Direktur Pusat Kajian Politik FISIP Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan perlu ada atensi khusus dari Kementerian PAN RB, Badan Kepegawaian Negara, dan Komisi Aparatur Sipil Negara yang berkoordinasi dengan KPK terkait 75 pegawai KPK.
"Perlu ada pembinaan kepegawaian yang khusus dan berbeda dengan kementerian atau lembaga lain untuk dapat diterapkan oleh KPK," kata Aditya Perdana dalam keterangannya, Kamis.
Ia berharap semoga dalam waktu dekat, polemik alih status kepegawaian dapat dituntaskan dan KPK dapat bekerja maksimal lagi tanpa gangguan berarti.
Ia mengatakan pernyataan Presiden Jokowi merespons wacana publik terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK patut diapresiasi dengan baik. Pandangan Presiden secara eksplisit menegaskan bahwa perlu ada pembenahan organisasi dalam tubuh KPK dengan cara membenahi proses alih status kepegawaian secara tepat, termasuk 75 pegawai yang menjadi polemik saat ini.
Semua itu merupakan pekerjaan rumah bagi KPK dalam pembenahan organisasi internal. Hal itu menjadi penting dan serius seiring dengan amanat UU KPK Nomor 19/2019. "Kita memahami bahwa produk UU itu menimbulkan kontroversial dan sudah diperkuat dalam keputusan MK terbaru, namun semua elemen internal KPK ga harus mendukung sepenuhnya perubahan kelembagaan tersebut," katanya.
"Publik luas akan punya kepentingan terhadap upaya penguatan kelembagaan KPK. Namun, apabila secara internal KPK terus kesulitan melakukan pembenahan organisasi dan SDM akibat proses konflik, maka harapan publik tentu sulit dipenuhi," ujarnya.
Ia mengatakan sebagai bagian dari organisasi birokrasi yang terbilang khusus ini, seluruh pegawai KPK dituntut menjadi satu kesatuan gerak organisasi yang dapat menuntaskan berbagai kasus korupsi yang semakin marak.
"Apabila ketidakharmonisan hubungan personal dan individu yang ditunjukkan dalam polemik alih status pegawai ini terus berlanjut, maka pihak yang tidak senang dengan kehadiran KPK dapat tersenyum bahagia," katanya.
Apalagi polemik alih status kepegawaian ini sudah mencuat luas, maka dapat mengganggu kinerja KPKi. Terakhir 75 pegawai KPK mengadu kepada Ombudsman terkait malaadministrasi alih status kepegawaian.
"Saya sepakat dengan pandangan Ombudsman bahwa proses ini dapat dilakukan tanpa kegaduhan agar kesepakatan nantinya diterima oleh semua pihak yang sedang berkonflik. Artinya 75 orang pegawai KPK dapat menjaga dengan baik proses pengaduan yang mereka ajukan tersebut demi kepentingan KPK secara kelembagaan," ujarnya.
Baca juga: Presiden: 75 pegawai KPK bisa ikuti pendidikan wawasan kebangsaan
Baca juga: Presiden Jokowi tegaskan TWK bukan dasar pemberhentian 75 pegawai KPK
Baca juga: Pakar Hukum: Penonaktifan 75 pegawai KPK sebagai pelaksanaan Undang-Undang
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Perlu ada pembinaan kepegawaian yang khusus dan berbeda dengan kementerian atau lembaga lain untuk dapat diterapkan oleh KPK," kata Aditya Perdana dalam keterangannya, Kamis.
Ia berharap semoga dalam waktu dekat, polemik alih status kepegawaian dapat dituntaskan dan KPK dapat bekerja maksimal lagi tanpa gangguan berarti.
Ia mengatakan pernyataan Presiden Jokowi merespons wacana publik terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK patut diapresiasi dengan baik. Pandangan Presiden secara eksplisit menegaskan bahwa perlu ada pembenahan organisasi dalam tubuh KPK dengan cara membenahi proses alih status kepegawaian secara tepat, termasuk 75 pegawai yang menjadi polemik saat ini.
Semua itu merupakan pekerjaan rumah bagi KPK dalam pembenahan organisasi internal. Hal itu menjadi penting dan serius seiring dengan amanat UU KPK Nomor 19/2019. "Kita memahami bahwa produk UU itu menimbulkan kontroversial dan sudah diperkuat dalam keputusan MK terbaru, namun semua elemen internal KPK ga harus mendukung sepenuhnya perubahan kelembagaan tersebut," katanya.
"Publik luas akan punya kepentingan terhadap upaya penguatan kelembagaan KPK. Namun, apabila secara internal KPK terus kesulitan melakukan pembenahan organisasi dan SDM akibat proses konflik, maka harapan publik tentu sulit dipenuhi," ujarnya.
Ia mengatakan sebagai bagian dari organisasi birokrasi yang terbilang khusus ini, seluruh pegawai KPK dituntut menjadi satu kesatuan gerak organisasi yang dapat menuntaskan berbagai kasus korupsi yang semakin marak.
"Apabila ketidakharmonisan hubungan personal dan individu yang ditunjukkan dalam polemik alih status pegawai ini terus berlanjut, maka pihak yang tidak senang dengan kehadiran KPK dapat tersenyum bahagia," katanya.
Apalagi polemik alih status kepegawaian ini sudah mencuat luas, maka dapat mengganggu kinerja KPKi. Terakhir 75 pegawai KPK mengadu kepada Ombudsman terkait malaadministrasi alih status kepegawaian.
"Saya sepakat dengan pandangan Ombudsman bahwa proses ini dapat dilakukan tanpa kegaduhan agar kesepakatan nantinya diterima oleh semua pihak yang sedang berkonflik. Artinya 75 orang pegawai KPK dapat menjaga dengan baik proses pengaduan yang mereka ajukan tersebut demi kepentingan KPK secara kelembagaan," ujarnya.
Baca juga: Presiden: 75 pegawai KPK bisa ikuti pendidikan wawasan kebangsaan
Baca juga: Presiden Jokowi tegaskan TWK bukan dasar pemberhentian 75 pegawai KPK
Baca juga: Pakar Hukum: Penonaktifan 75 pegawai KPK sebagai pelaksanaan Undang-Undang
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021