Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menjadwalkan pemeriksaan Kadis Perhubungan Kota Depok Eko Herwiyanto sebagai tersangka kasus dugaan mafia tanah.

Brigjen Pol Andi Rian Djajadi, Direktur Tipidum Bareskrim Polri menyebutkan, pihaknya telah mengirimkan surat pemanggilan terhadap Eko beberapa waktu lalu.

"Pemeriksaan dijadwalkan hari ini (Rabu-red), untuk waktu pemanggilan jam 10.00 WIB," kata Andi, saat dikonfirmasi, Rabu.

Baca juga: 43 dari 63 kelurahan di Depok bebas COVID-19

Hingga berita ini diturunkan, belum diketahui apakah Eko akan hadir memenuhi panggilan penyidik.

Dalam perkara ini, Dittipidum Bareskrim Polri menetapkan empat orang tersangka termasuk Eko pada awal tahun 2022.

Tiga orang saksi telah diperiksa, yakni Nurdin Al-Ardisoma, Anggota DPRD Depok diperiksa Senin (10/1). Kemudian, tersangka dari pihak swasta, Hanafi pada Kamis (6/1)

Tersangka lainnya, mantan Direktur PT Abdiluhur Kawuloalit Burhanuddin Abu Bakar batal diperiksa karena tidak penuh panggilan penyidik pada Senin (3/1) dengan alasan sakit.
Perkara ini berawal dari laporan korban mafia tanah Mayjen TNI (Purn) Emack Syadzily, mantan Direktur BAIS, dengan nomor laporan polisi (LP) bernomor LP/B/0372/VII/2020/Bareskrim pada 8 Juli 2020.

Kronologi perkara, Kadishub Depok Eko Herwiyanto saat itu masih menjabat Camat Sawangan, diduga terlibat dalam pemalsuan surat.

Baca juga: 4 warga Depok yang terserang Omicron sudah sembuh

Brigjen Andi mengatakan pihaknya sudah mengantongi cukup bukti untuk menetapkan empat orang sebagai tersangka mafia tanah.

"Dugaan pemalsuan surat pernyataan pelepasan hak untuk kepentingan swasta yang dibuat oleh Hanafi dan Nurdin Al Ardisoma dengan dibantu oleh Eko Herwiyanto (selaku Camat Sawangan) telah didapat kecukupan alat bukti," katanya.

Tersangka Burhanudin menggunakan surat pernyataan pelepasan hak yang diduga palsu sebagai dokumen yang dilampirkan dalam permohonan penyerahan sebidang tanah milik Emack Syadzily kepada Pemkot Depok dengan peruntukan sebagai tempat pemakaman umun (TPU). Di mana faktanya terhadap tanah tersebut tidak pernah dijual atau dipindahtangankan oleh korban.

Dalam perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat, menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik, penipuan dan penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP, 266 KUHP, 378 KUHP, dan atau Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55, Pasal 56.


Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022