Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengusut hilangnya nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari di Kamus Sejarah Indonesia.
Ketua DPW PSI Jawa Timur M Teguh Cahyadin yang juga cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama KH Wahab Chasbullah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, menyesalkan kasus hilangnya nama KH Hasyim Asy'ari dalam draft Kamus Sejarah yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Saya tahu, buku ini disusun pada tahun 2017, ketika Mas Menteri Nadiem belum menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tepatnya pada masa Pak Muhadjir Effendy. Namun harus tetap diusut siapa penanggung jawabnya, siapa tim penyusunnya, agar tidak terjadi lagi di kemudian hari," katanya.
Pria yang biasa disapa Gus Din ini mengatakan KH Hasyim Asy'ari bukan hanya tokoh NU, tapi juga tokoh bangsa. Menghilangkan peran dan namanya artinya juga mempertanyakan ke-Indonesiaan sebagai sebuah bangsa.
"Saya sangat menyesalkan kejadian ini, saya sebagai bagian dari keluarga besar NU juga merasa terkejut. Kamus itu akan menjadi kamus resmi yang menjadi rujukan semua peserta didik dan peneliti, bisa-bisanya pendiri NU hilang di kamus sejarah tersebut," ujarnya.
Meski sudah ada klarifikasi dari Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI bahwa buku ini masih merupakan draft yang belum diterbitkan, Gus Din justeru melihat ada keanehan.
"Bagaimana draf buku sudah beredar di tengah masyarakat. Pasti ada oknum di internal Kemendikbud yang membocorkan draft buku ini. Oleh karena itu saya usulkan agar Mas Nadiem Makarim mengusut tuntas jika ada oknum yang secara sengaja melakukan hal tersebut. Saya percaya Mas Nadiem bisa menyelesaikan dan mengusut tuntas insiden ini," tutur Gus Din.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan bahwa tidak ada niat untuk menghilangkan peran pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asy’ari dalam kamus sejarah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Ketua DPW PSI Jawa Timur M Teguh Cahyadin yang juga cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama KH Wahab Chasbullah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, menyesalkan kasus hilangnya nama KH Hasyim Asy'ari dalam draft Kamus Sejarah yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Saya tahu, buku ini disusun pada tahun 2017, ketika Mas Menteri Nadiem belum menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tepatnya pada masa Pak Muhadjir Effendy. Namun harus tetap diusut siapa penanggung jawabnya, siapa tim penyusunnya, agar tidak terjadi lagi di kemudian hari," katanya.
Pria yang biasa disapa Gus Din ini mengatakan KH Hasyim Asy'ari bukan hanya tokoh NU, tapi juga tokoh bangsa. Menghilangkan peran dan namanya artinya juga mempertanyakan ke-Indonesiaan sebagai sebuah bangsa.
"Saya sangat menyesalkan kejadian ini, saya sebagai bagian dari keluarga besar NU juga merasa terkejut. Kamus itu akan menjadi kamus resmi yang menjadi rujukan semua peserta didik dan peneliti, bisa-bisanya pendiri NU hilang di kamus sejarah tersebut," ujarnya.
Meski sudah ada klarifikasi dari Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI bahwa buku ini masih merupakan draft yang belum diterbitkan, Gus Din justeru melihat ada keanehan.
"Bagaimana draf buku sudah beredar di tengah masyarakat. Pasti ada oknum di internal Kemendikbud yang membocorkan draft buku ini. Oleh karena itu saya usulkan agar Mas Nadiem Makarim mengusut tuntas jika ada oknum yang secara sengaja melakukan hal tersebut. Saya percaya Mas Nadiem bisa menyelesaikan dan mengusut tuntas insiden ini," tutur Gus Din.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan bahwa tidak ada niat untuk menghilangkan peran pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asy’ari dalam kamus sejarah.
"Kesimpulannya, terjadi keteledoran yang mana naskah yang belum siap kemudian diunggah ke laman Rumah Belajar. Tidak ada niat untuk menghilangkan KH Hasyim Asy’ari sebagai tokoh sejarah dalam buku tersebut," ujar Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid dalam taklimat media di Jakarta, Selasa (20/4).
Dia menjelaskan bahwa di dalam buku yang sama juga terdapat peran dari KH Hasyim Asy’ari yang ada dalam bagian pendiri NU. Peran KH Hasyim Asy’ari disebutkan di dalam halaman lain, hanya tidak ada di dalam lema atau entry.
"Jadi, narasi menghilangkan peran KH Hasyim Asy’ari itu tidak benar. Kami mengakui memang ada kesalahan teknis dan kami memohon maaf. Kesalahan itu seharusnya tidak perlu terjadi," jelas dia.
Baca juga: Pakar: Menggali Sejarah Pergerakkan Islam Perlu Diperkuat
Baca juga: Tahun baru 1 Muharram, beragam tradisi muslim dunia merayakannya
Baca juga: Erick Thohir: Museum sejarah Rasulullah SAW jadi pengingat Islam itu damai
Baca juga: Pakar: Menggali Sejarah Pergerakkan Islam Perlu Diperkuat
Baca juga: Tahun baru 1 Muharram, beragam tradisi muslim dunia merayakannya
Baca juga: Erick Thohir: Museum sejarah Rasulullah SAW jadi pengingat Islam itu damai
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021