Presiden RI Joko Widodo menyetujui pilihan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang telah menyeleksi berdasarkan usulan masyarakat untuk menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada lima tokoh.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan telah memimpin jajarannya untuk menyampaikan langsung hasil seleksi kepada Presiden Jokowi dalam pertemuan di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis.
"Hari ini Bapak Presiden sesudah berdiskusi dengan kami, dengan Dewan Gelar dan Tanda-Tanda Kehormatan, itu memutuskan tahun ini memberikan lima (gelar Pahlawan Nasional) kepada tokoh-tokoh bangsa yang telah ikut berjuang mendirikan negara Republik Indonesia melalui perjuangan kemerdekaan dan mengisinya dengan pembangunan-pembangunan sehingga kita eksis sampai sekarang sebagai negara yang berdaulat," kata Mahfud dalam keterangan Biro Pers Sekretariat Presiden yang diterima di Jakarta.
Tokoh pertama yang akan menerima gelar Pahlawan Nasional adalah Dr. dr. H.R. Soeharto asal Jawa Tengah, yang lebih dikenal sebagai mantan dokter pribadi Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
H.R. Soeharto dinilai telah berjuang bersama Presiden Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan RI serta berperan aktif mengisi masa kemerdekaan lewat pembangunan sejumlah infrastruktur di Tanah Air.
"Ikut pembangunan department store syariah dan pembangunan Monumen Nasional serta Masjid Istiqlal dan pembangunan Rumah Sakit Jakarta serta salah seorang pendiri berdirinya IDI (Ikatan Dokter Indonesia)," kata Mahfud.
Kedua, Pemerintah akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum K.G.P.A.A. Paku Alam VIII yang merupakan Raja Paku Alam pada tahun 1937—1989.
Beberapa jasa yang telah diberikan almarhum K.G.P.A.A. Paku Alam VIII, antara lain, bersama Sultan Hamengkubowono IX dari Keraton Yogyakarta mengintegrasikan diri pada awal kemerdekaan RI sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi utuh hingga saat ini.
"Sehari sesudah (kemerdekaan) itu beliau menyatakan bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia, kemudian Yogyakarta menjadi ibu kota yang kedua dari Republik Indonesia ketika terjadi agresi Belanda pada tahun 1946," tutur Mahfud.
Ketiga, Pemerintah akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra dari Kalimantan Barat.
Menurut Mahfud, almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra telah menjalankan misi kemanusiaan sebagai dokter keliling pada saat kemerdekaan.
Bahkan, almarhum bersama istrinya dijatuhi hukuman mati oleh Jepang karena perjuangannya yang gigih untuk kemerdekaan Republik Indonesia.
Keempat, Pemerintah akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum H. Salahuddin bin Talibuddin dari Maluku Utara.
Selama 32 tahun, almarhum H. Salahuddin bin Talibuddin dinilai telah berjuang dan ikut membangun Indonesia berdasarkan Pancasila.
"Beliau pernah dibuang ke Boven Digul pada tahun 1942 dan juga dibuang ke Sawahlunto pada tahun 1918—1923," ucap Mahfud.
Kelima, Pemerintah akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum K.H. Ahmad Sanusi dari Jawa Barat.
Mahfud menjelaskan bahwa almarhum Kiai Ahmad Sanusi merupakan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang belum mendapat gelar Pahlawan Nasional.
Beliau juga tokoh Islam yang memperjuangkan dasar negara yang menghasilkan kompromi lahirnya negara Pancasila.
"Dari semula ada sisi kanan ingin menjadikan negara Islam, sisi kiri menjadikan negara sekuler, kemudian diambil jalan tengah lahirlah ideologi Pancasila sesudah menyetujui pencoretan tujuh kata di Piagam Jakarta," ujar Mahfud.
Mahfud pun mengimbau daerah-daerah asal para tokoh penerima gelar pahlawan nasional untuk mempersiapkan diri hadir pada peringatan Hari Pahlawan 10 November, yang rencananya akan digelar pada hari Senin, 7 November 2022, di Istana Negara Jakarta.
"Kami sarankan kepada daerah-daerah tadi yang sudah mempunyai usul-usul dan disetujui oleh Pemerintah supaya segera menyiapkan diri untuk hadir dan melakukan penyambutan-penyambutan, baik upacara adat, upacara daerah, maupun apa pun yang bisa dilakukan untuk menyongsong anugerah ini," ujar Mahfud.
Turut mendampingi Presiden dalam menerima kedatangan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan adalah Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Sementara itu Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mendukung upaya masyarakat Jawa Barat mengusulkan pemberian gelar pahlawan nasional bagi Prof. Mochtar Kusumaatmadja.
"Perjuangan Beliau untuk bangsa ini dengan konsep negara kepulauan yang akhirnya diakui dunia internasional, tentu sebuah kebanggaan tersendiri," kata LaNyalla saat berdialog dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, budayawan, dan akademisi di Kantor DPD RI Perwakilan Jawa Barat di Kota Bandung, Minggu.
Dia menilai Prof. Mochtar Kusumaatmadja layak mendapat gelar pahlawan nasional.
Oleh karena itu, setelah kembali ke Jakarta dia berjanji langsung mengirim surat ke Presiden Joko Widodo dan Menteri Sosial guna menyampaikan dukungan terhadap upaya penetapan Prof. Mochtar Kusumaatmadja sebagai pahlawan nasional.
Sementara itu, Akademisi dari Universitas Padjadjaran Prof. Reiza D Dienaputra mengatakan bahwa Prof. Mochtar Koesoemaatmadja merupakan sosok akademisi, budayawan, dan pemersatu bangsa.
Menurut dia, Prof. Mochtar tidak hanya membuat konsep tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tetapi juga mengupayakan implementasinya.
Reiza mengatakan bahwa upaya Prof. Mochtar memperjuangkan konsep negara kepulauan diakui pada tahun 1982.
"Setelah diakui dan diratifikasi dunia internasional, luas wilayah NKRI pun bertambah secara signifikan dari semula 2.027.087 kilometer (daratan) menjadi kurang lebih 5.193.250 kilometer (darat dan laut). Tak hanya sekadar lautan saja, tetapi juga yang ada di udara dan di dalamnya," kata dia.
Dengan berbagai sumbangsih yang telah diberikan Prof. Mochtar kepada bangsa dan negara Indonesia, ia mengatakan, pemerintah seharusnya langsung menetapkan diplomat yang wafat pada 2021 itu sebagai pahlawan nasional.
"Tidak perlu diajukan. Seharusnya pemerintah mengerti sendiri. Tanpa pertimbangan apapun," kata Reiza.
Prof. Mochtar Kusumaatmadja adalah seorang akademisi, politikus, dan diplomat. Dia lahir di Jakarta pada 17 April 1929.
Dia menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, lalu melanjutkan pendidikan S2 di Sekolah Tinggi Hukum Yale, Amerika Serikat, serta pendidikan S3 di Universitas Padjadjaran Bandung, Universitas Harvard, dan Universitas Chicago (Amerika Serikat.
Prof. Mochtar menjabat Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan III periode 1974-1978 dan Menteri Luar Negeri Kabinet Pembangunan IV periode 1978-1988.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Presiden Jokowi setujui lima tokoh dianugerahi gelar Pahlawan Nasional
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan telah memimpin jajarannya untuk menyampaikan langsung hasil seleksi kepada Presiden Jokowi dalam pertemuan di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis.
"Hari ini Bapak Presiden sesudah berdiskusi dengan kami, dengan Dewan Gelar dan Tanda-Tanda Kehormatan, itu memutuskan tahun ini memberikan lima (gelar Pahlawan Nasional) kepada tokoh-tokoh bangsa yang telah ikut berjuang mendirikan negara Republik Indonesia melalui perjuangan kemerdekaan dan mengisinya dengan pembangunan-pembangunan sehingga kita eksis sampai sekarang sebagai negara yang berdaulat," kata Mahfud dalam keterangan Biro Pers Sekretariat Presiden yang diterima di Jakarta.
Tokoh pertama yang akan menerima gelar Pahlawan Nasional adalah Dr. dr. H.R. Soeharto asal Jawa Tengah, yang lebih dikenal sebagai mantan dokter pribadi Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
H.R. Soeharto dinilai telah berjuang bersama Presiden Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan RI serta berperan aktif mengisi masa kemerdekaan lewat pembangunan sejumlah infrastruktur di Tanah Air.
"Ikut pembangunan department store syariah dan pembangunan Monumen Nasional serta Masjid Istiqlal dan pembangunan Rumah Sakit Jakarta serta salah seorang pendiri berdirinya IDI (Ikatan Dokter Indonesia)," kata Mahfud.
Kedua, Pemerintah akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum K.G.P.A.A. Paku Alam VIII yang merupakan Raja Paku Alam pada tahun 1937—1989.
Beberapa jasa yang telah diberikan almarhum K.G.P.A.A. Paku Alam VIII, antara lain, bersama Sultan Hamengkubowono IX dari Keraton Yogyakarta mengintegrasikan diri pada awal kemerdekaan RI sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi utuh hingga saat ini.
"Sehari sesudah (kemerdekaan) itu beliau menyatakan bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia, kemudian Yogyakarta menjadi ibu kota yang kedua dari Republik Indonesia ketika terjadi agresi Belanda pada tahun 1946," tutur Mahfud.
Ketiga, Pemerintah akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra dari Kalimantan Barat.
Menurut Mahfud, almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra telah menjalankan misi kemanusiaan sebagai dokter keliling pada saat kemerdekaan.
Bahkan, almarhum bersama istrinya dijatuhi hukuman mati oleh Jepang karena perjuangannya yang gigih untuk kemerdekaan Republik Indonesia.
Keempat, Pemerintah akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum H. Salahuddin bin Talibuddin dari Maluku Utara.
Selama 32 tahun, almarhum H. Salahuddin bin Talibuddin dinilai telah berjuang dan ikut membangun Indonesia berdasarkan Pancasila.
"Beliau pernah dibuang ke Boven Digul pada tahun 1942 dan juga dibuang ke Sawahlunto pada tahun 1918—1923," ucap Mahfud.
Kelima, Pemerintah akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum K.H. Ahmad Sanusi dari Jawa Barat.
Mahfud menjelaskan bahwa almarhum Kiai Ahmad Sanusi merupakan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang belum mendapat gelar Pahlawan Nasional.
Beliau juga tokoh Islam yang memperjuangkan dasar negara yang menghasilkan kompromi lahirnya negara Pancasila.
"Dari semula ada sisi kanan ingin menjadikan negara Islam, sisi kiri menjadikan negara sekuler, kemudian diambil jalan tengah lahirlah ideologi Pancasila sesudah menyetujui pencoretan tujuh kata di Piagam Jakarta," ujar Mahfud.
Mahfud pun mengimbau daerah-daerah asal para tokoh penerima gelar pahlawan nasional untuk mempersiapkan diri hadir pada peringatan Hari Pahlawan 10 November, yang rencananya akan digelar pada hari Senin, 7 November 2022, di Istana Negara Jakarta.
"Kami sarankan kepada daerah-daerah tadi yang sudah mempunyai usul-usul dan disetujui oleh Pemerintah supaya segera menyiapkan diri untuk hadir dan melakukan penyambutan-penyambutan, baik upacara adat, upacara daerah, maupun apa pun yang bisa dilakukan untuk menyongsong anugerah ini," ujar Mahfud.
Turut mendampingi Presiden dalam menerima kedatangan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan adalah Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Sementara itu Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mendukung upaya masyarakat Jawa Barat mengusulkan pemberian gelar pahlawan nasional bagi Prof. Mochtar Kusumaatmadja.
"Perjuangan Beliau untuk bangsa ini dengan konsep negara kepulauan yang akhirnya diakui dunia internasional, tentu sebuah kebanggaan tersendiri," kata LaNyalla saat berdialog dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, budayawan, dan akademisi di Kantor DPD RI Perwakilan Jawa Barat di Kota Bandung, Minggu.
Dia menilai Prof. Mochtar Kusumaatmadja layak mendapat gelar pahlawan nasional.
Oleh karena itu, setelah kembali ke Jakarta dia berjanji langsung mengirim surat ke Presiden Joko Widodo dan Menteri Sosial guna menyampaikan dukungan terhadap upaya penetapan Prof. Mochtar Kusumaatmadja sebagai pahlawan nasional.
Sementara itu, Akademisi dari Universitas Padjadjaran Prof. Reiza D Dienaputra mengatakan bahwa Prof. Mochtar Koesoemaatmadja merupakan sosok akademisi, budayawan, dan pemersatu bangsa.
Menurut dia, Prof. Mochtar tidak hanya membuat konsep tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tetapi juga mengupayakan implementasinya.
Reiza mengatakan bahwa upaya Prof. Mochtar memperjuangkan konsep negara kepulauan diakui pada tahun 1982.
"Setelah diakui dan diratifikasi dunia internasional, luas wilayah NKRI pun bertambah secara signifikan dari semula 2.027.087 kilometer (daratan) menjadi kurang lebih 5.193.250 kilometer (darat dan laut). Tak hanya sekadar lautan saja, tetapi juga yang ada di udara dan di dalamnya," kata dia.
Dengan berbagai sumbangsih yang telah diberikan Prof. Mochtar kepada bangsa dan negara Indonesia, ia mengatakan, pemerintah seharusnya langsung menetapkan diplomat yang wafat pada 2021 itu sebagai pahlawan nasional.
"Tidak perlu diajukan. Seharusnya pemerintah mengerti sendiri. Tanpa pertimbangan apapun," kata Reiza.
Prof. Mochtar Kusumaatmadja adalah seorang akademisi, politikus, dan diplomat. Dia lahir di Jakarta pada 17 April 1929.
Dia menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, lalu melanjutkan pendidikan S2 di Sekolah Tinggi Hukum Yale, Amerika Serikat, serta pendidikan S3 di Universitas Padjadjaran Bandung, Universitas Harvard, dan Universitas Chicago (Amerika Serikat.
Prof. Mochtar menjabat Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan III periode 1974-1978 dan Menteri Luar Negeri Kabinet Pembangunan IV periode 1978-1988.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Presiden Jokowi setujui lima tokoh dianugerahi gelar Pahlawan Nasional
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022