PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memperkenalkan platform perdagangan elektronik (electronic trading platform/ETP) untuk perdagangan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) di pasar sekunder.
Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi mengatakan, sebelumnya BEI juga sudah mengembangkan ETP untuk perdagangan EBUS di pasar sekunder, namun ETP tahap pertama tersebut masih sangat sederhana dan fasilitasnya pun terbatas. Setelah satu tahun melakukan pengembangan, BEI meluncurkan ETP Tahap II yang diberi nama Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif atau SPPA.
"SPPA telah didesain sedemikian rupa untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku pasar EBUS di Indonesia, dengan harapan dapat meningkatkan likuiditas dan efisiensi pasar EBUS Indonesia," ujar Hasan saat jumpa pers secara daring di Jakarta, Senin.
Pada 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.04/2019 tentang Penyelenggara Pasar Alternatif (PPA). Berdasarkan POJK tersebut, BEI telah ditetapkan oleh OJK untuk dapat bertindak sebagai PPA.
Sebagai PPA, BEI memiliki peluang mengembangkan bisnisnya tidak hanya sebagai penyelenggara perdagangan bursa, namun juga sebagai penyelenggara perdagangan di luar bursa. BEI menyambut dengan baik terkait ditetapkannya sebagai PPA dan mengambil inisiatif strategis dengan mengembangkan ETP untuk perdagangan EBUS di pasar sekunder.
Hasan menyampaikan bahwa BEI telah banyak berdiskusi dengan Perhimpunan Pedagang Surat Utang Negara (HIMDASUN) dan pelaku pasar untuk mengidentifikasi kebutuhan bisnis dan merancang spesifikasi SPPA.
"BEI juga menggandeng penyedia solusi perdagangan surat utang global, yaitu Axe Trading yang berbasis di Eropa, untuk mengembangkan SPPA agar sistem yang kami kembangkan ini adalah sistem yang applicable sesuai best practice yang ada dan user-friendly,” kata Hasan.
Sampai saat ini, terdapat 20 pelaku pasar EBUS Indonesia yang sudah menjadi pengguna jasa SPPA. Sebanyak 17 dari 20 dealer utama Surat Utang Negara (SUN) telah menjadi pengguna jasa SPPA dan dapat mulai memanfaatkan SPPA sebagai platform perdagangan EBUS.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan, 20 pelaku yang sudah menjadi pengguna jasa SPPA tersebut adalah pelaku yang mengikuti program percontohan SPPA.
"Peserta program piloting sudah mengikuti pelatihan penggunaan SPPA dan melakukan simulasi pasar bersama dengan tujuan familiarisasi penggunaan dan pemahaman SPPA," ujar Laksono.
Selain meluncurkan SPPA, BEI juga menerbitkan empat buah peraturan PPA, yaitu Peraturan Penetapan Efek yang Dapat Diperdagangkan di SPPA, Peraturan Perdagangan Efek Melalui SPPA, Peraturan Pengguna Jasa SPPA, dan Peraturan Pengawasan Perdagangan Melalui SPPA.
Dengan sistem yang andal dan empat peraturan tersebut, PPA diharapkan dapat menyelenggarakan perdagangan EBUS di pasar sekunder secara teratur, wajar, dan efisien. BEI optimis, dengan perannya sebagai PPA, BEI dapat mendukung terciptanya pasar EBUS yang lebih efisien dan likuid.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi mengatakan, sebelumnya BEI juga sudah mengembangkan ETP untuk perdagangan EBUS di pasar sekunder, namun ETP tahap pertama tersebut masih sangat sederhana dan fasilitasnya pun terbatas. Setelah satu tahun melakukan pengembangan, BEI meluncurkan ETP Tahap II yang diberi nama Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif atau SPPA.
"SPPA telah didesain sedemikian rupa untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku pasar EBUS di Indonesia, dengan harapan dapat meningkatkan likuiditas dan efisiensi pasar EBUS Indonesia," ujar Hasan saat jumpa pers secara daring di Jakarta, Senin.
Pada 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.04/2019 tentang Penyelenggara Pasar Alternatif (PPA). Berdasarkan POJK tersebut, BEI telah ditetapkan oleh OJK untuk dapat bertindak sebagai PPA.
Sebagai PPA, BEI memiliki peluang mengembangkan bisnisnya tidak hanya sebagai penyelenggara perdagangan bursa, namun juga sebagai penyelenggara perdagangan di luar bursa. BEI menyambut dengan baik terkait ditetapkannya sebagai PPA dan mengambil inisiatif strategis dengan mengembangkan ETP untuk perdagangan EBUS di pasar sekunder.
Hasan menyampaikan bahwa BEI telah banyak berdiskusi dengan Perhimpunan Pedagang Surat Utang Negara (HIMDASUN) dan pelaku pasar untuk mengidentifikasi kebutuhan bisnis dan merancang spesifikasi SPPA.
"BEI juga menggandeng penyedia solusi perdagangan surat utang global, yaitu Axe Trading yang berbasis di Eropa, untuk mengembangkan SPPA agar sistem yang kami kembangkan ini adalah sistem yang applicable sesuai best practice yang ada dan user-friendly,” kata Hasan.
Sampai saat ini, terdapat 20 pelaku pasar EBUS Indonesia yang sudah menjadi pengguna jasa SPPA. Sebanyak 17 dari 20 dealer utama Surat Utang Negara (SUN) telah menjadi pengguna jasa SPPA dan dapat mulai memanfaatkan SPPA sebagai platform perdagangan EBUS.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan, 20 pelaku yang sudah menjadi pengguna jasa SPPA tersebut adalah pelaku yang mengikuti program percontohan SPPA.
"Peserta program piloting sudah mengikuti pelatihan penggunaan SPPA dan melakukan simulasi pasar bersama dengan tujuan familiarisasi penggunaan dan pemahaman SPPA," ujar Laksono.
Selain meluncurkan SPPA, BEI juga menerbitkan empat buah peraturan PPA, yaitu Peraturan Penetapan Efek yang Dapat Diperdagangkan di SPPA, Peraturan Perdagangan Efek Melalui SPPA, Peraturan Pengguna Jasa SPPA, dan Peraturan Pengawasan Perdagangan Melalui SPPA.
Dengan sistem yang andal dan empat peraturan tersebut, PPA diharapkan dapat menyelenggarakan perdagangan EBUS di pasar sekunder secara teratur, wajar, dan efisien. BEI optimis, dengan perannya sebagai PPA, BEI dapat mendukung terciptanya pasar EBUS yang lebih efisien dan likuid.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020