Kalangan petani padi yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani di Desa Panguragan Kulon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada musim hujan kali ini harus mengalami gagal tanam sebanyak empat kali, karena tanaman padi mereka mati terendam banjir.
"Kami sudah empat kali menanam, karena rusak akibat banjir yang terjadi pada Januari sampai Februari," kata Ketua Gapoktan Sri Jaya Makmur Desa Panguragan Kulon Amrin di Cirebon, Rabu.
Menurutnya, gagal tanam yang dialami sebagian besar anggota kelompoknya, karena banjir yang merendam di areal persawahan mereka cukup lama, sehingga membuat tanaman padi membusuk dan mati.
Kejadian itu tidak hanya sekali dialami, namun sampai empat kali, kondisi tersebut membuat para petani terpaksa menanam ulang dan tentu harus mengeluarkan biaya lagi.
"Kalau tanam ulang, kita harus mengeluarkan biaya cukup besar yaitu Rp2,5 juta per hektare," tuturnya.
Para petani memang sudah menyadari, bahwa areal persawahan di daerahnya sering mengalami banjir ketika musim hujan, dan kekeringan ketika musim kemarau.
Untuk itu hampir 90 persen petani mengikuti program asuransi usaha tani padi (AUTP), meskipun juga tidak bisa menutup kerugian mereka.
"Cuaca ekstrem seperti saat ini membuat kita merugi. Persawahan di sini ketika musim hujan kebanjiran, kalau musim kemarau ini kekeringan, untuk itu hampir 80-90 persen petani ikut asuransi. Tapi klaim asuransi ini cuman sekali dalam satu musim," katanya.
Sementara Plt Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Wasman mengatakan hingga bulan Februari 2021 total areal persawahan yang terendam banjir seluas 6.800 hektare, 3.074 hektare di antaranya mengalami gagal tanam dan sisanya bisa diselamatkan.
"Yang sampai gagal tanam itu mencapai 3.074 hektare areal persawahan," katanya.
Baca juga: Tanaman padi seluas 3.074 hektare di Cirebon gagal tanam
Baca juga: Banjir Cirebon akibatkan 5.287 hektare padi terancam puso
Baca juga: 833 hektare areal sawah di Cirebon terendam banjir
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Kami sudah empat kali menanam, karena rusak akibat banjir yang terjadi pada Januari sampai Februari," kata Ketua Gapoktan Sri Jaya Makmur Desa Panguragan Kulon Amrin di Cirebon, Rabu.
Menurutnya, gagal tanam yang dialami sebagian besar anggota kelompoknya, karena banjir yang merendam di areal persawahan mereka cukup lama, sehingga membuat tanaman padi membusuk dan mati.
Kejadian itu tidak hanya sekali dialami, namun sampai empat kali, kondisi tersebut membuat para petani terpaksa menanam ulang dan tentu harus mengeluarkan biaya lagi.
"Kalau tanam ulang, kita harus mengeluarkan biaya cukup besar yaitu Rp2,5 juta per hektare," tuturnya.
Para petani memang sudah menyadari, bahwa areal persawahan di daerahnya sering mengalami banjir ketika musim hujan, dan kekeringan ketika musim kemarau.
Untuk itu hampir 90 persen petani mengikuti program asuransi usaha tani padi (AUTP), meskipun juga tidak bisa menutup kerugian mereka.
"Cuaca ekstrem seperti saat ini membuat kita merugi. Persawahan di sini ketika musim hujan kebanjiran, kalau musim kemarau ini kekeringan, untuk itu hampir 80-90 persen petani ikut asuransi. Tapi klaim asuransi ini cuman sekali dalam satu musim," katanya.
Sementara Plt Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Wasman mengatakan hingga bulan Februari 2021 total areal persawahan yang terendam banjir seluas 6.800 hektare, 3.074 hektare di antaranya mengalami gagal tanam dan sisanya bisa diselamatkan.
"Yang sampai gagal tanam itu mencapai 3.074 hektare areal persawahan," katanya.
Baca juga: Tanaman padi seluas 3.074 hektare di Cirebon gagal tanam
Baca juga: Banjir Cirebon akibatkan 5.287 hektare padi terancam puso
Baca juga: 833 hektare areal sawah di Cirebon terendam banjir
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021