Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan pemerintah belum memutuskan batasan harga untuk tes usap (swab test) COVID-19 bagi masyarakat.

"Jadi harga 'swab' berkisar antara Rp493 ribu sampai Rp797 ribu, masih dikaji terus oleh pemerintah karena kita ingin memastikan bahwa harga swab tersebut betul-betul dapat terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan," kata Wiku Adisasmito dalam konferensi pers virtual di Kantor Presiden Jakarta, Kamis.

Sebelumnya Ketua Satgas Penanganan COVID-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan pihaknya sudah menerima estimasi harga untuk sekali melakukan tes usap dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yaitu sebesar Rp439 ribu per spesimen untuk kontraktual pemerintah sedangkan tes swab mandiri adalah Rp797 ribu.

"Pada saat yang bersamaan kita harus memastikan bahwa penyelenggara tes tersebut juga bervariasi dan memang sesuai dengan biaya yang mereka keluarkan dan tentunya pasti mengambil untung juga pasti harus dilakukan meski dalam jumlah terbatas karena ini masa pandemi," ungkap Wiku.

Sehingga Wiku mengaku belum ada kepastian mengenai batas atas maupun batas bawah harga tes usap.

"Sehingga toleransi yang terjadi secara keseluruhan itu nanti akan kami umumkan kepada publik setelah semua kajian tersebut selesai," tambah Wiku.

Sejumlah rumah sakit dan laboratorium di Indonesia mematok harga Rp800 ribu - Rp2,5 juta untuk sekali tes swab dengan mengambil sampel dari hidung (nasofaring) dan tenggorokan (orofaring). Besaran harga tersebut dikeluhkan masyarakat karena cukup mahal.

Mahalnya harga tes swab PCR Covid-19 ini disebabkan oleh banyak faktor.

Menurut Ahli mikrobiologi Universitas Indonesia, Pratiwi Pujilestari Sudarmono, RT-PCR membutuhkan biaya lebih banyak karena menggunakan mesin khusus dan alat (kit) pendukung.

Tes swab PCR dilakukan dengan dua tahap, yakni virus yang ada di dalam sel manusia harus diekstraksi. Setelah keluar dari sel, virus akan dideteksi apakah SARS-CoV-2 atau bukan.

Seiring dengan perkembangan teknologi, dua tahapan itu dikerjakan dengan menggunakan mesin yang dibuat di pabrik untuk mengurangi tingkat kesalahan, namun kit dan mesin harus selaras, tidak bisa pakai kit dengan merek berbeda dan dinamakan sistem tertutup.

Kit untuk PCR memang mahal sebab kit membuat pengetesan menjadi otomatis. Harga alat juga mahal karena dirakit di luar negeri dan tidak ada pabrik yang memiliki kapasitas membuat kit PCR di Indonesia.

Tak hanya itu, petugas yang mengambil sampel swab harus menggunakan alat pelindung diri.

Kemudian, sarana pembuangan limbah swab juga menambah biaya RT-PCR. Limbah swab berbahaya, sehingga tidak boleh dibuang sembarangan.

Baca juga: WHO: 120 juta tes cepat COVID-19 akan tersedia untuk negara miskin, harga 5 dolar AS

Baca juga: Kemkes: Nilai Rp150 ribu bukan HET rapid test COVID-19

Baca juga: Dinkes Cianjur masih cari distributor alat tes cepat yang murah

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020