Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Gubernur Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin.

"Iya, sejauh ini sesuai agenda sebagaimana surat panggilan yang sudah kami kirimkan dan diterima oleh tersangka maupun penasihat hukumnya," ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi pada Senin.

KPK pun mengharapkan Lukas Enembe dapat memenuhi panggilan tersebut.

"KPK tentu berharap pihak dimaksud memenuhi panggilan di Gedung Merah Putih KPK sesuai yang KPK telah sampaikan secara patut," katanya.

KPK telah mengirimkan surat panggilan kedua kepada Lukas Enembe. Sebelumnya, Lukas Enembe tidak menghadiri panggilan KPK untuk diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi pada Senin (12/9).

KPK juga memastikan dalam proses penyidikan yang dilakukan terhadap Lukas Enembe sesuai koridor dan prosedur hukum, yakni dengan menjunjung asas praduga tak bersalah dan hak asasi manusia (HAM).

"Kepatuhan hukum ini tentu tidak hanya untuk dipedomani KPK saja, namun juga kepada pihak-pihak yang dilakukan pemeriksaan agar prosesnya dapat berjalan secara efektif dan efisien," ucap Ali dalam keterangannya pada Sabtu (24/9).
Oleh karena itu, lanjut dia, alasan ketidakhadiran Lukas Enembe karena kesehatan tentu juga harus disertai dokumen resmi dari tenaga medis agar KPK dapat menganalisis lebih lanjut.

Ia mengungkapkan KPK juga telah memiliki tenaga medis khusus dalam melakukan pemeriksaan baik terhadap saksi ataupun tersangka yang dipanggil KPK.

"Tidak hanya kali ini sebagaimana diketahui KPK sebelumnya juga beberapa kali memberikan kesempatan dan penyediaan fasilitas kesehatan bagi saksi maupun tersangka pada perkara-perkara lainnya.

Sekali lagi, karena KPK memahami bahwa kesehatan merupakan hak dasar setiap manusia," ujarnya.

Adapun keinginan tersangka untuk berobat ke Singapura, kata dia, KPK bakal mempertimbangkannya.

"Namun, tentu kami juga harus pastikan dengan melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka lebih dahulu ketika ia sudah sampai di Jakarta," kata Ali.

Sebelumnya, Stefanus Roy Rening selaku pengacara Lukas Enembe menyatakan kliennya tidak memungkinkan untuk menghadiri panggilan pada Senin (26/9) dengan alasan kesehatan.
"Berdasarkan hasil keterangan medis dari dokter pribadi pak gubernur, hari Senin (26/9) itu ada pemanggilan kedua untuk pak gubernur yang akan dipanggil menghadap ke Fedung KPK ini. Namun, karena melihat kondisi perkembangan beliau tadi dokter pribadi juga sudah menyampaikan langsung ke direktur penyidikan (KPK) bahwa bapak tidak memungkinkan untuk hadir hari Senin," kata dia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/9).

KPK belum mengumumkan secara resmi soal status tersangka Lukas Enembe. Adapun, untuk publikasi konstruksi perkara dan pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka akan dilakukan pada saat telah dilakukan upaya paksa baik penangkapan maupun penahanan terhadap para tersangka.

 
Tokoh Papua Kritisi

Tokoh senior Papua Michael Manufandu mengkritisi kinerja sejumlah lembaga pengawasan maupun lembaga penegakan hukum di wilayah ini dinilai tidak berdaya untuk mencegah terjadinya praktik korupsi oleh para pejabat penyelenggara keuangan negara.

Dihubungi dari Manokwari, Senin, Manufandu mengemukakan bahwa pengumuman yang dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD soal indikasi korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh oknum pejabat di Provinsi Papua telah membuka mata semua orang bahwa ada banyak penyalahgunaan kekuasaan dan keuangan negara yang terjadi selama bertahun-tahun.

Ironisnya, praktik penyelewengan keuangan negara yang sudah lama terjadi di Papua itu, seperti seolah-olah didiamkan sehingga proses penyalahgunaan kekuasaan dan keuangan negara terus terjadi sampai saat ini.

"Pemerintah baru mengumumkan secara luas melalui siaran televisi nasional soal ada begitu banyak penyimpangan dan penyelewengan yang terjadi, pertanyaannya mengapa baru sekarang diungkap. Praktik ini sudah lama terjadi, tapi seolah-olah dibiarkan," kata Manufandu.

Mantan Dubes RI untuk negara Kolombia dan Penasihat Pemerintah untuk urusan Papua itu, secara khusus mengkritik kinerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang setiap tahun memberikan penilaian atau opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov Papua maupun sejumlah kabupaten/kota di provinsi ujung timur Indonesia itu.
"Setiap tahun BPK selalu mengeluarkan opini WTP terus, tapi mengapa borok-borok korupsi baru bisa terungkap sekarang. Kita pertanyakan kinerja BPK, BPKP, dan Inspektorat yang selama ini bertugas di Papua. Demikian pun dengan kinerja aparat penegak hukum baik Kejaksaan maupun Kepolisian, karena seolah-olah mereka menutup mata dengan kondisi yang sesungguhnya terjadi, sementara rakyat Papua sampai hari ini masih tetap miskin," ujar Manufandu.

Ia berharap semua pejabat yang ada dalam lingkaran kekuasaan di Provinsi Papua agar turut diperiksa dan dimintai pertanggungjawaban hukum, bukan semata-mata kepada Gubernur Papua Lukas Enembe.

"Kepala Bappeda, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah, dan pejabat-pejabat lain harus juga diperiksa karena itu satu kesatuan. Mereka yang menyusun anggaran lalu diajukan ke DPRD untuk dibahas dan ditetapkan. DPRD Papua juga harus ikut bertanggung jawab karena mereka memiliki peran dan fungsi untuk melakukan pengawasan," kata Manufandu, mantan Direktur APDN Jayapura yang pernah menjadi Camat Nimbokran tahun 1974 dan Camat Genyem tahun 1979 itu.

Manufandu berharap lembaga pengawasan dan aparat penegak hukum yang bertugas di Papua memiliki kemampuan dan dilandasi sikap jujur untuk berani mengungkap semua praktik-praktik yang tidak benar yang merugikan keuangan negara, karena rakyat Papua selalu merasa tidak puas dengan segala upaya yang dilakukan pemerintah selama ini untuk membangun Papua.

"Saya minta aparat berani mengusut tuntas kasus penyelewengan dana PON XX, juga perbaikan Kantor Gubernur Papua, MRP dan DPRP yang dirusak massa saat kerusuhan tahun 2019," ujarnya pula.

Manufandu juga meminta warga Papua terutama di Kota Jayapura agar berpikir jernih mencermati persoalan hukum yang kini dihadapi oleh Gubernur Lukas Enembe, dan tidak terhasut untuk melakukan hal-hal yang berpotensi melawan hukum.
"Masyarakat Papua harus sadar bahwa ada penyalahgunaan tata kelola pemerintahan dan tata kelola keuangan negara di Provinsi Papua selama ini yang hanya menguntungkan orang-orang tertentu. Jangan selalu menyalahkan pemerintah pusat. Kita semua harus buka mata dengan segala penyelewengan yang luar biasa yang terjadi selama ini," katanya pula.

Soal indikasi adanya dana ratusan miliar rupiah digunakan untuk diinvestasikan dalam kegiatan perjudian kasino di luar negeri oleh oknum pejabat Papua, Manufandu menduga hal itu terkait dengan keputusan Pemprov Papua memindahkan kas daerah dari Bank Papua ke bank devisa seperti Bank Mandiri, BNI, dan lainnya, sehingga bisa dicairkan di luar negeri untuk kepentingan oknum-oknum tertentu.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirimkan surat panggilan kedua kepada Gubernur Papua Lukas Enembe (LE) untuk diperiksa sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Senin ini.

"Iya, informasi yang kami peroleh, benar surat panggilan sebagai tersangka sudah dikirimkan tim penyidik KPK. Pemeriksaan diagendakan Senin, 26 September 2022, di Gedung Merah Putih KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, di Jakarta, Kamis (22/9).



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPK panggil Lukas Enembe

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022