Bandung, 21/1 (ANTARA) - Para pengrajin batu bata di kawasan Kabupaten Bandung bagian selatan mengeluhkan kelangkaan sekam yang mengakibatkan kesulitan untuk membakar batu bata produksinya.

"Sudah hampir tiga minggu ini sekam langka, kalaupun ada, harganya tinggi dan pasokannya terbatas," kata Aep (50) salah seorang pemilik lio atau pabrik bata di Desa Sumbersari Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung, Jumat.

Menurut Aep, harga sekam untuk membakar batu bata naik dari Rp4.000 per karung saat ini mencapai Rp6.000 hingga Rp6.500 per karung.

Akibatnya, mereka terpaksa menaikan harga jual batu bata dari Rp300 menjadi Rp450 per buah. Bahkan di tingkat pedagang bahan bangunan harga batu bata mencapai harga Rp500 per buah.

"Kami tidak bisa berbuat banyak, saat sekam langka dan harganya mahal, harga batu bata kami naikkan. Memang kenaikannya luar biasa, namun itulah harga pokok produksi kami," kata Aep.

Ia menyebutkan, kelangkaan sekam untuk membakar batu bata akibat tidak adanya panen padi di wilayah Bandung dan sekitarnya. Demikian halnya di Cianjur, Sumedang dan Garut yang selama ini biasanya memasok sekam untuk para pengrajin bata di sana.

Selain itu, mereka juga harus berebut dengan para peternak ayam pedaging yang juga membutuhkan sekam ukuran besar untuk alas kandang ayam mereka.

"Kami berebut, terkadang kami kalah order dengan peternak ayam. Mereka lebih berani beli di muka," kata Komar (48), pengrajin batu bata lainnya di Bojongsoang.

Akibatnya banyak pengrajin bata yang belum bisa melakukan pembakaran batanya sehingga tidak bisa dijual. Untuk membakar sebanyak 20.000 batu bata, biasanya dibutuhkan sekitar 200 karung sekam.

"Beberapa pengrajin bata terpaksa membeli sekam bekas kotoran ayam, biasanya sekam itu juga untuk pupuk sayuran. Namun lebih boros dan harganya lebih mahal," kata Komar.

Sekarung sekam bekas media alas kandang ayam pedaging itu dijual Rp4.500 per karung. Karena lebih boros, pembakaran yang biasanya 200 karung sekam biasa dengan sekam bekas kandang ayam dibutuhkan 250 karung.

Hal itu jelas tidak menguntungkan bagi para pengrajin batu bata yang memang margin keuntungannya sangat tipis meski mereka menaikan harga jual batu batu sekitar Rp150 per buah.

"Ini kenaikan batu bata tertinggi, biasanya di toko bahan bangunan harga batu bata Rp320 hingga Rp350 per buah. Kini semuanya rata Rp500 per buah hingga ke rumah pembeli," kata Aep.

Akibat kelangkaan batu bata itu, stok batu bata di toko bahan bangunan banyak yang kosong. Sedangkan permintaan dari konsumen masih cukup tinggi. Terkadang konsumen terpaksa membeli batu bata dengan harga mahal itu karena tanggung membutuhkan untuk pembangunan rumah.

"Saya tidak tahu apakah harga bata merah akan turun lagi atau tetap. Kalaupun turun mungkin tidak akan kembali ke harga semula," kata Aep.

Sementara itu sentra pembuatan batu bata di kawasan Kabupaten Bandung bagian selatan berada di sepanjang aliran Sungai Citarum yakni di Ciparay, Bojongsoang, Majalaya dan Cikawao.

Produksi batu bata dari daerah itu memasok kebutuhan batu bata di Kota Bandung dan sekitarnya. Meski sebagian sudah beralih ke batako, namun pengrajin batu bata dari tanah tetap eksis meski keuntungan mereka sangat kecil.

"Rata-rata kami tidak punya angkutan sendiri sehingga harus menggunakan truk atau gerobak orang lain. Akibatnya keuntungan kami tipis," kata Komar menambahkan.

Syarif A

Pewarta:

Editor : Irawan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2011