Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengingatkan tiga konsep atau tiga pilar mengenai bagaimana umat Islam menjalani hidup dalam perbedaan.

"Tiga pilar yang pernah ditulis Nurcholis Madjid tentang bagaimana umat Islam menjalani hidup dalam keberbedaan, berbeda tetapi bersatu, Bhinneka Tunggal Ika," kata Mahfud di Jakarta, Jumat malam.

Hal itu disampaikan Mahfud saat menyampaikan pidato pada acara Halalbihalal Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan Silaturahmi Tokoh Bangsa.

Mahfud menjelaskan konsep pertama tentang kesatuan ketuhanan. Pada dasarnya manusia itu percaya kepada satu Tuhan, hanya pelembagaannya berbeda.

"Dalilnya, kana al-nasu ummatan wahidah, manusia itu satu, cuma kemudian ketika melembagakan, cara dan waktu menyembah berbeda," jelasnya.

Oleh karena itu, kata Mahfud, jangan menyalahkan orang lain, mempunyai sebutan Tuhan yang berbeda karena kalau semua mempunyai kesatuan kesepahaman, bahwa di bawah kekuasaan Tuhan maka bisa bersatu.

"Kesatuan dan keyakinan akan adanya Tuhan. Kalau sadar kita berbeda agama, berbeda suku, tetapi kita semua berada di bawah kehendak Tuhan," katanya.

Konsep kedua, yakni memilih hal-hal yang sama untuk dikerjasamakan atau kalimatun sawa. Dalilnya, ucap Mahfud, qul ya ahlal kitabi ta'alau ila kalimatin sawa im bainana wa bainakum.
"Mari bersatu dalam visi, kalimat-kalimat dan nilai perjuangan yang sama, tetapi tetap berpegang teguh pada keimanan pada Tuhan masing-masing," jelasnya.

Oleh sebab itu, tambah Mahfud, semua dapat bertemu pada satu kerja sama, misalnya pemilu, pemberantasan korupsi hingga menjadikan pemerintahan yang adil.

"Kalimatun sawa, yakni membangun NKRI merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur," katanya menegaskan.

Faktor ketiga, jelas Mahfud, adalah al-hanifiyyah as-samhah atau lurus, konsekuen, konsisten, tetapi toleran.

Mahfud mempertanyakan dalam perhelatan pemilu, urusan-urusan perbedaan primordial yang justru dijadikan alasan, bukan masalah program.

"Programnya yang penting seluruh anak bangsa memenuhi syarat konstitusi dan perundang-undangan, kita biarkan untuk bersaing," katanya.


Negara Kebangsaan Berketuhanan

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun berdasarkan negara kebangsaan religius atau religion nation state.

"Indonesia dibangun berdasarkan religion nation state atau negara kebangsaan yang religius atau negara kebangsaan yang berketuhanan, bukan Islamic nation state," kata Mahfud di Jakarta, Jumat malam.

Hal itu disampaikan Mahfud saat menyampaikan pidato pada acara Halalbihalal Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan silaturahmi tokoh bangsa.

"Tuhan kita berbeda-beda antarpemeluk agama, tetapi dipersatukan dalam keberbedaan," katanya menegaskan.

Mahfud menjelaskan ciri religion nation state adalah toleransi, yakni toleran akan perbedaan dan menganggap perbedaan itu adalah ciptaan Tuhan.

Adapun dalilnya dalam firman Allah SWT yang bunyinya: wa lau sya'a allahu laja'alakum ummatan wahidatan, wa lakil liyabluwakum fi ma atakum, fastabiqul khairaat.

Menurut dia, jika Allah mau, semua dijadikan satu suku saja, tetapi Allah tidak mau menjadikan sama, termasuk agama.

"Tetapi, sengaja diciptakan berbeda agar berlomba untuk berbuat baik," ujarnya.

Selain itu, ciri religion nation state adalah kosmopolitan atau mempunyai sikap kesewargaan. Pemahaman bahwa berbeda dalam berbagai hal, tetapi dalam kehidupan bersama merasa sewarganegaraan.

"Itu dicontohkan Nabi Muhammad SAW saat memproklamasikan negara Madinah, yang isinya sama dengan proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia," jelasnya.

Menurut Mahfud, Piagam Madinah ada 47 pasal, dengan 24 pasal berisi tentang perlindungan terhadap mereka yang berbeda suku, ras dan agama yang mendiami Madinah.

"Jadi, Islam itu inklusif kosmopolitan dalam kehidupan bernegara," ujarnya.

Dia juga mengingatkan umat Islam sebagai mayoritas tidak boleh sewenang-wenang terhadap kaum minoritas.

Dalam hubungan kebangsaan di dunia ini, tambah Mahfud, dapat bekerja sama, maju bersama dalam kerangka lakum dinukum waliyadin, untukmu agamamu, untukku agamaku.


ICMI Bentengi Ideologi Ekstrem

Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto mengungkapkan keberadaan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) menjadi benteng umat Islam agar tidak terpapar ideologi ekstrem.
"Saya bersyukur dapat mendampingi ICMI sejak dibentuk tahun 1990 sampai saat ini," kata Wiranto saat menyampaikan pidato pada acara Halalbihalal ICMI dan Silaturahmi Tokoh Bangsa di Jakarta, Jumat malam.

Wiranto menjelaskan sejarah itu didapatkannya saat bertanya kepada Presiden Soeharto soal mengapa merestui pembentukan ICMI yang dilakukan oleh B.J. Habibie.

"Saya waktu itu masih kolonel, dipanggil Kasad (Kepala Staf Angkatan Darat) untuk menanyakan kepada presiden, alasan mengapa merestui berdirinya ICMI," katanya.

Wiranto kemudian menjelaskan alasan presiden kala itu untuk merestui hadirnya ICMI karena Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam dan kebanyakan Islam tradisional.

Untuk menjaga agar Islam tidak terpapar oleh ideologi lain yang ekstrem maka perlu dijaga. "Yang menjaga adalah cendekiawan Muslim, orang yang sudah punya wawasan yang lebih tinggi," ujarnya.

Selain itu, kehadiran ICMI untuk mencerahkan saudara-saudara seagama Islam agar tidak mudah terpapar oleh ideologi lain yang saat itu sedang merebak di dunia.

Dalam pertemuan itu, Wiranto juga mengingatkan bahwa dalam persaingan global, pemenangnya bukan yang paling besar atau paling kuat, tetapi yang paling cepat mengambil peluang yang ada dan cepat dalam mengadopsi kemajuan teknologi.

"Kunci sebuah bangsa adalah kecerdasan rakyat Indonesia," pesannya.




Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menkopolhukam ingatkan tiga konsep jalani hidup dalam perbedaan

Pewarta: Fauzi

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023