Bandung, 25/3 (ANTARA) - Bank Jabar Banten (BJB) akan membentuk unit pengendalian gratifikasi dalam rangka mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme di tubuh bank pembangunan daerah itu.
"Unit pengendali gratifikasi akan segera dibentuk, awal April 2011 sudah bisa efektif mengawasi dan mengendalikan gratifikasi," kata Direktur Utama BJB H Agus Ruswendi seusai penanatanganan komitmen bersama program pengendalian gratifikasi (PPG) dan perluasan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK dengan BJB di Bandung, Jumat.
Agus menyebutkan, BJB telah menyiapkan tiga orang personil yang akan ditempatkan dalam Unit Pengedalian Gratifikasi bank itu. Selain itu pihaknya menyiapkan tugas pokok dan fungsinya agar bekerja efektif dan tepat sasaran.
Menurut Agus, unit tersebut akan bertugas menerima, memproses dan melaporkan gratifikasi kepada KPK. Proses pelaporan gratifikasi tersebut, sesuai dengan UU wajib dilaporkan paling lambat 30 hari.
Selain itu, BJB juga memperluas kewajiban melaporkan harta kekayaanya dari 77 orang pejabat BJB menjadi 900-an pejabat dan karyawan dalam rangka meningkatkan transpransi dan mendukung Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Sementara itu Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengapresiasi langkah BJB dalam mengendalikan gratifikasi dan memperluas kewajiban pelaporan harta kekayaan para pejabatnya itu.
"Gratifikasi bukan sesuatu yang dilarang, namun perlu dilaporkan karena sangat potensial mendorong praktik suap dan korupsi," kata Haryono.
Ia menyebutkan, institusi seperti perbankan sangat rentan terhadap gratifikasi yang mengarah suap dan korupsi. Untuk itu perlu adanya komitmen untuk menekan dan mengendalikan gratifikasi.
"Gratifikasi itu tidak bisa diukur oleh diri sendiri, harus dilaporkan ke KPK. Penetapan apakah itu gratifikasi atau tidak adalah wewenang KPK, tidak bisa menentukan sendiri. Demikian halnya menetapkan pemberian itu menjadi milik negara atau pribadi juga oleh KPK," kata Haryono Umar.
Menurut dia, pelaporan gratifikasi di suatu instansi tidak perlu langsung ke KPK namun pelaporan bisa dilakukan melalui unit atau satuan pengawas internal (SPI) di masing-masing institusi dengan ketentuan maksimal 30 hari.
Syarif A
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011
"Unit pengendali gratifikasi akan segera dibentuk, awal April 2011 sudah bisa efektif mengawasi dan mengendalikan gratifikasi," kata Direktur Utama BJB H Agus Ruswendi seusai penanatanganan komitmen bersama program pengendalian gratifikasi (PPG) dan perluasan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK dengan BJB di Bandung, Jumat.
Agus menyebutkan, BJB telah menyiapkan tiga orang personil yang akan ditempatkan dalam Unit Pengedalian Gratifikasi bank itu. Selain itu pihaknya menyiapkan tugas pokok dan fungsinya agar bekerja efektif dan tepat sasaran.
Menurut Agus, unit tersebut akan bertugas menerima, memproses dan melaporkan gratifikasi kepada KPK. Proses pelaporan gratifikasi tersebut, sesuai dengan UU wajib dilaporkan paling lambat 30 hari.
Selain itu, BJB juga memperluas kewajiban melaporkan harta kekayaanya dari 77 orang pejabat BJB menjadi 900-an pejabat dan karyawan dalam rangka meningkatkan transpransi dan mendukung Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Sementara itu Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengapresiasi langkah BJB dalam mengendalikan gratifikasi dan memperluas kewajiban pelaporan harta kekayaan para pejabatnya itu.
"Gratifikasi bukan sesuatu yang dilarang, namun perlu dilaporkan karena sangat potensial mendorong praktik suap dan korupsi," kata Haryono.
Ia menyebutkan, institusi seperti perbankan sangat rentan terhadap gratifikasi yang mengarah suap dan korupsi. Untuk itu perlu adanya komitmen untuk menekan dan mengendalikan gratifikasi.
"Gratifikasi itu tidak bisa diukur oleh diri sendiri, harus dilaporkan ke KPK. Penetapan apakah itu gratifikasi atau tidak adalah wewenang KPK, tidak bisa menentukan sendiri. Demikian halnya menetapkan pemberian itu menjadi milik negara atau pribadi juga oleh KPK," kata Haryono Umar.
Menurut dia, pelaporan gratifikasi di suatu instansi tidak perlu langsung ke KPK namun pelaporan bisa dilakukan melalui unit atau satuan pengawas internal (SPI) di masing-masing institusi dengan ketentuan maksimal 30 hari.
Syarif A
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011