Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi yang juga Wakil Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan produsen obat COVID-19 dalam negeri tidak memainkan harga jual di pasaran.
"Kalbe Farma, Bio Farma, Indofarma, dan perusahaan farmasi lainnya, saya minta jangan buat harga yang terlalu tinggi, sesuai kewajaran saja karena ini masalah kemanusiaan dan tolong perhatikan kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit saat ini," tegas Luhut Pandjaitan saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Ketersediaan dan Kewajaran Harga Obat/Farmasi untuk COVID-19 di Jakarta, Senin.
Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin, Luhut mengatakan pemerintah telah memiliki kumpulan data mengenai harga obat berbasis Free on Board (FoB) atau harga barang di tempat asal negara seperti India, China, dan Jerman.
"Database ini akan digunakan untuk mengevaluasi kewajaran harga obat-obatan COVID-19 yang ada di pasar dan saya minta Pak Terawan (Menteri Kesehatan) untuk mengawasi secara ketat hal ini," kata Luhut Pandjaitan.
Kebijakan evaluasi harga obat itu, lanjut Luhut, dinilai perlu dilakukan khususnya untuk obat-obat yang bahan bakunya masih diimpor dari luar negeri atau obat yang masih belum mampu diproduksi dalam negeri.
"Saya titip agar Pak Terawan dan Prof Kadir (Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes) cek lagi harga di pasaran dan obat mana yang bisa segera diproduksi dalam negeri," ujar Luhut Pandjaitan
Luhut juga meminta agar Kemenkes memastikan ketersediaan obat-obatan COVID-19 paling tidak hingga akhir tahun ini. Menurut dia, timnya masih menemukan beberapa rumah sakit yang mengalami kesulitan untuk memperoleh Favipiravir, Remdesivir, dan Actemra.
"Saya ingin agar kelangkaan ini bisa segera diselesaikan. Saya akan cek secara regular terkait hal ini, pokoknya jangan sampai ada orang mati karena tidak memperoleh obat tepat waktu," tegas Luhut Pandjaitan.
Luhut juga minta Kementerian BUMN turut memastikan ketersediaan obat-obatan COVID-19. Selain itu agar tidak terjadi pemesanan ganda, dia pun meminta agar Kementerian BUMN melakukan sinkronisasi kebijakan pemesanan obat antara pemerintah pusat dan daerah.
"Saya melihat Kemenkes sudah mengalokasikan anggaran untuk ini, namun pemerintah daerah melalui APBD juga menganggarkan. Oleh karena itu, perlu ada sinkronisasi anggaran antara pusat dan daerah dalam pengadaan obat ini," tukas Luhut Pandjaitan.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto melaporkan bahwa pengadaan obat dan alat kesehatan sesuai protokol standar penanganan pasien COVID-19 sudah dilakukan sesuai jadwal dan alokasi kebutuhan.
Namun demikian, dia mengakui bahwa untuk pengadaan alat High Flow Nasal Cannula masih belum sepenuhnya mampu dipenuhi oleh produsen dalam negeri.
"Untuk Alkes High Nasal Cannula untuk sementara produsen dalam negeri hanya mampu menyediakan 300 alat, sedangkan 1.000 alat sisanya masih saya cari dari luar negeri," jelas Terawan kepada Luhut.
Menanggapi laporan tersebut Luhut menegaskan agar Terawan terus mendorong pengadaan alat dari dalam negeri dulu baru impor bila memang kondisi mendesak.
Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi yang juga hadir dalam rakor itu menjawab bahwa asosiasi telah siap mendukung kebijakan pemerintah.
Hadir pula dalam rakor Ketersediaan dan Kewajaran Harga Obat/Farmasi untuk COVID-19 antara lain Wamen BUMN Budi Sadikin, perwakilan dari BPOM, Kalbe Farma, Tempo Scan Pasifik serta dokter spesialis paru dari Rumah Sakit (RS) Persahabatan Erlina Burhan.
Baca juga: Obat COVID-19 racikan holding BUMN farmasi siap digunakan
Baca juga: Luhut minta produsen farmasi nasional percepat produksi obat corona
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Kalbe Farma, Bio Farma, Indofarma, dan perusahaan farmasi lainnya, saya minta jangan buat harga yang terlalu tinggi, sesuai kewajaran saja karena ini masalah kemanusiaan dan tolong perhatikan kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit saat ini," tegas Luhut Pandjaitan saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Ketersediaan dan Kewajaran Harga Obat/Farmasi untuk COVID-19 di Jakarta, Senin.
Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin, Luhut mengatakan pemerintah telah memiliki kumpulan data mengenai harga obat berbasis Free on Board (FoB) atau harga barang di tempat asal negara seperti India, China, dan Jerman.
"Database ini akan digunakan untuk mengevaluasi kewajaran harga obat-obatan COVID-19 yang ada di pasar dan saya minta Pak Terawan (Menteri Kesehatan) untuk mengawasi secara ketat hal ini," kata Luhut Pandjaitan.
Kebijakan evaluasi harga obat itu, lanjut Luhut, dinilai perlu dilakukan khususnya untuk obat-obat yang bahan bakunya masih diimpor dari luar negeri atau obat yang masih belum mampu diproduksi dalam negeri.
"Saya titip agar Pak Terawan dan Prof Kadir (Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes) cek lagi harga di pasaran dan obat mana yang bisa segera diproduksi dalam negeri," ujar Luhut Pandjaitan
Luhut juga meminta agar Kemenkes memastikan ketersediaan obat-obatan COVID-19 paling tidak hingga akhir tahun ini. Menurut dia, timnya masih menemukan beberapa rumah sakit yang mengalami kesulitan untuk memperoleh Favipiravir, Remdesivir, dan Actemra.
"Saya ingin agar kelangkaan ini bisa segera diselesaikan. Saya akan cek secara regular terkait hal ini, pokoknya jangan sampai ada orang mati karena tidak memperoleh obat tepat waktu," tegas Luhut Pandjaitan.
Luhut juga minta Kementerian BUMN turut memastikan ketersediaan obat-obatan COVID-19. Selain itu agar tidak terjadi pemesanan ganda, dia pun meminta agar Kementerian BUMN melakukan sinkronisasi kebijakan pemesanan obat antara pemerintah pusat dan daerah.
"Saya melihat Kemenkes sudah mengalokasikan anggaran untuk ini, namun pemerintah daerah melalui APBD juga menganggarkan. Oleh karena itu, perlu ada sinkronisasi anggaran antara pusat dan daerah dalam pengadaan obat ini," tukas Luhut Pandjaitan.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto melaporkan bahwa pengadaan obat dan alat kesehatan sesuai protokol standar penanganan pasien COVID-19 sudah dilakukan sesuai jadwal dan alokasi kebutuhan.
Namun demikian, dia mengakui bahwa untuk pengadaan alat High Flow Nasal Cannula masih belum sepenuhnya mampu dipenuhi oleh produsen dalam negeri.
"Untuk Alkes High Nasal Cannula untuk sementara produsen dalam negeri hanya mampu menyediakan 300 alat, sedangkan 1.000 alat sisanya masih saya cari dari luar negeri," jelas Terawan kepada Luhut.
Menanggapi laporan tersebut Luhut menegaskan agar Terawan terus mendorong pengadaan alat dari dalam negeri dulu baru impor bila memang kondisi mendesak.
Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi yang juga hadir dalam rakor itu menjawab bahwa asosiasi telah siap mendukung kebijakan pemerintah.
Hadir pula dalam rakor Ketersediaan dan Kewajaran Harga Obat/Farmasi untuk COVID-19 antara lain Wamen BUMN Budi Sadikin, perwakilan dari BPOM, Kalbe Farma, Tempo Scan Pasifik serta dokter spesialis paru dari Rumah Sakit (RS) Persahabatan Erlina Burhan.
Baca juga: Obat COVID-19 racikan holding BUMN farmasi siap digunakan
Baca juga: Luhut minta produsen farmasi nasional percepat produksi obat corona
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020