Pembangunan masjid dan menara Kujang di kawasan Jatigede, di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, dimaksudkan sebagai "kadeudeuh" bagi warga yang rumahnya tergenang air waduk dan harus pindah ke tempat lain
“Pengembangan pariwisata Jatigede adalah ‘kompensasi’ bagi warga Sumedang yang harus pindah akibat pembangunan infrastruktur (waduk Jatigede),” kata Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil atau Kang Emil, di Bandung, Selasa.
Menurutnya, pembangunan pariwisata akan menghidupkan perekonomian daerah di mana saat ini warga setempat relatif tidak menikmati kehadiran waduk tersebut kecuali pemandangan indahnya saja.
“Nanti akan hadir ribuan lowongan kerja di KEK pariwisata, jika disetujui (pemerintah pusat),” kata Gubernur Jabar.
Sekretaris Daerah Kabupaten Sumedang Herman Suryatman mengungkap bahwa ide pembangunan masjid dan menara kujang merupakan rencana lama yang muncul sebelum pandemi COVID-19.
Menurutnya, proyek nasional Waduk Jatigede prosesnya berjalan selama puluhan tahun mulai dari rencana 1963, ganti rugi lahan yang memakan energi besar masyarakat, hingga dampak sosial seperti kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian.
Kini setelah waduk itu jadi, warga 52 desa di lima kecamatan yang menjadi lokasi waduk tidak mendapatkan manfaat apa-apa.
“Masyarakat sekitar Jatigede layak mendapatkan ini sebagai ganti atas pengorbanan mereka,” katanya.
Waduk Jatigede sungguh ironis karena benefitnya seperti pengairan, pengendali banjir, dan listrik justru dinikmati warga di luar Sumedang seperti Majalengka, Indramayu, Cirebon.
Sementara saat ini warga sekitar Jatigede masih terkategori daerah tertinggal.
“Sumedang sendiri tidak dapat apa- apa. Air baku tidak ada, keramba jaring terapung tidak boleh. Jatigede itu kantong kemiskinan, tugas kami menyejahterakan rakyat. Kami perlu terobosan dan diferensiasi, satu- satunya solusi menanggulangi kemiskinan (di Jatigede) itu pariwisata,” katanya.
Sekda memahami ada suara berbeda dari masyarakat yang menganggap tidak sensitif dengan keadaan saat ini.
Namun, ia meminta masyarakat memahaminya dengan lebih komprehensif dan rasional.
Menurutnya, pandemi COVID-19 memang menjadi masalah utama saat ini tapi bukan berarti pembangunan infrastruktur pariwisata berhenti.
Pembangunan dari sekarang adalan ancang- ancang Sumedang untuk menyongsong kehidupan setelah pandemi.
“Pascapandemi nanti akan ada booming pariwisata. Karena masyarakat seperti ‘kuda leupas tina gedogan’, kita harus siap,” kata Herman.
Konsep wisata di Jatigede sendiri akan menggabungkan aspek religi melalui masjid, budaya melalui menara kujang, serta sentuhan teknologi informasi melalui jehadiran museum Jatigede.
Saat ini, proyek senilai Rp100 miliar dari bantuan keuangan Pemda Provinsi Jabar sedang memasuki tahap lelang dan akan mulai dibangun Juni 2021.
Selain mengidekan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang mendesain menara kujang dan masjid tersebut.
Baca juga: Gubernur Jawa Barat: Jatigede harus geliatkan ekonomi masyarakat Sumedang
Baca juga: Polisi Air Sumedang tingkatkan patroli prokes di wisata Jatigede
Baca juga: Wabah COVID-19 hambat pembangunan proyek PLTA Jatigede
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
“Pengembangan pariwisata Jatigede adalah ‘kompensasi’ bagi warga Sumedang yang harus pindah akibat pembangunan infrastruktur (waduk Jatigede),” kata Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil atau Kang Emil, di Bandung, Selasa.
Menurutnya, pembangunan pariwisata akan menghidupkan perekonomian daerah di mana saat ini warga setempat relatif tidak menikmati kehadiran waduk tersebut kecuali pemandangan indahnya saja.
“Nanti akan hadir ribuan lowongan kerja di KEK pariwisata, jika disetujui (pemerintah pusat),” kata Gubernur Jabar.
Sekretaris Daerah Kabupaten Sumedang Herman Suryatman mengungkap bahwa ide pembangunan masjid dan menara kujang merupakan rencana lama yang muncul sebelum pandemi COVID-19.
Menurutnya, proyek nasional Waduk Jatigede prosesnya berjalan selama puluhan tahun mulai dari rencana 1963, ganti rugi lahan yang memakan energi besar masyarakat, hingga dampak sosial seperti kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian.
Kini setelah waduk itu jadi, warga 52 desa di lima kecamatan yang menjadi lokasi waduk tidak mendapatkan manfaat apa-apa.
“Masyarakat sekitar Jatigede layak mendapatkan ini sebagai ganti atas pengorbanan mereka,” katanya.
Waduk Jatigede sungguh ironis karena benefitnya seperti pengairan, pengendali banjir, dan listrik justru dinikmati warga di luar Sumedang seperti Majalengka, Indramayu, Cirebon.
Sementara saat ini warga sekitar Jatigede masih terkategori daerah tertinggal.
“Sumedang sendiri tidak dapat apa- apa. Air baku tidak ada, keramba jaring terapung tidak boleh. Jatigede itu kantong kemiskinan, tugas kami menyejahterakan rakyat. Kami perlu terobosan dan diferensiasi, satu- satunya solusi menanggulangi kemiskinan (di Jatigede) itu pariwisata,” katanya.
Sekda memahami ada suara berbeda dari masyarakat yang menganggap tidak sensitif dengan keadaan saat ini.
Namun, ia meminta masyarakat memahaminya dengan lebih komprehensif dan rasional.
Menurutnya, pandemi COVID-19 memang menjadi masalah utama saat ini tapi bukan berarti pembangunan infrastruktur pariwisata berhenti.
Pembangunan dari sekarang adalan ancang- ancang Sumedang untuk menyongsong kehidupan setelah pandemi.
“Pascapandemi nanti akan ada booming pariwisata. Karena masyarakat seperti ‘kuda leupas tina gedogan’, kita harus siap,” kata Herman.
Konsep wisata di Jatigede sendiri akan menggabungkan aspek religi melalui masjid, budaya melalui menara kujang, serta sentuhan teknologi informasi melalui jehadiran museum Jatigede.
Saat ini, proyek senilai Rp100 miliar dari bantuan keuangan Pemda Provinsi Jabar sedang memasuki tahap lelang dan akan mulai dibangun Juni 2021.
Selain mengidekan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang mendesain menara kujang dan masjid tersebut.
Baca juga: Gubernur Jawa Barat: Jatigede harus geliatkan ekonomi masyarakat Sumedang
Baca juga: Polisi Air Sumedang tingkatkan patroli prokes di wisata Jatigede
Baca juga: Wabah COVID-19 hambat pembangunan proyek PLTA Jatigede
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021