Gelar Pahlawan Nasional diberikan kepada Warga Negara Indonesia atas perjuangan melawan penjajahan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan gugur atau meninggal dunia demi membela Bangsa dan Negara.

Penghargaan yang diberikan Presiden itu diberikan pula kepada seseorang yang selama masa hidup melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi, karya luar biasa bagi pembangunan serta kemajuan Bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Di Koridor Timur Jakarta, masyarakat tidak asing lagi mendengar nama Kiai Haji (KH) Noer Ali, pejuang kemerdekaan berjuluk Singa Karawang-Bekasi, yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 085/TK/2006 pada 3 November 2006.

Selain sosok agung Kiai Haji Noer Ali, Kabupaten Bekasi sebenarnya memiliki sederet nama pejuang kemerdekaan yang sepak terjangnya tidak kalah hebat dalam mengusir penjajah.

Beberapa nama pejuang kemerdekaan asal Kabupaten Bekasi antara lain KH Djahari, KH Raden Abdul Rosyad, KH Muhammad Fudholi, KH Mahmud Ma'sum, KH Abu Bakar, KH Muhammad Salim, KH Awing Syuhada, serta KH Raden Ma'mun Nawawi.


Mekanisme pemberian gelar

Mengacu Pasal 25 dan 26 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, kriteria untuk memperoleh gelar Pahlawan Nasional ditentukan berdasarkan persyaratan umum dan persyaratan khusus.

Persyaratan administrasi ditambah seminar usulan calon pahlawan, makalah-makalah penyerta serta dokumen-dokumen pendukung pun harus terpenuhi dan ditempuh melalui tata cara pengusulan berdasarkan ketentuan.

Tata cara pengusulan berawal dari pengajuan nama calon oleh masyarakat kepada bupati maupun wali kota setempat yang kemudian diteruskan ke gubernur melalui instansi sosial provinsi bersangkutan.
Kemudian penyerahan usulan kepada Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) untuk dilakukan penelitian dan pengkajian melalui proses seminar, diskusi, maupun sarasehan.

Apabila calon yang diusulkan dinyatakan memenuhi kriteria sesuai penilaian TP2GD, nama calon tersebut kemudian diajukan kepada gubernur yang akan merekomendasikan kepada Menteri Sosial.

Kementerian Sosial selanjutnya melakukan verifikasi kelengkapan administrasi untuk diusulkan kepada Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), setelah dinyatakan memenuhi seluruh persyaratan administrasi.

Jika dinilai memenuhi kriteria, Menteri Sosial RI kemudian mengajukan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan guna mendapatkan persetujuan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional sekaligus Tanda Kehormatan lain.


Usulan Pemkab Bekasi

Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mengusulkan gelar Pahlawan Nasional kepada Almaghfurlah KH. Raden Ma'mun Nawawi berdasarkan aspirasi masyarakat di daerah itu dengan harapan mendapatkan persetujuan pemerintah pusat.

Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Kabupaten Bekasi pun dibentuk dengan misi percepatan penuntasan persyaratan yang dibutuhkan untuk mengusulkan gelar pahlawan kepada pemerintah pusat.

Beranggotakan instansi perangkat daerah dibantu praktisi, akademisi, pakar, dan sejarawan, tim ini langsung mengumpulkan berkas bukti autentik dari berbagai sumber terkait peninggalan KH. Raden Ma'mun Nawawi yang menjadi syarat umum pengusulan gelar.
Sejumlah lokasi dikunjungi tim, mulai Pondok Pesantren Al-Baqiyatus Sholihat, Citeureup, Cianjur, serta Perpustakaan Nasional di Jalan Medan Merdeka Barat dan Salemba, Jakarta, untuk mendapatkan catatan karya intelektual hasil buah pikiran ulama produktif yang menjadi ciri khas kiai pesantren.

Tim kemudian mengelar seminar nasional mengulas kelengkapan persyaratan, termasuk rekam jejak perjuangan serta karya kitab yang didominasi keahlian ilmu falak dan hingga kini masih menjadi rujukan pesantren dalam menentukan kalender, waktu shalat, hingga penetapan 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah.

Setelah menyelesaikan persyaratan yang dibutuhkan, TP2GD Kabupaten Bekasi menyerahkan dokumen usulan pemberian gelar dimaksud kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk kemudian direkomendasikan ke pemerintah pusat.

Di waktu bersamaan, Pemerintah Kabupaten Bekasi juga merealisasikan salah satu persyaratan pengusulan gelar Pahlawan Nasional dengan menyematkan nama calon yang diusulkan ke dalam infrastruktur, seperti gedung perkantoran maupun ruas jalan utama.

Ruang Rapat Bupati Bekasi yang terletak di Lantai 2 Gedung Bupati Bekasi pun secara resmi diubah nama menjadi Ruang Rapat KH Raden Ma'mun Nawawi pada Senin (29/8/2022) sebagai tanda penghormatan, pengingat jasa, sekaligus pemenuhan persyaratan usulan dimaksud.

Disusul perubahan nama ruas jalan provinsi di Kabupaten Bekasi yang semula bernama Jalan Cikarang-Cibarusah atas persetujuan pemerintah provinsi dan dituangkan dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 124.4/Kep.698-Pemotda/2022 tentang penamaan Jalan KH. Raden Ma'mun Nawawi pada 3 November 2022.
 
Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat berkunjung ke kediaman keluarga dan ahli waris KH. Raden Ma'mun Nawawi di Kompleks Pondok Pesantren Al-Baqiyatus Sholihat, Desa Sindangmulya Kecamatan Cibarusah pada Kamis (29/09/2022). (ANTARA/Pradita Kurniawan Syah).
 
Peresmian Sekolah Madrasah Aliyah KH Raden Ma'mun Nawawi di kompleks Pondok Pesantren Al-Baqiyatus Sholihat oleh Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan atas inisiasi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Bekasi turut menguatkan komitmen pengusulan gelar berdasarkan ketentuan persyaratan.

Peresmian sekolah itu dilakukan Selasa (31/1/2023) bertepatan rangkaian peringatan hari lahir organisasi Islam terbesar di Indonesia yang berdiri sejak 31 Januari 1926 atau 97 tahun silam serta satu abad menurut kalender Hijriah pada 16 Rajab 1444 Hijriah/7 Februari 2023.

Momentum ini menjadi penegasan atas dukungan penuh warga dan organisasi kaum Nahdliyin terhadap usulan gelar Pahlawan Nasional untuk KH. Raden Ma'mun Nawawi yang telah mengabdi sepanjang hidup kepada bangsa dan negara dalam memperjuangkan serta mempertahankan kemerdekaan.

Saat meresmikan Ruas Jalan KH. Raden Ma'mun Nawawi pada Selasa (11/4/2023), Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengungkapkan pemerintah provinsi telah menyampaikan persetujuan usulan calon pahlawan berupa rekomendasi kepada Kementerian Sosial RI.

"Dan inilah Jas Merah dan Jas Hijau. Kalau Jas Merah jangan sekali-kali melupakan sejarah, Jas Hijau jangan melupakan jasa ulama. Teriring doa saya kepada keluarga besar Almarhum Kiai Haji Raden Ma'mun Nawawi agar selalu dalam keberkahan. Usulan pahlawan sudah kami sampaikan, keputusan ada di pusat, kita doakan saja," kata Ridwan Kamil.

Jejak peninggalan salah satu pejuang kemerdekaan Republik Indonesia itu yang berjarak belasan kilometer dari hiruk pikuk salah satu kawasan industri terbesar di Bekasi.

Di sudut selatan Kabupaten Bekasi, tepatnya Kampung Cibogo RT 03/01 Desa Sindangmulya, Kecamatan Cibarusah, terdapat sejumlah bangunan tempat para santri ditempa ilmu agama serta pengetahuan umum.

Adalah Pondok Pesantren Al-Baqiyatus Sholihat yang didirikan KH. Raden Ma'mun Nawawi pada 1938 sekaligus menjadi saksi bisu tempat lahirnya para Laskar Hizbullah yang ditempa fisik dan mental sebelum bertempur melawan penjajah.
Salah satu bangunan pondok tepat di depan makam sang pendiri dan menjadi bangunan utamanya, bahkan masih berdiri kokoh mengelilingi bangunan pondok lain serta masjid, serupa saat pertama kali dibangun, meski sudah beberapa kali mengalami renovasi.

Pemimpin Pondok Pesantren Al-Baqiyatus Sholihat, KH Jamaluddin Nawawi bin KH Raden Ma'mun Nawawi bercerita banyak tentang kisah kehidupan serta perjuangan ayahnya itu.


Lahirnya Laskar Hizbullah

KH Raden Ma'mun Nawawi atau yang akrab disapa Mama Cibogo (mama adalah panggilan untuk sesepuh ulama atau tokoh laki-laki di tatar Sunda), sedangkan Cibogo adalah nama kampung tempat kelahirannya, turut berperan aktif dalam pembentukan Laskar Hizbullah.

Di pondok pesantren miliknya, para Laskar Hizbullah mendapatkan pelatihan militer, mental, serta pendalaman ibadah dan Mama Cibogo sendiri yang menggembleng laskar pejuang itu.

Pelatihan fisik Laskar Hizbullah dilakukan di perkebunan karet yang kala itu lokasinya masih di area pesantren, hanya berjarak sekira 20-30 meter dari makam Mama Cibogo, sedangkan latihan mental dan spiritual di bangunan utama pondok.

"Dulunya itu perkebunan karet, di situ Laskar Hizbullah digembleng fisiknya, di belakang makam ayah saya. Sekarang sudah jadi kampung warga," kata KH Jamaluddin Nawawi, dalam perbincangan dengan Antara.

Pelatihan Laskar Hizbullah digagas Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang saat itu dinahkodai KH Hasyim Asy'ari. Pelatihan dimulai 28 Februari 1945, diikuti sekitar 500 santri dan pemuda. Kala itu, setiap pesantren se-Jawa dan Madura mengirim lima orang utusan untuk mengikuti pelatihan.
Dipilihnya Pondok Pesantren Al-Baqiyatus Sholihat sebagai tempat pelatihan, selain lokasinya yang strategis karena dekat pusat pemerintahan militer Jepang, sosok Mama Cibogo secara emosional juga dekat dengan KH Hasyim Asy'ari.

Mama Cibogo adalah santri di Pesantren Tebuireng, Jawa Timur, yang diasuh KH Hasyim Asy'ari pada 1936. Ia juga teman sejawat dari KH Wahid Hasyim, putra Pendiri Nahdlatul Ulama itu.

Selain menggembleng fisik, Mama Cibogo juga ditugaskan oleh Kiai Hasyim untuk membina mental dan menempa spirit perjuangan para laskar.

Selain berlatih perang, laskar ini juga dilatih bahan peledak serta mengaji di malam hari bersama ulama dan setelah tiga bulan menjalani pelatihan, mereka diperkenankan kembali ke daerah masing-masing untuk membuat pelatihan serupa. Mereka ditugaskan melatih milisi di daerah asal.

Laskar Hizbullah diterjunkan ke berbagai medan pertempuran, seperti di Surabaya saat perang 10 November 1945. Di bawah komando Bung Tomo, Surabaya menjadi daerah terbanyak alumni pelatihan dari pesantren Cibogo, Kecamatan Cibarusah.

Begitu pula di daerah lain, seperti Jombang di bawah pimpinan KH Wahid Hasyim dan di Bekasi sendiri di bawah komando KH Noer Alie. Dari situ terlihat nyata peran Laskar Hizbullah dalam mengusir penjajah.


Riwayat Mama Cibogo

Mama Cibogo lahir pada Kamis, Bulan Jumadil Akhir 1330 Hijriah atau 1912 Masehi dari pasangan Raden Haji Anwar dan Hajah Romlah. Dari silsilah ayahnya, Mama Cibogo terhubung hingga Rasulullah.

Ia adalah keturunan ke-12 dari Sunan Gunung Jati atau ke-11 dari Raja Pertama Kesultanan Banten Maulana Hasanudin, dan keturunan ke-36 dari Rasulullah.
Mama Cibogo sejak kecil dikenal sebagai seorang yang giat belajar. Ia digembleng ayahnya hingga usia delapan tahun untuk belajar memahami dasar-dasar agama.

Selanjutnya ia mulai belajar di sekolah rakyat (SR) di bawah pemerintahan Hindia Belanda dan menjadi lulusan terbaik serta memiliki keilmuan umum yang unggul.

Ia tak langsung melanjutkan pendidikan ke pondok pesantren, namun terlebih dahulu membantu ayahnya untuk berjualan kitab dan mengajar ilmu agama masyarakat sekitar.

Barulah pada usia 15 tahun Mama Cibogo menjadi santri di Pesantren Plered, Purwakarta, asuhan KH Tubagus Ahmad Bakri As-Sampuri atau Mama Sempur, ulama NU yang berpengaruh di Jawa Barat dan Banten.

Setelah dirasa cukup berguru kepada Mama Sempur, Mama Cibogo melanjutkan menimba ilmu ke Mekkah untuk belajar banyak ke mualim para pengarang kitab, di antaranya Sayyid Alwi Al-Maliki dan Syekh Mukhtar bin Atharid Al-Bughuri Al-Batawi Al-Jawi Al-Makki.

Sepulang dari Mekkah, Mama Cibogo langsung belajar ke beberapa pesantren di Tanah Jawa, salah satunya Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, dan belajar langsung kepada Hadlratussyekh KH Hasyim Asy'ari.

Keilmuan Mama Cibogo diakui oleh KH Hasyim Asy'ari, bahkan ketika ia ingin melanjutkan nyantri ke Pesantren Jampes, Lirboyo, dan Termas, Kiai Hasyim menyembelih seekor sapi sebagai bentuk syukur karena memiliki murid secerdas KH Raden Ma'mun Nawawi yang kelak diyakini menjadi ulama ahli falak dan tafsir.

Setelah menjadi santri di Jampes, Lirboyo, dan Termas, Mama Cibogo menekuni ilmu falak ke Jembatan Lima, dibimbing oleh Guru Mansur yang kemudian menganggapnya sebagai murid paling cerdas, hingga mengangkatnya satu level di atas teman-teman santri sebayanya.
Ia juga sempat belajar ke ulama Betawi lainnya, seperti Habib Usman dan Habib Ali Kwitang, sebelum akhirnya menikahi putri Mama Sempur dan mendirikan sebuah pesantren di Pandeglang. Tak lama di sana, ia diminta untuk kembali ke Kampung Cibogo, Cibarusah.

Dia lantas mendirikan Pesantren Al-Baqiyatus Sholihat di Cibogo pada 1938. Banyak orang Pandeglang, Banten, yang ikut hijrah untuk belajar ke Al-Baqiyatus Sholihat setelah pesantren itu didirikan.

Mama Cibogo sehari-hari fokus di pesantren. Banyak pengajian yang tidak hanya diperuntukkan bagi santri-santrinya. Setiap Selasa pagi dibuka pengajian bagi ustadz atau kiai kampung. Rabu untuk orang-orang lanjut usia, Jumat pagi untuk kalangan ibu, dan Ahad untuk umum.

Selain beraktivitas sebagai pemuka agama dan pemimpin pesantren, ia juga berprofesi sebagai wirausahawan. Mama Cibogo banyak menulis, produksi, dan menjual berbagai kitab saat hendak mendirikan pesantren. Ia juga memproduksi berbagai kebutuhan masyarakat, seperti kecap dan jamu yang uang hasil jualannya digunakan untuk membiayai pesantren.

Mama Cibogo wafat pada usia 63 tahun, tepatnya 26 Muharram 1395 atau 7 Februari 1975, dengan meninggalkan 40 anak serta empat istri. Jenazahnya dishalatkan langsung oleh KH Noer Ali. Kini di Kabupaten Bekasi dikenal memiliki dua patok. Di sebelah utara ada KH Noer Ali dan selatan ada Mama Cibogo.


Karya Ma'mun Nawawi

KH. Raden Ma'mun Nawawi dikenal punya kebiasaan menukil kitab. Sebanyak 63 kitab yang ia tulis lantaran rajin membaca karya ulama terdahulu dan kemudian dinukil untuk menjadi referensi. Ia banyak menulis kitab dengan aksara Arab berbahasa Sunda.

Beberapa hasil karya tulisannya adalah Hikayat al-Mutaqaddimin, Kasyf al-Humum wal Ghumum, Majmu'at Da'wat, Risalah Zakat, Syair Qiyamat, Risalah Syurb ad-Dukhan, I'aanatur Rofiiq Fii Tarjami Sullamuttaufiiq, dan Mahasinul Khutbah.
Kemudian Assiraajul Wahhaj Fii Tarjamati Qisshatul Mi'raaj, Taursiiqul Abdi Fii Tarjamati Jauharotittauhiidi, Al-Athiyyatul Haniyyah, Taisiirul Awaam Fii Fiqil Islam, At-Aisiir Fil Auqaat Walqiblati, hingga penerbitan Almanak menurut hidab Hilal Qoth'i.

Kitab yang dia lahirkan, bahkan menjadi referensi umum untuk mempelajari ilmu falak dan astronomi. Tidak hanya di Indonesia, kitabnya digunakan juga oleh para mahasiswa di Asia Tenggara hingga Timur Tengah.

Dari semua pelajaran ilmu agama yang sudah didalami, Ilmu Falak menjadi ciri khasnya. Kevalidan datanya dalam memprediksi sesuatu sudah diakui oleh ulama-ulama lain.

Pesantren Al-Baqiyatus Sholihat dikenal sebagai pelopor almanak atau kalender yang kemudian disebarkan ke daerah Bogor, Bekasi, Banten, dan Jakarta. Ketika masyarakat butuh panduan untuk bercocok tanam, memulai puasa dan lebaran, maka rujukan utamanya adalah Mama Cibogo.

Kisah heroik Mama Cibogo dengan sederet kontribusi bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia tak lantas membuat sosok kharismatik itu dikenal luas masyarakat Kabupaten Bekasi dan sekitar.

Para penggiat sejarah dan budaya setempat pun sepakat berpandangan bahwa nama KH Raden Ma'mun Nawawi sudah cukup memenuhi persyaratan untuk dianugerahi gelar sebagai pahlawan nasional.

Selain turut membantu berjuang meraih serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajah, Mama Cibogo juga telah mewarisi sejumlah pemikiran melalui karya-karyanya yang hingga kini masih terus diadopsi masyarakat.

Terlebih beberapa buku yang mengulas kiprahnya telah diterbitkan sehingga sudah banyak modal untuk menerima gelar itu. 

Segenap masyarakat Kabupaten Bekasi berharap Presiden Republik Indonesia memberikan anugerah gelar Pahlawan Nasional kepada KH. Raden Ma'mun Nawawi dan mengumumkan gelar dimaksud saat peringatan menjelang Hari Pahlawan 10 November 2023.

 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menanti persetujuan Gelar Pahlawan Nasional ulama pejuang asal Bekasi

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023