Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengapresiasi langkah Pertamina dan pemerintah yang mempertahankan harga jual Pertalite sehingga menjadi yang termurah dibandingkan produk BBM sejenis dari badan usaha lain, kendati harga minyak dunia terus naik dampak dari invasi Rusia ke Ukraina.
“Kita harus menjaga harga Pertalite ini stabil karena mayoritas pengguna kendaraan adalah BBM jenis ini,” ujar Mulyanto dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Pertamina jamin stok solar cukup untuk penuhi kebutuhan masyarakat
Hingga saat ini, harga jual Pertalite adalah Rp7.650 hingga Rp8.000 per liter (berdasarkan lokasi). Harga jual Pertalite jauh lebih murah daripada harga BBM RON (research octane number) 90 lainnya. Harga BP 90 yang dijual di SPBU BP-AKR sebesar Rp11.990 per liter. Pertalite juga lebih terjangkau harganya ketimbang Revvo 90, produk BBM yang dijual Vivo, yaitu Rp8.900 per liter.
Menurut Mulyanto, jika harga Pertalite naik, dapat mendorong kenaikan harga barang-barang yang lain, memicu inflasi, dan membuat daya beli masyarakat yang sudah lemah karena pandemi, akan semakin lemah.
"Penerimaan dari ekspor batubara, CPO, tembaga, nikel dan lain-lain, semoga cukup untuk menahan kenaikan dari impor BBM tersebut,” ujar Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini.
Mulyanto mendukung bila pemasaran Pertalite diperluas, menjangkau seluruh kawasan di tanah air. Apalagi, Pertamina memiliki SPBU lebih dari 6.000 unit.
Sebelumnya, Deputi III Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Montty Girianna, dalam diskusi virtual menyebutkan harga Pertalite dalam waktu lima hingga enam bulan tidak akan naik kendati harga jual Pertalite saat ini lebih rendah jika dibandingkan nilai keekonomiannya.
Kebijakan menahan harga jual Pertalite merupakan bentuk kepedulian pemerintah dan Pertamina dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang masih tertekan akibat kenaikan harga-harga dan kelangkaan beberapa komoditas kebutuhan pokok.
Baca juga: Kementerian BUMN dan Polres Bogor ungkap penimbunan 50 ton solar bersubsidi di Bogor
Pada awal Maret 2022, harga sejumlah jenis BBM yang dijual di SPBU Pertamina yakni Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex mengalami penyesuaian harga mengikuti naiknya harga minyak mentah dunia. Namun, harga Pertalite dan Pertamax masih tetap, yaitu masing-masing Rp 7.650 per liter dan Rp9.000 per liter.
Sementara SPBU Shell, sejak Januari 2022 tidak lagi menjual Shell Regular yang memiliki RON 90. SPBU asal Belanda ini hanya memasarkan Shell Super (RON 92) hingga Shell V-Power Nitro + (RON 98). Produk BBM RON tinggi itu, sama seperti produk dari BP-AKR dan Vivo, harganya jauh lebih tinggi dari produk BBM RON serupa yang dijual Pertamina.
Irto P Gintings, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga-Subholding Commercial & Trading Pertamina, mengatakan Pertalite terakhir dilakukan penyesuaian harga tiga tahun lalu, yaitu pada Januari 2019. Selama pandemi dan hingga masa pemulihan ketika harga minyak telah naik, belum ada penyesuaian harga kembali untuk Pertalite.
Hingga Januari 2022, porsi konsumsi Pertalite sekitar 52 persen dari total konsumsi BBM nasional. Sedangkan porsi BBM lainnya (Pertamax Series dan Dex Series) sekitar 13 persen yang merupakan BBM yang tidak disubsidi dan tidak dikompensasi.
Baca juga: Pertamina sediakan bahan bakar standar emisi Euro IV mulai Agustus
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
“Kita harus menjaga harga Pertalite ini stabil karena mayoritas pengguna kendaraan adalah BBM jenis ini,” ujar Mulyanto dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Pertamina jamin stok solar cukup untuk penuhi kebutuhan masyarakat
Hingga saat ini, harga jual Pertalite adalah Rp7.650 hingga Rp8.000 per liter (berdasarkan lokasi). Harga jual Pertalite jauh lebih murah daripada harga BBM RON (research octane number) 90 lainnya. Harga BP 90 yang dijual di SPBU BP-AKR sebesar Rp11.990 per liter. Pertalite juga lebih terjangkau harganya ketimbang Revvo 90, produk BBM yang dijual Vivo, yaitu Rp8.900 per liter.
Menurut Mulyanto, jika harga Pertalite naik, dapat mendorong kenaikan harga barang-barang yang lain, memicu inflasi, dan membuat daya beli masyarakat yang sudah lemah karena pandemi, akan semakin lemah.
"Penerimaan dari ekspor batubara, CPO, tembaga, nikel dan lain-lain, semoga cukup untuk menahan kenaikan dari impor BBM tersebut,” ujar Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini.
Mulyanto mendukung bila pemasaran Pertalite diperluas, menjangkau seluruh kawasan di tanah air. Apalagi, Pertamina memiliki SPBU lebih dari 6.000 unit.
Sebelumnya, Deputi III Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Montty Girianna, dalam diskusi virtual menyebutkan harga Pertalite dalam waktu lima hingga enam bulan tidak akan naik kendati harga jual Pertalite saat ini lebih rendah jika dibandingkan nilai keekonomiannya.
Kebijakan menahan harga jual Pertalite merupakan bentuk kepedulian pemerintah dan Pertamina dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang masih tertekan akibat kenaikan harga-harga dan kelangkaan beberapa komoditas kebutuhan pokok.
Baca juga: Kementerian BUMN dan Polres Bogor ungkap penimbunan 50 ton solar bersubsidi di Bogor
Pada awal Maret 2022, harga sejumlah jenis BBM yang dijual di SPBU Pertamina yakni Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex mengalami penyesuaian harga mengikuti naiknya harga minyak mentah dunia. Namun, harga Pertalite dan Pertamax masih tetap, yaitu masing-masing Rp 7.650 per liter dan Rp9.000 per liter.
Sementara SPBU Shell, sejak Januari 2022 tidak lagi menjual Shell Regular yang memiliki RON 90. SPBU asal Belanda ini hanya memasarkan Shell Super (RON 92) hingga Shell V-Power Nitro + (RON 98). Produk BBM RON tinggi itu, sama seperti produk dari BP-AKR dan Vivo, harganya jauh lebih tinggi dari produk BBM RON serupa yang dijual Pertamina.
Irto P Gintings, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga-Subholding Commercial & Trading Pertamina, mengatakan Pertalite terakhir dilakukan penyesuaian harga tiga tahun lalu, yaitu pada Januari 2019. Selama pandemi dan hingga masa pemulihan ketika harga minyak telah naik, belum ada penyesuaian harga kembali untuk Pertalite.
Hingga Januari 2022, porsi konsumsi Pertalite sekitar 52 persen dari total konsumsi BBM nasional. Sedangkan porsi BBM lainnya (Pertamax Series dan Dex Series) sekitar 13 persen yang merupakan BBM yang tidak disubsidi dan tidak dikompensasi.
Baca juga: Pertamina sediakan bahan bakar standar emisi Euro IV mulai Agustus
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022