Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) memiliki jam matahari atau Sundial yang berada di halaman Museum Pendidikan Nasional (Diknas), Kampus UPI Setiabudi, Kota Bandung, Jawa Barat.
Rektor UPI Prof Solehuddin mengatakan pengadaan jam matahari itu merupakan salah satu kegiatan revitalisasi Museum Diknas guna meningkatkan daya tarik pembelajaran bagi pengunjung.
"Sundial itu menjadi sumber pembelajaran secara hands on, secara langsung bisa dikunjungi oleh pengunjung dan dicoba," kata Solehuddin di Museum Diknas UPI, Kota Bandung, Kamis.
Menurutnya, jam matahari itu merupakan yang pertama kali ada di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia. Kehadiran jam matahari itu dinilai penting untuk mengingatkan pengetahuan masyarakat akan sejarah terciptanya penghitungan waktu.
Sementara itu, Kepala Museum Diknas Dr Leli Yulifar mengatakan waktu merupakan unsur yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sejak dulu. Sehingga, jam matahari merupakan simbol kehidupan manusia.
Menurutnya, jam matahari mengandung unsur kearifan lokal dengan menunjukkan istilah-istilah Sunda dalam penamaan waktunya. Selain itu, jam matahari itu bersifat inklusif, sehingga dapat dicoba oleh setiap orang, termasuk para disabilitas.
Ia mengaku pihaknya kini tengah mengembangkan jam matahari itu agar bisa dilihat secara digital. Karena jam matahari itu memiliki keterbatasan dengan kondisi cuaca, sehingga tidak bisa dicoba setiap saat.
"Dengan demikian, nanti kalau di sini hujan, pengunjung bisa dibawa ke tim multimedia," kata Leli.
Jam matahari tersebut berbentuk oval dengan penanda jam di sebagian sudutnya. Jam matahari itu tidak memiliki komponen penunjuk bayangan atau Gnomon, karena dirancang bisa melibatkan orang secara langsung untuk memunculkan bayangan.
Astronom perancang jam matahari, Dr Judhistira Aria Utama mengatakan jam matahari itu memiliki sejumlah tanda untuk menyesuaikan titik berdiri pengunjung sesuai dengan tinggi badannya.
Menurutnya, jam matahari hanya dapat menunjukkan waktu matahari sejati. Maka, untuk menyeragamkan waktunya perlu koreksi waktu yang disebut perata waktu atau Equation of Time.
"Waktu sundial merupakan waktu matahari sejati. Jika ingin melihat waktu secara persis, harus melihat petunjuk di sebelah sundial itu," kata Judhistira.
Baca juga: Mahasiswa UPI raih prestasi Program Indonesian International Student Mobility Awards
Baca juga: UPI selenggarakan KKN Tematik dukung Merdeka Belajar Kampus Merdeka
Baca juga: 130 mahasiswa UPI Ikuti studi dan proyek independen Kemdikbudristek
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Rektor UPI Prof Solehuddin mengatakan pengadaan jam matahari itu merupakan salah satu kegiatan revitalisasi Museum Diknas guna meningkatkan daya tarik pembelajaran bagi pengunjung.
"Sundial itu menjadi sumber pembelajaran secara hands on, secara langsung bisa dikunjungi oleh pengunjung dan dicoba," kata Solehuddin di Museum Diknas UPI, Kota Bandung, Kamis.
Menurutnya, jam matahari itu merupakan yang pertama kali ada di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia. Kehadiran jam matahari itu dinilai penting untuk mengingatkan pengetahuan masyarakat akan sejarah terciptanya penghitungan waktu.
Sementara itu, Kepala Museum Diknas Dr Leli Yulifar mengatakan waktu merupakan unsur yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sejak dulu. Sehingga, jam matahari merupakan simbol kehidupan manusia.
Menurutnya, jam matahari mengandung unsur kearifan lokal dengan menunjukkan istilah-istilah Sunda dalam penamaan waktunya. Selain itu, jam matahari itu bersifat inklusif, sehingga dapat dicoba oleh setiap orang, termasuk para disabilitas.
Ia mengaku pihaknya kini tengah mengembangkan jam matahari itu agar bisa dilihat secara digital. Karena jam matahari itu memiliki keterbatasan dengan kondisi cuaca, sehingga tidak bisa dicoba setiap saat.
"Dengan demikian, nanti kalau di sini hujan, pengunjung bisa dibawa ke tim multimedia," kata Leli.
Jam matahari tersebut berbentuk oval dengan penanda jam di sebagian sudutnya. Jam matahari itu tidak memiliki komponen penunjuk bayangan atau Gnomon, karena dirancang bisa melibatkan orang secara langsung untuk memunculkan bayangan.
Astronom perancang jam matahari, Dr Judhistira Aria Utama mengatakan jam matahari itu memiliki sejumlah tanda untuk menyesuaikan titik berdiri pengunjung sesuai dengan tinggi badannya.
Menurutnya, jam matahari hanya dapat menunjukkan waktu matahari sejati. Maka, untuk menyeragamkan waktunya perlu koreksi waktu yang disebut perata waktu atau Equation of Time.
"Waktu sundial merupakan waktu matahari sejati. Jika ingin melihat waktu secara persis, harus melihat petunjuk di sebelah sundial itu," kata Judhistira.
Baca juga: Mahasiswa UPI raih prestasi Program Indonesian International Student Mobility Awards
Baca juga: UPI selenggarakan KKN Tematik dukung Merdeka Belajar Kampus Merdeka
Baca juga: 130 mahasiswa UPI Ikuti studi dan proyek independen Kemdikbudristek
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021