Depok, 31/7 (ANTARA) - Dana sosial yang berhasil dihimpun Dompet Dhuafa Republika setelah 10 tahun berdiri telah mencapai Rp152 miliar, kata mantan pendiri lembaga nirlaba tersebut, H.Erie Sudewo.

"Saat 10 tahun lalu saya mendirikan lembaga tersebut, dana awalnya hanya Rp400 ribu. Lembaga ini juga sering diremehkan orang. Tapi sekarang lembaga ini menjadi lembaga swadaya masyarakat terbesar di Indonesia dan telah banyak memberikan bantuan sosial kepada masyarakat tak mampu," kata Erie pada acara seminar "Temu Etos Nasional : 'Social Enterpreuner' untuk Indonesia" di kampus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia di Depok, Sabtu.

Seminar tersebut dihadiri para mahasiswa penerima beasiswa dari Dompet Dhuafa Republika.

Pada kesempatan itu, Erie tampil sebagai pembicara bersama Ahmad Baedowy, yang merupakan seorang wirausaha muda bidang pengelolaan sampah dengan omzet puluhan juta rupiah per bulannya.

Dikatakan Erie, banyak bantuan yang telah disalurkan lembaga nirlaba ini kepada masyarakat ,antara lain melalui program bea siswa kepada para mahasiswa yang disebut dengan Bea Studi Etos. Saat ini tercatat sebanyak 135 penerima bea siswa yang merupakan mahasiswa tidak mampu dari 11 perguruan tinggi di Indonesia.

"Tidak itu saja, malah ada LSM lainnya juga meminta bantuan dana dari Dompet Dhuafa. Ini membuktikan betapa lembaga ini tidak lagi dipandang remeh oleh masyarakat. Kepercayaan masyarakat juga makin tinggi karena pengelolaan dana sosial di Dompet Dhuafa dilakukan sangat baik dan transparan," kata dia.

Sementara itu, wirausahawan muda Ahmad Baedowy (35) pada kesempatan itu menceritakan pengalaman jatuh bangunnya dalam mendirikan perusahaan pengelolaan sampah plastik , sekaligus pembuat mesin pencacah sampah plastik.

Usaha pengolahan sampah plastik yang dirintis Baedowy sejak tahun 2000 tersebut sempat hampir bangkrut karena mesin pencacah limbah plastik yang dibelinya dari China mengalami kerusakan yang mengakibatkan proses pengolahan biji plastik terhenti, sementara dia tak mampu membeli mesin baru.

Namun, kata dia, "bencana" tersebut ternyata membawa hikmah tersendiri karena dia terpaksa belajar untuk memperbaiki sendiri mesin tersebut sekaligus mengenali kelemahan-kelemahan mesin produksi China tersebut.

Kemampuannya dalam memperbaiki kerusakan mesin pencacah plastik itu makin lama makin berkembang, sehingga pada akhirnya dia malah mampu memproduksi sendiri mesin pencacah limbah plastik yang jauh lebih baik dibanding produk impor dari China.

Dikatakan bahwa bisnis pengolahan sampah plastik menjadi biji plastik dan penjualan mesin pencacah sampah plastik tersebut saat ini telah menghasilkan omset sebesar Rp1,8 miliar per tahun serta melibatkan banyak mitra dan tenaga kerja.

"Saya berharap para mahasiswa yang telah menerima beasiswa Dompet Dhuafa ini nantinya juga mau berwirausaha dan membuka lapangan kerja yang luas untuk masyarakat," kata dia.

Yuri A

Pewarta:

Editor : Teguh Handoko


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010