Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Fatchuddin Rosyidi mengatakan saat ini semua pabrik gula milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus direvitalisasi, karena semua masih teknologi zaman Belanda (jadul).
"Semua pabrik gula BUMN itu harus direvitalisasi, karena semua masih zaman Belanda, tidak pernah ada pabrik baru," kata Rosyidi di Cirebon, Jawa Barat, Kamis.
Ia mengatakan dengan adanya revitalisasi pabrik, terutama teknologinya, diharapkan bisa meningkatkan rendemen dan produksi gula dalam negeri.
Namun, lanjut Rosyidi, ketika pabrik gula milik BUMN itu tidak ada pembaruan atau revitalisasi mesinnya, maka dipastikan petani tebu akan semakin berkurang.
Hal itu terjadi di Jawa Barat, di mana dari delapan pabrik gula semua masih menggunakan mesin zaman Belanda, sehingga membuat produksi menurun dan petani pun enggan menanam tebu.
Bahkan lanjut Rosyidi, saat ini pabrik gula di Jawa Barat yang beroperasi tinggal dua dan juga belum ada revitalisasi, sehingga bila dibandingkan dengan daerah lainnya, Jawa Barat sangat tertinggal.
"Minimal revitalisasi teknologi, kalau bangunan tidak masalah. Di Jawa Barat lahan banyak, kalau ada satu pabrik yang rendemen bisa 8 Insya Allah yang biasa menanam jagung pindah ke tebu," ujarnya.
Ia menambahkan ketika pabrik gula masih tidak ada revitalisasi, maka petani enggan menanam tebu, karena dipastikan akan merugi.
Dan dengan petani tidak menanam tebu, maka Indonesia tidak bisa swasembada gula, yang dicanangkan bisa dilakukan pada tahun 2025 nanti.
"Menanam tebu itu gampang, namun ketika pabrik gula masih tidak menggunakan mesin modern, tidak ada petani yang mau. Jadi cita-cita swasembada gula masih sangat jauh," katanya.
Tingkatkan minat petani
Sebelumnya Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat Dudi Bahrudi meminta kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk merevitalisasi pabrik gula (PG) di daerah tersebut, dalam rangka meningkatkan minat petani menanam komoditas tebu.
"Kami meminta kepada Menteri BUMN untuk merevitalisasi pabrik gula, karena sekarang yang beroperasi hanya dua," kata Dudi di Cirebon, Jawa Barat, Kamis.
Dudi mengatakan pabrik gula di Jawa Barat, sejatinya ada delapan unit, namun karena faktor usia yang terlalu lama, maka kualitas gula menurun, sehingga berdampak pada penutupan enam PG lainnya.
Menurutnya, ketika PG bisa beroperasi maksimal, tentunya akan berdampak pada ketertarikan petani untuk beralih menanam tebu.
Sehingga kebutuhan gula di Jawa Barat, yang mencapai 540 ribu ton bisa terpenuhi oleh petani itu sendiri, namun kondisi tersebut kata Dudi, masih sangat jauh, mengingat pabrik gula yang ada belum bisa beroperasi maksimal.
"Hal ini dikarenakan para petani tidak lagi semangat menanam tebu, karena pabrik gula zaman dahulu dan semua peninggalan Belanda, sehingga produksinya tidak maksimal," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Sport Bisnis PT PG Rajawali II Oksan OM Panggabean mengatakan saat ini PG Rajawali hanya mengoperasikan dua PG yaitu PG Tersana Baru dan PG Jatitujuh, sementara enam lainnya sudah tidak dioperasikan lagi. Menurut Oksan, ditutupnya enam PG yang tersebar di Jawa Barat, dikarenakan bahan baku tebu dari petani yang sangat kurang, sehingga tidak bisa menutupi ketika musim giling.
"Kita itu kekurangan bahan baku, sehingga hanya dua yang masih beroperasi. Namun itu juga pabrik yang sudah lama," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
"Semua pabrik gula BUMN itu harus direvitalisasi, karena semua masih zaman Belanda, tidak pernah ada pabrik baru," kata Rosyidi di Cirebon, Jawa Barat, Kamis.
Ia mengatakan dengan adanya revitalisasi pabrik, terutama teknologinya, diharapkan bisa meningkatkan rendemen dan produksi gula dalam negeri.
Namun, lanjut Rosyidi, ketika pabrik gula milik BUMN itu tidak ada pembaruan atau revitalisasi mesinnya, maka dipastikan petani tebu akan semakin berkurang.
Hal itu terjadi di Jawa Barat, di mana dari delapan pabrik gula semua masih menggunakan mesin zaman Belanda, sehingga membuat produksi menurun dan petani pun enggan menanam tebu.
Bahkan lanjut Rosyidi, saat ini pabrik gula di Jawa Barat yang beroperasi tinggal dua dan juga belum ada revitalisasi, sehingga bila dibandingkan dengan daerah lainnya, Jawa Barat sangat tertinggal.
"Minimal revitalisasi teknologi, kalau bangunan tidak masalah. Di Jawa Barat lahan banyak, kalau ada satu pabrik yang rendemen bisa 8 Insya Allah yang biasa menanam jagung pindah ke tebu," ujarnya.
Ia menambahkan ketika pabrik gula masih tidak ada revitalisasi, maka petani enggan menanam tebu, karena dipastikan akan merugi.
Dan dengan petani tidak menanam tebu, maka Indonesia tidak bisa swasembada gula, yang dicanangkan bisa dilakukan pada tahun 2025 nanti.
"Menanam tebu itu gampang, namun ketika pabrik gula masih tidak menggunakan mesin modern, tidak ada petani yang mau. Jadi cita-cita swasembada gula masih sangat jauh," katanya.
Tingkatkan minat petani
Sebelumnya Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat Dudi Bahrudi meminta kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk merevitalisasi pabrik gula (PG) di daerah tersebut, dalam rangka meningkatkan minat petani menanam komoditas tebu.
"Kami meminta kepada Menteri BUMN untuk merevitalisasi pabrik gula, karena sekarang yang beroperasi hanya dua," kata Dudi di Cirebon, Jawa Barat, Kamis.
Dudi mengatakan pabrik gula di Jawa Barat, sejatinya ada delapan unit, namun karena faktor usia yang terlalu lama, maka kualitas gula menurun, sehingga berdampak pada penutupan enam PG lainnya.
Menurutnya, ketika PG bisa beroperasi maksimal, tentunya akan berdampak pada ketertarikan petani untuk beralih menanam tebu.
Sehingga kebutuhan gula di Jawa Barat, yang mencapai 540 ribu ton bisa terpenuhi oleh petani itu sendiri, namun kondisi tersebut kata Dudi, masih sangat jauh, mengingat pabrik gula yang ada belum bisa beroperasi maksimal.
"Hal ini dikarenakan para petani tidak lagi semangat menanam tebu, karena pabrik gula zaman dahulu dan semua peninggalan Belanda, sehingga produksinya tidak maksimal," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Sport Bisnis PT PG Rajawali II Oksan OM Panggabean mengatakan saat ini PG Rajawali hanya mengoperasikan dua PG yaitu PG Tersana Baru dan PG Jatitujuh, sementara enam lainnya sudah tidak dioperasikan lagi. Menurut Oksan, ditutupnya enam PG yang tersebar di Jawa Barat, dikarenakan bahan baku tebu dari petani yang sangat kurang, sehingga tidak bisa menutupi ketika musim giling.
"Kita itu kekurangan bahan baku, sehingga hanya dua yang masih beroperasi. Namun itu juga pabrik yang sudah lama," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022