Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menegaskan akan memperkuat koordinasi dan perencanaan penanggulangan bencana, pasca-835 kejadian bencana terjadi hingga awal April 2023.
“Sebagai informasi, hingga 12 April 2023 jumlah kejadian bencana yang terjadi mencapai 835 kejadian dan didominasi oleh bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem,” ujar Suharyanto dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut ia ungkapkan saat melakukan rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI yang dilaksanakan di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Rabu (12/4).
Salah satu dampak kejadian bencana yang merugikan adalah gagalnya panen petani di sejumlah daerah. Untuk itu BNPB juga diminta secara langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan penggantian bagi sawah masyarakat yang gagal panen akibat bencana banjir pada triwulan pertama 2023
“BNPB mendapat tugas dari Bapak Presiden untuk mengganti sawah petani yang gagal panen akibat sawahnya terendam banjir. Penggantian yang dimaksud adalah biaya produksi, sehingga diharapkan petani dapat memulai lagi produksi pada musim berikutnya,” kata dia.
Ia menegaskan yang mendapat penggantian biaya produksi hanya sawah yang gagal panen akibat bencana banjir. “Yang diganti ialah yang terendam banjir, bukan puso karena hama atau lainnya," ujar Suharyanto.
Kini BNPB sedang menyusun perencanaan, melakukan sosialisasi, dan pendataan petani yang sawahnya rusak akibat terendam banjir ke masing-masing provinsi terdampak.
Dalam rapat tersebut Kepala BNPB hadir beserta jajaran pejabat tinggi lainnya membahas pelaksanaan program yang telah dilakukan mencakup capaian penyerapan anggaran dan luaran hingga awal April 2023 dan rencana kerja yang akan dilakukan hingga akhir tahun.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa BNPB masih dipercaya sebagai koordinator penanganan COVID-19 dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
“Terkait penanganan COVID-19 dan PMK, meskipun situasi relatif terkendali, Satgas COVID-19 dan PMK masih ada dan digabung menjadi satu dengan masa tugas hingga akhir Juni 2023,” ujar Suharyanto yang juga Satgas COVID-19 dan PMK.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana hidrometeorologi basah yang terjadi di Indonesia pada akhir-akhir ini terjadi dengan maupun tanpa hujan.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam disaster briefing yang diikuti daring di Jakarta, Selasa, mengatakan hal itu menjadi pertanda musim peralihan dengan adanya cuaca ekstrem, sehingga faktor tersebut mempengaruhi frekuensi kejadian bencana mingguan yang sudah mulai tampak surut pada 20-27 Maret 2023.
"Sebenarnya dari awal Maret lalu frekuensi kejadian bencana mingguan kita sudah agak turun. Jadi kalau misalkan di puncak musim hujan di Januari, Februari itu frekuensi kejadian bencana kita ada di 60-70 kejadian per minggu, dan sekarang kita udah di 47 kejadian," kata Abdul.
Abdul menyebut dominasi bencana hidrometeorologi basah kali ini memiliki karakteristik berbeda dengan puncak musim hujan pada Januari - Februari lalu, dimana durasi genangan terjadi sangat lama.
Misalnya yang terjadi di Jawa Tengah beberapa waktu lalu, kata dia, terjadi genangan yang cukup lama surut sehingga mengganggu alur pengiriman barang dari Jawa Timur ke DKI Jakarta.
"Tapi saat ini cenderung curah hujan sangat tinggi tapi waktunya singkat, sehingga ini kadang-kadang membuat bahaya ikutan yang lain yaitu tanah longsor," kata Abdul.
Seperti yang terjadi di Kota Bogor, Jawa Barat, banjir dan tanah longsor di kawasan tersebut menyebabkan empat meninggal dan cukup banyak penduduk yang terdampak.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BNPB perkuat koordinasi pasca-835 kejadian bencana hingga awal April
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023
“Sebagai informasi, hingga 12 April 2023 jumlah kejadian bencana yang terjadi mencapai 835 kejadian dan didominasi oleh bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem,” ujar Suharyanto dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut ia ungkapkan saat melakukan rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI yang dilaksanakan di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Rabu (12/4).
Salah satu dampak kejadian bencana yang merugikan adalah gagalnya panen petani di sejumlah daerah. Untuk itu BNPB juga diminta secara langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan penggantian bagi sawah masyarakat yang gagal panen akibat bencana banjir pada triwulan pertama 2023
“BNPB mendapat tugas dari Bapak Presiden untuk mengganti sawah petani yang gagal panen akibat sawahnya terendam banjir. Penggantian yang dimaksud adalah biaya produksi, sehingga diharapkan petani dapat memulai lagi produksi pada musim berikutnya,” kata dia.
Ia menegaskan yang mendapat penggantian biaya produksi hanya sawah yang gagal panen akibat bencana banjir. “Yang diganti ialah yang terendam banjir, bukan puso karena hama atau lainnya," ujar Suharyanto.
Kini BNPB sedang menyusun perencanaan, melakukan sosialisasi, dan pendataan petani yang sawahnya rusak akibat terendam banjir ke masing-masing provinsi terdampak.
Dalam rapat tersebut Kepala BNPB hadir beserta jajaran pejabat tinggi lainnya membahas pelaksanaan program yang telah dilakukan mencakup capaian penyerapan anggaran dan luaran hingga awal April 2023 dan rencana kerja yang akan dilakukan hingga akhir tahun.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa BNPB masih dipercaya sebagai koordinator penanganan COVID-19 dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
“Terkait penanganan COVID-19 dan PMK, meskipun situasi relatif terkendali, Satgas COVID-19 dan PMK masih ada dan digabung menjadi satu dengan masa tugas hingga akhir Juni 2023,” ujar Suharyanto yang juga Satgas COVID-19 dan PMK.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana hidrometeorologi basah yang terjadi di Indonesia pada akhir-akhir ini terjadi dengan maupun tanpa hujan.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam disaster briefing yang diikuti daring di Jakarta, Selasa, mengatakan hal itu menjadi pertanda musim peralihan dengan adanya cuaca ekstrem, sehingga faktor tersebut mempengaruhi frekuensi kejadian bencana mingguan yang sudah mulai tampak surut pada 20-27 Maret 2023.
"Sebenarnya dari awal Maret lalu frekuensi kejadian bencana mingguan kita sudah agak turun. Jadi kalau misalkan di puncak musim hujan di Januari, Februari itu frekuensi kejadian bencana kita ada di 60-70 kejadian per minggu, dan sekarang kita udah di 47 kejadian," kata Abdul.
Abdul menyebut dominasi bencana hidrometeorologi basah kali ini memiliki karakteristik berbeda dengan puncak musim hujan pada Januari - Februari lalu, dimana durasi genangan terjadi sangat lama.
Misalnya yang terjadi di Jawa Tengah beberapa waktu lalu, kata dia, terjadi genangan yang cukup lama surut sehingga mengganggu alur pengiriman barang dari Jawa Timur ke DKI Jakarta.
"Tapi saat ini cenderung curah hujan sangat tinggi tapi waktunya singkat, sehingga ini kadang-kadang membuat bahaya ikutan yang lain yaitu tanah longsor," kata Abdul.
Seperti yang terjadi di Kota Bogor, Jawa Barat, banjir dan tanah longsor di kawasan tersebut menyebabkan empat meninggal dan cukup banyak penduduk yang terdampak.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BNPB perkuat koordinasi pasca-835 kejadian bencana hingga awal April
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023