Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum mengatakan perbedaan Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah/2022 Masehi versi Pemerintah dan Muhammadiyah agar tidak sampai dijadikan alat perpecahan umat muslim di Indonesia.
"Tapi perbedaan atau furu'iyah ini jangan dijadikan alat perpecahan, termasuk Idul Adha (berbeda penetapan Hari Raya Idul Adha)," kata Wagub Uu Ruzhanul ketika dimintai pendapatnya tentang perbedaan Idul Adha, di Kota Bandung, Senin.
Berdasarkan hasil sidang isbat, Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan Hari Raya Idul Adha atau 10 Zulhijah 1443 Hijriah jatuh pada Minggu, 10 Juli 2022.
Sementara Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan 10 Zulhijah 1443 H pada Sabtu, 9 Juli 2022, berdasarkan hasil perhitungan wujudul hilal oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
Ia menuturkan adapun perbedaan penetapan Hari Raya Idul Adha di Indonesia pada tahun ini, merupakan hal yang sah-sah saja.
"Itu Silakan, asal tidak menjadikan perselisihan diantara umat," kata dia.
Namun, kata Wagub Uu, jika berkenan pihaknya menganjurkan kepada umat muslim di Indonesia untuk ikut pemerintah terkait penetapan Idul Adha.
"Tetapi kalau boleh tolong ingat ikut kami pemerintah. Isya Allah pemerintah juga tidak punya niat yang lain kecuali melindungi dan memudahkan waktu melaksanakan ibadah," kata dia.
"Adapun mereka yang mungkin secara hisabnya seperti itu, ya saya juga sah-sah saja tetapi tidak menimbulkan gesekan. Apalagi merasa pang benerna (paling benar) itu mah masalah. Ieu anu bener (ini yang benar), enggak seperti itu," lanjut dia.
Lebih lanjut Wagub Uu mengatakan perbedaan merupakan hal yang wajar dalam kehidupan sehari-hari.
"Perbedaan di antara kita kan wajar terutama dalam perbedaan masalah furu'iyah, bukan dalam masalah aqidah. Kalau dalam aqidah kita sepakat tidak ada perbedaan, seperti Allah itu satu dan sifat-sifatnya ada 20," kata dia.
Sebelumnya Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis, mengatakan perbedaan Hari Raya Idul Adha versi Pemerintah dan Muhammadiyah tidak lagi menimbulkan masalah di masyarakat.
"Sekarang masyarakat kita sudah dewasa, sudah legawa. Jadi, kalau ada yang tidak sama, semua sudah legawa. Jadi, kalau ada yang tidak sama, toleransinya sudah tinggi. Jadi, tidak ada masalah," kata Ma'ruf Amin.
Berdasarkan hasil sidang isbat, Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan Hari Raya Idul Adha atau 10 Zulhijah 1443 Hijriah jatuh pada Minggu, 10 Juli 2022.
Sementara Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan 10 Zulhijah 1443 H pada Sabtu, 9 Juli 2022, berdasarkan hasil perhitungan wujudul hilal oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah
"Perbedaan itu kita sudah biasa. Dalam waktu-waktu tertentu, memang dulu ketika terjadi perbedaan, terjadilah keributan di masyarakat," tambahnya.
Namun kondisi saat ini, menurutnya, masyarakat dapat memilih dengan bebas sesuai keyakinan masing-masing untuk menjalankan ibadah salat Idul Adha. "Dan semua sudah pada tahu, yang ikut Muhammadiyah, ikut Muhammadiyah; yang ikut Pemerintah, ikut Pemerintah. Jadi, tidak ada masalah. Itu sudah kita bangun lama sekali supaya ada pengertian di antara semua pihak," jelasnya.
Keputusan Hari Raya Idul Adha pada Minggu (10/7) itu diambil berdasarkan hasil sidang isbat penentuan awal bulan Zulhijah 1443 H, yang dipimpin langsung oleh Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi, dengan menyatakan 1 Zulhijah jatuh pada Jumat (1/7).
Zainut menyebutkan dari 86 titik di seluruh provinsi Indonesia, para pemantau tidak melihat hilal. Sehingga, dengan ditetapkannya 1 Zulhijah pada Jumat, maka Hari Raya Idul Adha jatuh pada Minggu (10/7).
Sementara itu, anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriah Kemenag Thomas Djamaluddin memaparkan posisi hilal awal Zulhijah 1443 secara umum kurang dari 3 derajat dengan elongasi kurang dari 6,4 derajat. Kondisi seperti itu, menurutnya, tidak memenuhi kriteria masuknya bulan Zulhijah.
Saat ini, Kemenag menggunakan kriteria MABIMS atau Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam menentukan kriteria hilal, yakni tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.
Sebelumnya Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis, mengatakan perbedaan Hari Raya Idul Adha versi Pemerintah dan Muhammadiyah tidak lagi menimbulkan masalah di masyarakat.
"Sekarang masyarakat kita sudah dewasa, sudah legawa. Jadi, kalau ada yang tidak sama, semua sudah legawa. Jadi, kalau ada yang tidak sama, toleransinya sudah tinggi. Jadi, tidak ada masalah," kata Ma'ruf Amin.
Berdasarkan hasil sidang isbat, Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan Hari Raya Idul Adha atau 10 Zulhijah 1443 Hijriah jatuh pada Minggu, 10 Juli 2022.
Sementara Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan 10 Zulhijah 1443 H pada Sabtu, 9 Juli 2022, berdasarkan hasil perhitungan wujudul hilal oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah
"Perbedaan itu kita sudah biasa. Dalam waktu-waktu tertentu, memang dulu ketika terjadi perbedaan, terjadilah keributan di masyarakat," tambahnya.
Namun kondisi saat ini, menurutnya, masyarakat dapat memilih dengan bebas sesuai keyakinan masing-masing untuk menjalankan ibadah salat Idul Adha. "Dan semua sudah pada tahu, yang ikut Muhammadiyah, ikut Muhammadiyah; yang ikut Pemerintah, ikut Pemerintah. Jadi, tidak ada masalah. Itu sudah kita bangun lama sekali supaya ada pengertian di antara semua pihak," jelasnya.
Keputusan Hari Raya Idul Adha pada Minggu (10/7) itu diambil berdasarkan hasil sidang isbat penentuan awal bulan Zulhijah 1443 H, yang dipimpin langsung oleh Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi, dengan menyatakan 1 Zulhijah jatuh pada Jumat (1/7).
Zainut menyebutkan dari 86 titik di seluruh provinsi Indonesia, para pemantau tidak melihat hilal. Sehingga, dengan ditetapkannya 1 Zulhijah pada Jumat, maka Hari Raya Idul Adha jatuh pada Minggu (10/7).
Sementara itu, anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriah Kemenag Thomas Djamaluddin memaparkan posisi hilal awal Zulhijah 1443 secara umum kurang dari 3 derajat dengan elongasi kurang dari 6,4 derajat. Kondisi seperti itu, menurutnya, tidak memenuhi kriteria masuknya bulan Zulhijah.
Saat ini, Kemenag menggunakan kriteria MABIMS atau Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam menentukan kriteria hilal, yakni tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022