Pakar Astronomi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaludin menilai pembentukan Kalender Islam Global akan sulit terwujud karena masih kentalnya perbedaan dalam menentukan bulan Kamariah/Hijriah.
"Kalender Global Islam itu menganggap satu wilayah di dunia sebagai satu hari atau satu tanggal. Tentu ada plus minus-nya. Plus-nya kita bisa menentukan bulan sama-sama tapi secara teknis ini sulit," ujar Thomas di Jakarta, Kamis.
Thomas mengatakan ada tiga syarat yang mesti dipenuhi untuk mendapatkan satu kalender utama persatuan Islam yang mapan. Pertama, harus ada kesepakatan kriteria, kedua harus ada kesepakatan batas tanggal, dan ketiga ada otoritas tunggal.
Ia menjelaskan pedoman kriteria dalam penentuan Bulan Kamariah di Indonesia masih berbeda-beda di antara ormas Islam. Muhammadiyah menggunakan Wujudul Hilal untuk menentukan penanggalan, sementara Nahdlatul Ulama dan Persis memedomani Imkan Rukyat.
Adapun pemerintah melalui Kementerian Agama telah menggunakan kriteria baru yang disepakati Menteri-Menteri Agama dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) dengan kriteria posisi bulan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
Imkan Rukyat yang digunakan sejumlah organisasi Islam disebut sama dengan kriteria MABIMS. Sementara kriteria Wujudul Hilal, bulan kamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat berikut secara kumulatif, yaitu telah terjadi ijtimak, ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam, pada saat Matahari terbenam Bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk.
"Kemudian (syarat kedua), batas tanggal yang masih dilema, apakah menggunakan batas tanggal internasional atau batas tanggal kamariah (internasional lunar date line)," kata dia.
Adapun perihal otoritas tunggal, Thomas menyebut di Indonesia berlaku dua otoritas, yakni dari pemerintah dan ormas Islam. Artinya, penetapan bulan Kamariah/Hijriah didasarkan pada ketetapan masing-masing sesuai kriteria yang dipedomani.
"Di Indonesia tak akan terwujud (Kalender Islam Global) kalau otoritasnya masih ormas dan kriterianya masih beda-beda," kata dia.
Di sisi lain, Thomas memandang bahwa kriteria Wujudul Hilal yang dipedomani Muhammadiyah sudah ditinggalkan. Ia menyebut teori Wujudul Hilal mirip seperti geosentris yang menganggap bumi sebagai pusat.
Wujudul Hilal, kata dia, tidak mungkin dilihat jika itu dekat ufuk. Ketika matahari mendahului bulan atau terbenam lebih dahulu dibandingkan dengan matahari itu disebut wujudul hilal.
"Nah ini sesungguhnya teori geosentrik, bumi sebagai pusat dan bulan itu mengelilingi bumi. Itu yang kemudian saya sebut teori usang," kata dia.
Sementara itu, Pakar Falak Muhammadiyah Arwin Juli Butar-butar menyebut bahwa metode hisab hakiki Wujudul Hilal merupakan hasil ijtihad dengan intensitas kajian yang sama sekali tidak dangkal.
Menurut Arwin, bagaimanapun sebuah ijtihad dalam fikih Islam, terlepas dari keunggulan dan kekurangannya, tentu harus dihormati. Manakala tidak sesuai atau tidak memenuhi keinginan suatu pihak tentu tidak boleh dinilai secara tendensius, apa lagi distigma negatif.
"Andai sentuhan dan pemahaman rasional-irfani ini dipahami secara baik niscaya tidak akan muncul diksi dan narasi sinis-provokatif, sebab dalam syariat cara menempati arti penting, bahkan sebuah adagium menyatakan ‘al-adab fauqa al-‘ilm’ (adab itu di atas ilmu), artinya secanggih apapun ilmu (epistemologi) tidak boleh mengabaikan aspek nilai (irfani)," kata Arwin seperti dikutip dalam laman resmi Muhammadiyah.
Arwin menyayangkan adanya pernyataan dari ilmuwan BRIN tersebut yang menganggap bahwa wujudul hilal merupakan kriteria yang telah "usang". Menurutnya, penentuan awal bulan di dalam tubuh Muhammadiyah melewati dirkusus yang panjang.
"Sesuai tabiatnya, Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki karakter progresif dan berkemajuan, yang dalam konteks penentuan awal bulan Muhammadiyah memiliki analisis historis mendalam dan pada saat yang sama memiliki sorotan maslahat jauh ke depan yang ditunjukkan dengan gagasannya tentang Kalender Islam Global," kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar Astronomi nilai pembentukan Kalender Islam Global sulit terwujud
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023
"Kalender Global Islam itu menganggap satu wilayah di dunia sebagai satu hari atau satu tanggal. Tentu ada plus minus-nya. Plus-nya kita bisa menentukan bulan sama-sama tapi secara teknis ini sulit," ujar Thomas di Jakarta, Kamis.
Thomas mengatakan ada tiga syarat yang mesti dipenuhi untuk mendapatkan satu kalender utama persatuan Islam yang mapan. Pertama, harus ada kesepakatan kriteria, kedua harus ada kesepakatan batas tanggal, dan ketiga ada otoritas tunggal.
Ia menjelaskan pedoman kriteria dalam penentuan Bulan Kamariah di Indonesia masih berbeda-beda di antara ormas Islam. Muhammadiyah menggunakan Wujudul Hilal untuk menentukan penanggalan, sementara Nahdlatul Ulama dan Persis memedomani Imkan Rukyat.
Adapun pemerintah melalui Kementerian Agama telah menggunakan kriteria baru yang disepakati Menteri-Menteri Agama dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) dengan kriteria posisi bulan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
Imkan Rukyat yang digunakan sejumlah organisasi Islam disebut sama dengan kriteria MABIMS. Sementara kriteria Wujudul Hilal, bulan kamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat berikut secara kumulatif, yaitu telah terjadi ijtimak, ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam, pada saat Matahari terbenam Bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk.
"Kemudian (syarat kedua), batas tanggal yang masih dilema, apakah menggunakan batas tanggal internasional atau batas tanggal kamariah (internasional lunar date line)," kata dia.
Adapun perihal otoritas tunggal, Thomas menyebut di Indonesia berlaku dua otoritas, yakni dari pemerintah dan ormas Islam. Artinya, penetapan bulan Kamariah/Hijriah didasarkan pada ketetapan masing-masing sesuai kriteria yang dipedomani.
"Di Indonesia tak akan terwujud (Kalender Islam Global) kalau otoritasnya masih ormas dan kriterianya masih beda-beda," kata dia.
Di sisi lain, Thomas memandang bahwa kriteria Wujudul Hilal yang dipedomani Muhammadiyah sudah ditinggalkan. Ia menyebut teori Wujudul Hilal mirip seperti geosentris yang menganggap bumi sebagai pusat.
Wujudul Hilal, kata dia, tidak mungkin dilihat jika itu dekat ufuk. Ketika matahari mendahului bulan atau terbenam lebih dahulu dibandingkan dengan matahari itu disebut wujudul hilal.
"Nah ini sesungguhnya teori geosentrik, bumi sebagai pusat dan bulan itu mengelilingi bumi. Itu yang kemudian saya sebut teori usang," kata dia.
Sementara itu, Pakar Falak Muhammadiyah Arwin Juli Butar-butar menyebut bahwa metode hisab hakiki Wujudul Hilal merupakan hasil ijtihad dengan intensitas kajian yang sama sekali tidak dangkal.
Menurut Arwin, bagaimanapun sebuah ijtihad dalam fikih Islam, terlepas dari keunggulan dan kekurangannya, tentu harus dihormati. Manakala tidak sesuai atau tidak memenuhi keinginan suatu pihak tentu tidak boleh dinilai secara tendensius, apa lagi distigma negatif.
"Andai sentuhan dan pemahaman rasional-irfani ini dipahami secara baik niscaya tidak akan muncul diksi dan narasi sinis-provokatif, sebab dalam syariat cara menempati arti penting, bahkan sebuah adagium menyatakan ‘al-adab fauqa al-‘ilm’ (adab itu di atas ilmu), artinya secanggih apapun ilmu (epistemologi) tidak boleh mengabaikan aspek nilai (irfani)," kata Arwin seperti dikutip dalam laman resmi Muhammadiyah.
Arwin menyayangkan adanya pernyataan dari ilmuwan BRIN tersebut yang menganggap bahwa wujudul hilal merupakan kriteria yang telah "usang". Menurutnya, penentuan awal bulan di dalam tubuh Muhammadiyah melewati dirkusus yang panjang.
"Sesuai tabiatnya, Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki karakter progresif dan berkemajuan, yang dalam konteks penentuan awal bulan Muhammadiyah memiliki analisis historis mendalam dan pada saat yang sama memiliki sorotan maslahat jauh ke depan yang ditunjukkan dengan gagasannya tentang Kalender Islam Global," kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar Astronomi nilai pembentukan Kalender Islam Global sulit terwujud
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023