ANTARAJAWABARAT.com,25/9 - Lima lukisan mural yang langsung dibuat pada saat itu pula oleh sejumlah seniman pelukis mural, menarik perhatian ribuan pengunjung Festival Braga 2011, di Bandung, Minggu.

Salah seorang pelukis mural asli Sunda, Rahmat Jabaril mengatakan, lukisan yang dibuatnya merupakan hasil pemikiran dari kejadian pengrusakan sejumlah patung atau simbol-simbol adat budaya Sunda di Purwakarta, Jawa Barat.

"Lukisan ini saya beri nama 'ajian brajamusti', yang dengan maksud nama itu karena di dalam lukisan ini saya gambarkan seorang tokoh pahlawan di dunia wayang golek," kata Rahmat kepada wartawan.

Menurutnya, dengan kejadian kemarin menggambarkan bila masyarakat Sunda sekarang sudah sedikit yang peduli terhadap budayanya sendiri, bahkan mereka rela merusak patung-patung lambang adat Sunda.

"Kalau memang alasannya itu dianggap berhala, kenapa mereka tidak rusak juga misalnya lambang Siliwangi lambang patung harimau di kepolisian kalau mereka berani," kata Rahmat.

Ia melanjutkan, berhala atau tidak bagaimana masyarakat mensikapinya, bahkan internet dan hobi yang disenangi masyarakat bisa saja dianggap berhala, jadi tergantung sudut pandang mana melihatnya.

Dari kejadian itu, ia juga melukiskan di kanvas berukuran panjang 4,5 meter dan lebar 3 meter tersebut, "bebegig" atau orang-orangan sawah.

"Itu berarti masyarakat kita saat ini seperti bebegig yang dengan mudah diatur sesukanya oleh pengendali bebegig itu dan dalam hal itu pengendali ialah penguasa," ungkap Rahmat.

Ia menjelaskan, masyarakat sekarang mudah terbawa arus, jadi dengan mudah diatur, dikendalikan oleh provokator yang menginginkan bangsa ini terpuruk dan termasuk didalamnya budaya Sunda.

Kemudian, ia menyimpulkan sekarang era zaman kapitalis modern yang masyarakatnya sendiri tidak menyadari akan hal itu,"saat ini kita masih dikuasai asing sehingga masyarakat dengan mudah diumbang-ambing sesuka orang asing," tambahnya.

Sehingga dalam lukisannya ada tulisan-tulisan tentang penentangan tersebut, dan yang paling ditekankan ialah tulisan yang mengatakan "Aing Teu Sudi Budaya Sunda Dirusak Ku Sia".

Sementara itu, hasil lukisan Rahmat yang perlu menghabiskan waktu selama satu jam itu, dicampuri tulisan-tulisan aspirasi masyarakat yang melihat lukisan tersebut dan uniknya pengunjung menulisnya dihadapan pelukisnya dan sepertinya mereka tidak tahu.

Menanggapi hal itu, Rahmat dengan bercanda mengatakan,"kalau saya tuntut Rp1 miliar bisa kaget mereka," katanya.

Namun, dengan kelapangan hatinya, Rahmat tidak mempermasalahkannya karena mungkin masyarakat beranggapan itu tempat lukisan umum.***6***

Pauzi

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011