Badan Kebudayaan Nasional (BKN) PDI Perjuangan menjadikan KH Zainal Mustafa sebagai salah satu sosok teladan dan inspiratif.
"Beliau ini merupakan seorang tokoh yang saya kira sangat istimewa sekali, meskipun dikenal sebagai seorang ulama, tapi hatinya dia juga seorang petani, seorang marhaen, sehingga ia tidak nyaman jika para petani ditindas," kata penulis buku-buku sejarah Islam, KH Zainul Milal Bizawie, saat menjadi narasumber dalam talkshow Inspirasi Ramadhan BKN PDI Perjuangan di Jakarta, Minggu.
Gus Milal menjelaskan, Zainal Mustafa adalah pemimpin sebuah pesantren di Tasikmalaya dan pejuang Islam pertama dari Jawa Barat yang melakukan pemberontakan terhadap Jepang. Meskipun beliau dikenal sebagai seorang Kiyai, namun hati dan perjuangannya selalu berpihak kepada rakyat kecil, ikut berbaur dan merasakan situasi dan kondisi masyarakat sekitar.
Sejarawan santri itu menjelaskan, bahwa nama KH Zainal Mustofa dikenal semenjak ia kembali dari tanah suci Makkah usai menjalankan ibadah haji. Sebelumnya beliau bernama Hudaemi setelah menunaikan ibadah haji pada 1927, nama Hudaemi kemudian berganti menjadi Zaenal Mustofa.
Sejak remaja, dia kenyang dengan pendidikan agama. Hudaemi belajar ilmu agama di banyak pondok pesantren, khususnya di Jawa Barat.
Zainal Mustofa pernah menjadi santri di Cilengah Tasikmalaya dan Sukamiskin serta bergaul dengan para ulama-ulama di zamannya. Sehingga ketika NU berdiri, pada 1933 dia diamanahkan untuk menjadi pengurus NU dan diangkat menjadi Wakil Rais Syuriah NU Cabang Tasikmalaya.
"Kiyai Zainal Mustofa juga saya kira pernah bertemu dengan KH Wahid Hasyim saat kunjungan beliau ke pesantren Sukamiskin, sebab pengasuh Pesantren Sukamiskin adalah alumni Tebuireng," ujarnya.
Sikap kritis Kiyai Zainal Mustofa terhadap kebijakan penjajah kolonial menjadikannya incaran Jepang. Bukan hanya melalui mimbar, sikap kritis terhadap kebijakan kolonial juga dituangkan dalam berbagai aksi. Akibatnya, KH Zainal Mustofa ditangkap dan dipenjarakan termasuk bersama KH Ruhiat pimpinan Pesantren Cipasung.
Kiyai Zainal juga dikenal sebagai pendekar yang memiliki amalan dan doa-doa dalam setiap tindakannya. Itulah yang menjadikan rakyat dan para santri tidak takut menghadapi Jepang meskipun hanya berbekal bambu runcing.
Perlawanan rakyat yang digaungkan KH Zainal Mustofa memiliki peran strategis dalam mendudukkan kembali hubungan dengan kolonial Jepang. Dia berani menjadi martir dalam upayanya melakukan perlawanan kepada Jepang.
"Meskipun perlawanan Kiyai Zainal Mustofa berasal dari desa kecil, jauh dari Ibukota, namun resonansi dari perlawanan beliau inilah yang sangat berarti. Di saat kebijakan Nahdlatul Ulama menghindari terjadinya clash, namun Kiyai Zainal Mustofa ini sangat berani," ungkap Gus Milal.
"Saat Jepang masuk ke Indonesia, memang pada awalnya mereka dekat dengan umat Islam dan jarang sekali terjadi kontak fisik. Perlawanan Kiyai Zainal Mustofa menginspirasi para ulama lainnya untuk berani membela diri," lanjut Gus Milal.
Perlawanan rakyat Tasikmalaya yang dikomandoi oleh Kiyai Zainal Mustofa, telah menyadarkan para ulama agar menjadi garda terdepan dalam melakukan perlawanan terhadap kolonial Jepang.
"Dampak dari kejadian ini, Jepang akhirnya memiliki pandangan yang berbeda saat berhadapan dengan ulama, sehingga mereka kemudian lebih lembut saat berhadap dengan ulama kalau tidak mau terjadi seperti Kiyai Mustofa ini," kata Gus Milal.
Gus Milal berpesan agar semua orang dapat mengambil keteladanan dari seorang KH Zainal Mustofa, seorang yang berani mengambil sikap terhadap sesuatu yang menindas. Sebagaimana Kiyai Zainal Mustofa yang berani melawan Jepang meskipun harus mengorbankan nyawanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
"Beliau ini merupakan seorang tokoh yang saya kira sangat istimewa sekali, meskipun dikenal sebagai seorang ulama, tapi hatinya dia juga seorang petani, seorang marhaen, sehingga ia tidak nyaman jika para petani ditindas," kata penulis buku-buku sejarah Islam, KH Zainul Milal Bizawie, saat menjadi narasumber dalam talkshow Inspirasi Ramadhan BKN PDI Perjuangan di Jakarta, Minggu.
Gus Milal menjelaskan, Zainal Mustafa adalah pemimpin sebuah pesantren di Tasikmalaya dan pejuang Islam pertama dari Jawa Barat yang melakukan pemberontakan terhadap Jepang. Meskipun beliau dikenal sebagai seorang Kiyai, namun hati dan perjuangannya selalu berpihak kepada rakyat kecil, ikut berbaur dan merasakan situasi dan kondisi masyarakat sekitar.
Sejarawan santri itu menjelaskan, bahwa nama KH Zainal Mustofa dikenal semenjak ia kembali dari tanah suci Makkah usai menjalankan ibadah haji. Sebelumnya beliau bernama Hudaemi setelah menunaikan ibadah haji pada 1927, nama Hudaemi kemudian berganti menjadi Zaenal Mustofa.
Sejak remaja, dia kenyang dengan pendidikan agama. Hudaemi belajar ilmu agama di banyak pondok pesantren, khususnya di Jawa Barat.
Zainal Mustofa pernah menjadi santri di Cilengah Tasikmalaya dan Sukamiskin serta bergaul dengan para ulama-ulama di zamannya. Sehingga ketika NU berdiri, pada 1933 dia diamanahkan untuk menjadi pengurus NU dan diangkat menjadi Wakil Rais Syuriah NU Cabang Tasikmalaya.
"Kiyai Zainal Mustofa juga saya kira pernah bertemu dengan KH Wahid Hasyim saat kunjungan beliau ke pesantren Sukamiskin, sebab pengasuh Pesantren Sukamiskin adalah alumni Tebuireng," ujarnya.
Sikap kritis Kiyai Zainal Mustofa terhadap kebijakan penjajah kolonial menjadikannya incaran Jepang. Bukan hanya melalui mimbar, sikap kritis terhadap kebijakan kolonial juga dituangkan dalam berbagai aksi. Akibatnya, KH Zainal Mustofa ditangkap dan dipenjarakan termasuk bersama KH Ruhiat pimpinan Pesantren Cipasung.
Kiyai Zainal juga dikenal sebagai pendekar yang memiliki amalan dan doa-doa dalam setiap tindakannya. Itulah yang menjadikan rakyat dan para santri tidak takut menghadapi Jepang meskipun hanya berbekal bambu runcing.
Perlawanan rakyat yang digaungkan KH Zainal Mustofa memiliki peran strategis dalam mendudukkan kembali hubungan dengan kolonial Jepang. Dia berani menjadi martir dalam upayanya melakukan perlawanan kepada Jepang.
"Meskipun perlawanan Kiyai Zainal Mustofa berasal dari desa kecil, jauh dari Ibukota, namun resonansi dari perlawanan beliau inilah yang sangat berarti. Di saat kebijakan Nahdlatul Ulama menghindari terjadinya clash, namun Kiyai Zainal Mustofa ini sangat berani," ungkap Gus Milal.
"Saat Jepang masuk ke Indonesia, memang pada awalnya mereka dekat dengan umat Islam dan jarang sekali terjadi kontak fisik. Perlawanan Kiyai Zainal Mustofa menginspirasi para ulama lainnya untuk berani membela diri," lanjut Gus Milal.
Perlawanan rakyat Tasikmalaya yang dikomandoi oleh Kiyai Zainal Mustofa, telah menyadarkan para ulama agar menjadi garda terdepan dalam melakukan perlawanan terhadap kolonial Jepang.
"Dampak dari kejadian ini, Jepang akhirnya memiliki pandangan yang berbeda saat berhadapan dengan ulama, sehingga mereka kemudian lebih lembut saat berhadap dengan ulama kalau tidak mau terjadi seperti Kiyai Mustofa ini," kata Gus Milal.
Gus Milal berpesan agar semua orang dapat mengambil keteladanan dari seorang KH Zainal Mustofa, seorang yang berani mengambil sikap terhadap sesuatu yang menindas. Sebagaimana Kiyai Zainal Mustofa yang berani melawan Jepang meskipun harus mengorbankan nyawanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022