ANTARAJAWABARAT.com,3/4 - Pengamat Ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, Acuviarta Kurtubi menyatakan perlunya mekanisme untuk mencegah migrasi konumen pertamax ke premium akibat disparitas harga yang cukup lebar pascakenaikan bahan bakar non subsidi itu 1 April 2012.

"Kenaikan harga pertamax dari Rp9.650 menjadi Rp10.250 dan pertamax plus menjadi Rp10.350 jelas akan membuat disparitas harga semakin lebar dan akan merangsang pengguna pertamax kembali ke premium," kata Acuviarta di Bandung, Senin.

Selain itu, kenaikan harga pertamax itu memberikan angin segar bagi SPBU asing yang menjual harga BBM sejenis yang harganya lebih murah dari pertamax.

Menurut Acuviarta, hal itu migrasi konsumen ke BBM bersubidi itu kemungkinan sangat besar kecenderungannya, terlebih konsumen BBM di tanah air begitu sensitif terhadap kenaikan harga BBM.

Di sisi lain menurut dia, tidak ada mekanisme yang melarang penggunaan penggunaan premium oleh kalangan atas atau kendaraan-kendaraan mewah. Selama ini anjuran larangan penggunaan premium oleh kalangan atas masih sebatas imbauan dan tidak ada mekanisme jelas yang melarang penggunaan premium bagi kendaraan beroktan tinggi.

"Sejauh ini baru imbauan saja, perlu ada mekanisme yang lebih tegas untuk pengaturan penggunaan pertamax untuk kendaraan mewah," katanya.

Menurut Acuviarta, perlu ada mekanisme yang bisa mengontrol agar tidak terjadi peralihan besar-besaran konsumen pertamax ke premium. Ia mencontohkan perlunya alat kontrol untuk memilah konsumen BBM bersubsidi dan non subsidi.

Sementara itu berdasarkan pemantauan ke sejumlah SPBU di Kota Bandung, belum adanya peralihan penggunaan pertamax ke premium yang signifikan.

"Konsumi premium dan pertamax masih seperti hari-hari biasanya, belum ada penurunan menggunaan pertamax. Pembelinya pertamax masih normal," kata Hendro, seorang petugas SPBU di Jalan Dipatiukur Bandung.

Meski demikian, menurut dia kemungkinan itu ada karena adanya disparitas harga yang cukup tinggi itu.***2***
Syarif A

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2012