ANTARAJAWABARAT.com,29/9 - Tim Sepakbola Rumah Cemara mendapatkan bantuan dana dari Kedutaan Australia sejumlah AUD$10.000 atau setara dengan 89 juta rupiah atas prestasinya dalam "Homeless World Cup (HWC) 2011" di Paris, Prancis, Agustus 2011.

"Bantuan dana tersebut akan kami gunakan untuk merealisasikan rencana seusai mengikuti HWC 2011, yaitu menggelar League of Change (liga perubahan-red)," kata Deradjat Ginandjar Koesmayadi dalam jumpa pers di Sekretariat Rumah Cemara, Jalan Geger Kalong, Bandung, Kamis.

"League of Change" merupakan sebuah liga 'street-soccer' yang ditujukan bagi orang-orang penderita HIV/AIDS, pengguna Napza, penduduk miskin kota, dan orang-orang termarjinal lainnya.

"Turnamen ini akan diselenggarakan pada Februari 2012 mendatang dan akan diikuti oleh 8 tim sepak bola dari 8 provinsi di Pulau Jawa dan Bali," tutur Ginan.

Delapan provinsi tersebut, di antaranya Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Banten, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.

Ginan menuturkan, bantuan dana yang diberikan pemerintah Australia merupakan suatu dukungan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.

"Selama ini banyak sekali dukungan dari masyarakat dan pemerintah Indonesia, tapi tidak menyangka dukungan juga akan datang dari negara luar," katanya.

Menurut Ginan, diberikannya bantuan dana dari Kedutaan Australia ini juga tidak lepas dari peranan insan media. Pasalnya, salah satu faktor yang mendukung keputusan pemerintah Australia dalam memberikan bantuan ini adalah pemberitaan yang dipublikasikan di sejumlah media.

"Pada awalnya Kedutaan Australia mencari komunitas peduli HIV/AIDS yang menggunakan olah raga sebagai media sosialisasi. Saat mereka mencari di 'Google', dalam satu halaman awal yang keluar adalah nama Rumah Cemara, baik sebelum maupun setelah mengikuti HWC," terangnya.

Meski demikian, hingga saat ini Ginan mengaku belum ada bantuan atau pun tawaran kerjasama dari pemerintah Indonesia dalam menggarap turnamen ini.

Dalam kesempatan itu, Ginan menjelaskan, seluruh tim yang dikirim untuk mengikuti "League of Change" ini harus terdiri dari empat orang pemain.

"Empat di antaranya harus ODHA (orang dengan HIV/AIDS-red), dan empat orangnya lagi harus pengguna Napza, kalangan miskin kota, atau orang-orang tidak beruntung lainnya," tutur Ginan.

Ketentuan ini diberlakukan, kata Ginan, agar tidak ada kecenderungan mengeksklusivitaskan kalangan tertentu.

"Kita bisa saja menentukan seluruh peserta harus ODHA, tapi justru dengan begitu kita malah akan terkesan eksklusif. Padahal kami ingin turnamen ini inklusif, yaitu melibatkan berbagai kalangan," kata Ginan.

Panitia dalam hal ini akan melakukan 'screening' atau uji kelayakan peserta yang sangat ketat. "Peserta ODHA harus menyerahkan surat keterangan positif menderita HIV/AIDS, bagi pengguna Napza akan ada tes, sedangkan kalangan miskin kota juga harus menyerahkan surat keterangan tidak mampu. Tujuannya agar target kami tepat sasaran," ungkapnya.

Turnamen ini, lanjut Ginan, bisa dikatakan sebagai proses seleksi tim Indonesia untuk ajang HWC tahun depan.

"Sekaligus regenerasi untuk HWC tahun depan. Karena peserta HWC hanya mendapatkan satu kali kesempatan mengikuti ajang tersebut. Jadi, baik saya dan teman-teman lain yang kemarin berangkat ke Paris, tidak bisa lagi ikut HWC selanjutnya. Maka dari itu, kita membutuhkan para penerus," terang Ginan.

Jika memungkinkan, tambah Ginan, di tahun selanjutnya "League of Change" ini akan diperluas lagi jangkauannya, tidak hanya se-Jawa dan Bali, tapi bisa se-Indonesia.

"Kami tidak akan berhenti bermimpi, jika ternyata memungkinkan tahun selanjutnya bisa saja cakupannya se-Indonesia," kata Ginan.***6***

Achy

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011