Bandung, 11/2 (ANTARA) - Komite HAM Asean kembali mendesak Indonesia untuk segera meratifikasi Konvensi PBB tentang perlindungan hak pekerja migran dan anggota keluarganya (CMW).

"Selama ini pekerja migran Indonesia tidak mempunyai perlindungan yang cukup sehingga sering diperlakukan seenaknya," kata perwakilan Indonesia di Komite HAM Asean Rafendi Djamin di Bandung, Kamis.

Menurut Rafendi, akan banyak keuntungan yang diterima Indonesia jika meratifikai konvensi tersebut, termasuk menekan negara-negara penerima TKI untuk segera meratifikasi konvensi itu.

"Kita bisa ngotot kepada mereka, kan, ada kerjasama bilateral dan multirateral. Kalau sama-sama menghargai HAM dan demokrasi maka harus sama-sama meratifikasi," kata Rafendi.

Dia juga mengatakan, dengan meratifikasi konvensi tersebut, kita bisa mengurangi kegiatan "cuci piring" dari negara-negara penerima TKI.

"Hal ini sudah sangat mendesak, harus segera dilakukan. Kasus penganiayaan pekerja migran kita ini sudah sangat krusial," kata Rafendi.

Sementara itu, menurut Direktorat Kerjasama Luar Negeri Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Roostiawati, hingga saat ini Kementerian Tenaga Kerja masih menganalisis kekurangan dan kelebihan meratifiakasi konvensi tersebut.

"Kita tidak bisa mengukur dengan waktu kapan kita akan meratifikasi konvensi tersebut, karena kita harus benar-benar hati-hati," kata Roostiawati.

Menurut dia, salah satu pertimbangan Idonesia tidak meratifikasi konvensi tersebut adalah dari 42 negara penerima tenaga kerja Indonesia, tidak ada satu pun negara yang sudah meratifikasi konvensi tersebut.

"Kalau kita meratifikasi, apa TKI kita akan terlindungi" Bisa saja negara terbut bilang silakan saja tuntut, toh kami tidak ikut ratifikasi," kata Roostiawati.

Dia mengatakan dengan meratifikasi konvensi tersebut, maka Indonesia tidak bisa hanya memikirkan hak-hak pekerja migran Indonesia yang ada di luar, tetapi juga pekerja asing yang ada di Indonesia.

"Dengan meratifikasi, berarti kita punya kewajiban baru, yaitu melindungai tenaga kerja asing di sini, termasuk yang tidak berdokumen," katanya.

Menurut Roostiawati, akan sulit bagi Indonesia untuk melindungi tenaga kerja asing liar karena akan mempersulit pengangguran Indonesia yang sudah mencapai 9,2 juta jiwa pada Februari 2010.

"Belum lagi kita juga harus memberikan jaminan kesehatan bagi tenaga kerja asing tersebut, sementara untuk jaminan kesehatan warga misikin saja tidak bisa terpenuhi," katanya.

Menurut Rafendi Djamin, alasan tidak mampu melindungi tenaga kerja asing itu tidak relevan.

"Itu bukan alasan, karena sebagian besar tenaga kerja asing di Indonesia berasuransi," kata Rafendi.

Rafendi juga mempertanyakan mengenai jumlah tenaga kerja asing tak sah di Indonesia, yang menurutnya tidak banyak.

"Memangnya tenaga kerja asing ilegal kita sebanyak apa? Mana datanya? Di Indonesia itu yang ada juga orang-orang tanpa dokumen yang minta suaka," kata Rafendi.


(aisha)

Pewarta:

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010