Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap kasus dugaan tindak pidana penipuan berkedok trading binary option (opsi biner) melalui aplikasi FBS di Bandung, dengan menangkap satu orang pelaku.
Kasus tersebut terungkap dari penggerebekan dan pemasangan garis polisi sebuah rumah tokoh (ruko) di Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (9/2).
Baca juga: Praktisi berikan tips terhindar penipuan flexing trading, apa saja?
“Itu (penggerebekan-red) masalah penipuan,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan, saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Whisnu menyebutkan, satu tersangka yang ditangkap dan dilakukan penahanan berinisial WKA. Penangkapan dan pengungkapan ini berdasarkan laporan polisi yang diterima Bareskrim Polri dengan nomor LP/A/0060/II/2022/SPKT.DITIPIDEKSUS/BARESKRIM Polri tanggal 3 Februari 2022.
Kronologis pengungkapan, Subdit IV Dittipideksus Bareskrim Polri menerima laporan informasi terkait trading binary option dengan kegiatan investasi berjangka berupa komoditi mata uang (valas)/forex, komoditi emas, saham (saham dalam maupun luar negeri), komoditi cryto currency (mata uang kripto) dengan menggunakan aplikasi Binomo, FBS dan lain sebagainya.
Ia mengatakan para korban mengetahui trading dengan nama FBS melalui aplikasi media sosial Facebook, di mana akun atas nama tersangka WKA.
Baca juga: Anggota DPR minta tindak tegas judi "online" berkedok "trading"
“Tersangka memposting promosi platform FBS dengan janji yang menggiurkan, yakni tawaran trading komoditi dengan sistem tidak ada selisih antara harga jual dan harga beli komoditi (zero spread),” katanya.
Penawaran yang diberikan tersangka tidak sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Jakarta Future Exchange yang menyebutkan setiap transaksi memiliki selisih antara harga jual dan harga beli dengan nilai maksimal 0,5 persen per transaksi.
Dalam kenyataannya, Binari Option FBS menerapkan “spread” yang terlalu tinggi sebesar 1,3 persen per transaksi, yang mana masa spread tersebut diluar dari nilai kewajaran yang sudah ditetapkan oleh Jakarta Fuure Exchange selaku bursa berjangka komoditi resmi di Indonesia.
Praktik yang dijalani tersangka membuat korban merasa dirugikan karena dari bulan Oktober 2021 korban sudah melakukan pengisian ulang atau “top up” dengan nominal Rp8,6 juta.
“Korban melakukan top up dan tidak mendapatkan untung sama sekali karena nilai spread yang tinggi di luar kewajaran,” ungkap Whisnu.
Whisnu menyebutkan, pihaknya masih terus mengembangkan kasus tersebut hingga menemukan tersangka lainnya. Saat ini, tersangka yang telah ditangkap ditahan berjumlah satu orang.
“Tersangka WKA ini perannya menawarkan kepada korban, lalu korban mengirimkan uang Rp8 juta ternyata enggak bisa trading. Malah habis uangnya,” kata Whisnu.
Atas perbuatannya tersangka dijerat dengan tindak pidana penipuan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan atau tindak pidana perdagangan dan atau tindak pidana transfer dana dan atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 45A ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 106 Undang-undang Republik Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan atau Pasal 80 (1) Undang-undang RI Nomor 3 tahun 2011 tentang Transfer Dana dan atau Pasal 10 Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap aplikasi trading Perdagangan Berjangka Komoditi tidak berizin.
Tersangka terancam hukuman pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Baca juga: 5 ciri penipuan daring yang harus diwaspadai
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022