis itu untuk membentuk budaya tanggap bencana, sehingga dapat terbentuk juga karakter siap siaga dengan melakukan langkah tepat dan cepat ketika terjadi bencana.
"Ketepatan dan kecepatan mencari informasi dapat tersampaikan kepada masyarakat dengan baik tanpa mengesampingkan keselamatan jurnalis di lapangan," katanya.
Ia berharap jurnalis yang memiliki pemahaman mumpuni tentang risiko kejadian bencana itu tidak hanya cukup dengan mengikuti satu kegiatan saja, tapi bisa dilakukan dalam kegiatan berikutnya.
Dalam acara yang digelar saat ini, kata dia, dengan menghadirkan narasumber dan praktisi-praktisi yang berkompeten di bidang jurnalistik maupun tentang mitigasi kebencanaan dari BNPB dan BMKG dapat meningkatkan pemahaman jurnalis tentang keselamatan dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Kegiatan tersebut diikuti jurnalis dari berbagai daerah kota/kabupaten di Jawa Barat, dan juga organisasi profesi jurnalis seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Wartawan Foto Bandung (WFB), Pewarta Foto Indonesia (PFI), dan Pokja Gedung Sate.
Salah seorang peserta wartawan dari Kabupaten Garut Ade Farhan menyatakan kegiatan pelatihan tentang kebencanaan alam cukup bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan jurnalis tentang keselamatan diri saat bertugas meliput kejadian bencana alam.
Apalagi wilayah tugas liputan di Kabupaten Garut, kata dia, memiliki potensi bencana alam yang cukup tinggi, dan sering terjadi bencana alam seperti banjir, dan longsor saat musim hujan.
"Acara ini cukup bagus apalagi di Garut potensi bencananya memang tinggi, sehingga perlu pemahaman tentang mitigasi kebencanaan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023