Antarajawabarat.com, 7/1 - Sistem keselamatan kereta api hasil pengembangan Konsorsium Persinyalan Kereta Api, "automatic train protection (ATP)" akan diproduksi massal mulai 2013 agar dapat segera diaplikasikan di sistem perkeretaapian Indonesia pada 2015.
"ATP akan secara otomatis menghentikan kereta jika terjadi 'human error' atau kelalaian masinis penyebab terjadinya tabrakan kereta," kata Asisten Deputi Menteri Riset dan Teknologi bidang Produktivitas Riset Iptek Industri, Erry Ricardo Nurzal pada evaluasi akhir tahun di Jakarta, beberapa waktu lalu.
ATP mulai dikembangkan sepanjang 2012 oleh Konsorsium Persinyalan Kereta Api yang terdiri dari Kementerian Ristek, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Institut Teknologi Bandung, Politeknik Negeri Surabaya, PT KAI dan PT LEN Industri sebagai ketuanya.
Erry menyebutkan ATP dilengkapi sensor yang mampu mengidentifikasi obyek di depan kereta yang terhubung ke sistem rem, sehingga jika terdeteksi ada benda lain di depannya, secara otomatis akan menghentikan laju kereta.
Pengembangan ATP, ujar Erry, merupakan kelanjutan dari program pengembangan sebelumnya, yakni sistem persinyalan elektronik ("computer based interlocking/CBI") yang telah mulai dioperasikan di Stasiun Gumilir, Cilacap pada pertengahan Desember 2012.
CBI merupakan teknologi persinyalan KA berbasis microprosesor untuk mengatur keluar masuk KA ke stasiun hingga mengatur pindah jalur dimana Kemristek ikut mendanai sebesar Rp6,8 miliar.
CBI ditargetkan akan menggantikan sistem persinyalan KA di Indonesia yang sejauh ini, sekitar 300 stasiun KA, masih menggunakan teknologi mekanik.
"Sedangkan sekitar 200 stasiun lainnya sudah menggunakan persinyalan elektronik, namun disayangkan merupakan teknologi impor (hampir 96 persen)," ujarnya.
CBI yang memiliki kandungan komponen dalam negeri sampai 60 persen itu, menurut dia, akan menghemat biaya konstruksi interlocking sebesar 30 persen dibanding teknologi sebelumnya.
Indonesia, urainya, sangat mampu mengembangkan dari mulai desain perangkat keras sampai level komponen hingga desain algoritma perangkat lunaknya.
"Bahkan kemampuan teknologi persinyalan KA Indonesia sudah bisa disejajarkan dengan negara lain seperti USA, Inggris, Perancis, Jerman, atau Belanda," katanya.
Selain itu, peluang pasar dalam negeri dari teknologi ini juga besar terkait rencana pembangunan jaringan KA trans Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, jalur batubara hingga MRT dengan kapitalisasi pasar sampai Rp15 triliun.
antara
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2013
"ATP akan secara otomatis menghentikan kereta jika terjadi 'human error' atau kelalaian masinis penyebab terjadinya tabrakan kereta," kata Asisten Deputi Menteri Riset dan Teknologi bidang Produktivitas Riset Iptek Industri, Erry Ricardo Nurzal pada evaluasi akhir tahun di Jakarta, beberapa waktu lalu.
ATP mulai dikembangkan sepanjang 2012 oleh Konsorsium Persinyalan Kereta Api yang terdiri dari Kementerian Ristek, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Institut Teknologi Bandung, Politeknik Negeri Surabaya, PT KAI dan PT LEN Industri sebagai ketuanya.
Erry menyebutkan ATP dilengkapi sensor yang mampu mengidentifikasi obyek di depan kereta yang terhubung ke sistem rem, sehingga jika terdeteksi ada benda lain di depannya, secara otomatis akan menghentikan laju kereta.
Pengembangan ATP, ujar Erry, merupakan kelanjutan dari program pengembangan sebelumnya, yakni sistem persinyalan elektronik ("computer based interlocking/CBI") yang telah mulai dioperasikan di Stasiun Gumilir, Cilacap pada pertengahan Desember 2012.
CBI merupakan teknologi persinyalan KA berbasis microprosesor untuk mengatur keluar masuk KA ke stasiun hingga mengatur pindah jalur dimana Kemristek ikut mendanai sebesar Rp6,8 miliar.
CBI ditargetkan akan menggantikan sistem persinyalan KA di Indonesia yang sejauh ini, sekitar 300 stasiun KA, masih menggunakan teknologi mekanik.
"Sedangkan sekitar 200 stasiun lainnya sudah menggunakan persinyalan elektronik, namun disayangkan merupakan teknologi impor (hampir 96 persen)," ujarnya.
CBI yang memiliki kandungan komponen dalam negeri sampai 60 persen itu, menurut dia, akan menghemat biaya konstruksi interlocking sebesar 30 persen dibanding teknologi sebelumnya.
Indonesia, urainya, sangat mampu mengembangkan dari mulai desain perangkat keras sampai level komponen hingga desain algoritma perangkat lunaknya.
"Bahkan kemampuan teknologi persinyalan KA Indonesia sudah bisa disejajarkan dengan negara lain seperti USA, Inggris, Perancis, Jerman, atau Belanda," katanya.
Selain itu, peluang pasar dalam negeri dari teknologi ini juga besar terkait rencana pembangunan jaringan KA trans Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, jalur batubara hingga MRT dengan kapitalisasi pasar sampai Rp15 triliun.
antara
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2013