Cirebon, 26/4 (ANTARA) - Ketua DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat H Anwar Asmali minta pemerintah segera menata sistem pergulaan nasional guna mencapai swasembada gula tahun 2014.

"Ibaratnya, pemerintah itu adalah orang tua. Maka kami mengadu agar sistem pergulaan nasional segera ditata," kata H Anwar Asmali di Cirebon, Selasa.

"Kami akan memantau dalam satu dua pekan ini. Apakah pemerintah berbuat, apa tidak (menata sistem pergulaan nasional)," katanya.

Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) Soemitro Samadikoen dalam rilisnya, menyikapi kondisi pergulaan tahun 2011 kaitannya dengan rencana swasembada gula tahun 2014.

Menurut Soemitro, DPN APTRI mengajak seluruh anggota (petani tebu) dan pihak-pihak yang terkait dengan hal ini untuk bergerak lebih proaktif sesuai bidang masing-masing agar target waktu swasembada gula 2014 dapat benar-benar terwujud.

Swasembada gula Nasional bukan impian, karena pada tahun 1929 dengan jumlah areal tebu 200.000 hektare dan jumlah pabrik gula 169, negara tercinta ini dapat menghasilkan produksi gula 3 juta ton. Hal ini setara dengan 15 ton gula per hektare (rata-rata), katanya.

Kini luas areal tebu tahun giling 2010 adalah 418.259 hektare dengan rincian 274.105 Ha ada di pulau Jawa sedang 144.154 Ha berada di luar Pulau Jawa.

Dengan rendemen nasional MG 2010 rata-rata 6,47 persen, gula nasional yang dihasilkan sebanyak 2.214.488 ton, berarti rata-rata poduksi hablur 5,3 ton/Ha. Dengan rincian produksi rata-rata di Pulau Jawa 5,0 ton/Ha dan di luar Pulau Jawa rata-rata 5,8 ton/Ha.

Petani mendapatkan bagi hasil gula 66 persen dari hablur yang dihasilkan, sehingga dengan mengambil perhitungan hasil rata-rata nasional maka pendapatan petani adalah 66 persen x 5,3 ton = 3,5 ton gula (dibulatkan) ditambah Tetes.

Dengan kondisi tersebut maka hasil kotor petani tebu adalah 3,5 ton gula x Rp.9100 + 3Kg Tetes x Rp 1.200 = Rp31.850.000 + Rp3.600.000 = Rp35.450.000 (kotor)/Ha per tahun. Dan bilamana dikurangi biaya budidaya sampai dengan tebang-angkut yang berkisar Rp30 juta sampai dengan Rp35 juta, maka hampir pasti petani menderita kerugian di musim giling tahun 2010.

Dengan jumlah produksi gula nasional yang sebanyak 2.214.488 ton, maka diperlukan tambahan pasokan yang diperoleh dengan cara pelaksanaan importasi.

Menurut dia, rencana swasembada gula 2014 sudah seharusnya menjadikan seluruh stakeholder pergulaan melakukan langkah langkah sinergi agar tidak ada satu pihakpun yang menjadi "penumpang gelap" dengan dalih mempersiapkan swasembada 2014 tetapi pada kenyataannya malah menjadi penghambat.
Ia mencontohkan, dibangunnya Pabrik Gula Rafinasi yang dalam perencanaannya akan membangun kebun tebu pada jangka waktu tertentu (5 tahun) dengan harapan pada tahun 2014 sudah "full" giling dengan bahan baku tebu, namun selama ini hanya mengimpor "raw sugar" untuk rafinasi yang dijual untuk konsumsi umum tanpa ada tanda-tanda penyiapan lahan tebu seperti yang dijanjikan seperti PT Makassar Tene dengan produk merek BOLA MANIS yang bahkan tidak hanya dipasarkan di Makassar (Sulawesi), bahkan diedarkan di Kalimantan dan hampir seluruh wilayah Indonesia Timur dengan menyediakan depo-depo.

Sehingga gula petani tidak bisa dipasarkan di wilayah tersebut dan mengakibatkan harga gula tani terus tertekan dan sampai saat ini menjelang musim giling 2011 harga gula tani hanya mencapai kisaran Rp8.500 per Kg.

Kedua, dihidupkannya Pabrik gula yang sudah mati karena kekurangan bahan baku dengan janji akan membangun kebun/menanam tebu untuk pemenuhan bahan bakunya namun ternyata pada kenyataannya selama ini hanya membeli tebu putus tanpa upaya menanam tebu serta melakukan impor "raw sugar" dengan dalih mengisi/memenuhi "idle capasity" yang selanjutnya hasil mengolah "raw sugar" tersebut dijual ke pasar untuk konsumsi umum, sebagaimana terjadi pada Pabrik Gula Cepiring yang dikelola oleh PT Industri Gula Nusantara (IGN).

Permasalahan ketiga, maraknya Pemerintah Daerah yang berlomba menarik investor untuk mendirikan Pabrik Gula Baru merupakan perihal yang harus dicermati agar jangan sampai di kelak kemudian hari Pabrik Gula tersebut justru hanya akan mengimpor "raw sugar" sebagai bahan bakunya.

Disamping itu, beberapa hal perlu mendapatkan perhatian serius terhadap impor "raw sugar" yang dilakukan oleh Pabrik Rafinasi yang seharusnya hanya untuk memenuhi kebutuhan industri makanan minuman, namun pada kenyataannya sebagian besar produksi gula rafinasi tersebut dijual kepasar konsumsi umum sebagaimana yang dilakukan oleh Pabrik Gula Rafinasi PT Makassar Tene, PT Permata Dunia Sukses Utama dan PT Duta Sugar Industri, bahkan beredar di Pulau Jawa yang merupakan sentra produksi Gula Tani Indonesia.

Penyediaan data stok gula awal tahun, selalu kurang akurat sehingga hal tersebut berakibat ditetapkannya pelaksanaan impor "white-sugar" dan "raw sugar" untuk "bufferstok" melebihi kebutuhan konsumsi yang sebenarnya.

Masih maraknya peyelundupan gula di perbatasan dengan Malaysia dan belum dilakukan tindakan tegas oleh yang berwenang, katanya.

Dampak langsung ke petani terjadi kelebihan pasokan gula konsumsi di seluruh pasar sehingga harga gula tani tertekan dan ini terbukti pada saat lelang terakir gula tani pada bulan Desember 2010 seharga Rp9.350 pe Kg, pada saat ini dimana musim giling 2011 di luar Jawa sudah mulai dan di Jawa segera mulai, gula tani dijual dengan harga Rp8.500 per Kg.

Terjadinya penurunan minat petani untuk budidaya tebu karena disisi lain dibebani biaya yang terus meningkat, rendemen yang terus menurun, dan paling penting harga gula saat ini menjelang panen raya terus menurun sementara komoditas pertanian yang lain lebih menjanjikan hasilnya.

Karena itu, DPN merekomendasi perlu segera Pemerintah menertibkan Pabrik Gula Rafinasi PT Makassar Tene, PT Permata Dunia Sukses Utama dan PT Duta Sugar Industri agar hanya memasarkan produknya sesuai peruntukannya yaitu industri makanan dan minuman dan segera menarik produknya dari peredaran pasar konsumsi, demikian juga terhadap produk Pabrik Gula Rafinasi yang lain.

"Bilamana hal ini tidak dilakukan maka petani tebu akan melakukan 'sweeping' langsung ke pasar-pasar tradisional," katanya.

Agar Pemerintah tidak memberikan izin impor "raw sugar" kepada PT IGN (Cepiring) dengan dalih mengisi idle kapasitas karena PT IGN tidak melakukan upaya pemenuhan bahan bakunya dari pengembangan tanaman tebu, dan pada saat yang sama sebagian besar produknya adalah hasil proses giling "raw sugar" yang keseluruhannya dijual ke pasar konsumsi langsung.

Agar kebijakan ini tidak mendorong investasi yang sama yaitu berlomba lomba mendirikan Pabrik Gula baru tanpa adanya persiapan kebun tebu yang memadai sesuai kapasitas giling pabrik, yang pada ujungnya hanya akan memenuhi kebutuhan bahan baku pabriknya dari impor "raw sugar".

Pemutahiran data stok gula oleh Pemerintah agar benar-benar akurat sehingga dapat menetapkan kebijakan yang tepat dalam penyediaan stok gula Nasional agar tidak merugikan petani tebu maupun konsumen.

Rekomendasi keempat, Pemerintah agar segera menetapkan harga dasar yang lebih bverpihak kepada petani dengan tetap mempertimbangkan biaya produksi serta harga jual kepada konsumen.

DPN juga minta Pemerintah agar segera melakukan tindakan tegas terhadap pelaku tindak pidana penyelundupan gula. ***5***

Yasad A

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011