Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mulai melakukan revisi peraturan daerah terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan melibatkan peran ahli dalam penyusunan perubahan yang dimaksud.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bekasi Beni Saputra mengatakan pihaknya melibatkan konsultan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk melakukan kajian dan analisis bersama.

Baca juga: Fraksi Demokrat Kabupaten Bekasi dorong peraturan daerah atur limbah

"Kami melibatkan akademisi juga. Kami ingin ada analisa bersama sehingga produknya nanti betul-betul menjadi acuan tata ruang di Kabupaten Bekasi," kata Beni Saputra di Cikarang, Rabu.

Dia mengatakan ada beberapa persoalan yang diatur dalam RTRW itu di antaranya pengelolaan sampah, air bersih, hingga ancaman bencana alam. "Kami prioritaskan untuk penyelesaian masalah sampah, air bersih, bencana alam, abrasi di utara, dan sedimentasi," katanya.

Persoalan sampah menurut tata ruang saat ini telah diatur pada setiap wilayah kecamatan. Ke depan di masing-masing kecamatan tersebut akan memiliki tempat sampah terpadu sehingga diharapkan mampu mengatasi persoalan sampah liar.
"Paling tidak, dengan adanya revisi RTRW ini, masalah sampah liar yang belum lama ini sempat ramai di CBL bisa terselesaikan. Dan tidak ada lagi titik sampah liar, baik di kali maupun lahan kosong tanpa terkelola," katanya.

Beni memastikan revisi RTRW ini tidak bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan siapa pun termasuk para pengusaha namun sebaliknya, dunia usaha harus patuh pada aturan yang ditetapkan.

"Kalau untuk masalah pengusaha, pastinya harus mengikuti aturan dan untuk RTH (Ruang Terbuka Hijau), sesuai aturan yang ada, yakni tetap 30 persen," ucapnya.

Baca juga: Pemkab Bekasi siapkan perda terkait tata kawasan kumuh

Pada sektor lain, kata dia, keberadaan RTRW hasil revisi ini juga diharapkan mampu mengamankan hamparan areal persawahan di Kabupaten Bekasi.

Ditinjau dari rencana dasar tata ruang Kabupaten Bekasi, penyusutan lahan pertanian telah terlihat. Luas pertanian mencapai 48.000 hektare namun setelah melalui verifikasi, hanya 28.000 hektare yang didaftarkan menjadi lahan pertanian abadi.

Jumlah tersebut dikhawatirkan kembali menyusut setelah Raperda LP2B tidak kunjung diterbitkan. Penetapan lahan pertanian abadi menjadi wacana yang tidak pernah terealisasi.
 

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022