Gelombang tinggi masih berpotensi terjadi di perairan selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta meskipun sekarang sedang berlangsung masa transisi, kata Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Teguh Wardoyo.
"Saat sekarang sedang berlangsung masa transisi atau peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan atau dari musim angin timuran menuju angin baratan," katanya di Cilacap, Selasa.
Ia mengatakan pada masa transisi dari musim angin timuran menuju angin baratan, pola arah angin di wilayah perairan selatan Jabar, Jateng, dan DIY cenderung bervariasi, yakni dari arah tenggara hingga barat daya.
Dengan pola arah angin yang bervariasi, gelombang di wilayah perairan selatan Jabar-DIY maupun Samudra Hindia selatan Jabar-DIY secara umum lebih kondusif dibanding saat musim angin timuran maupun musim angin baratan. Akan tetapi, hal itu bukan berarti gelombang tinggi tidak berpotensi terjadi saat masa transisi dari musim angin timuran menuju musim angin baratan maupun sebaliknya.
"Gelombang tinggi masih berpotensi saat masa transisi namun tidak setinggi ketika musim angin timuran maupun angin baratan yang sering kali mencapai lebih dari 4 meter atau sangat tinggi," katanya.
Terkait dengan hal itu, Teguh mengimbau nelayan dan pengguna jasa kelautan lainnya maupun masyarakat yang bermukim atau beraktivitas di pesisir selatan Jabar-DIY untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya gelombang tinggi yang berkisar 2,5-4 meter.
Menurut dia, hal itu disebabkan tinggi gelombang lebih dari 1,25 meter dan kecepatan angin di atas 15 knot berbahaya bagi perahu nelayan.
Selain itu, tinggi gelombang lebih dari 1,5 meter dan kecepatan angin di atas 16 knot berbahaya bagi tongkang serta tinggi gelombang lebih dari 2,5 meter dan kecepatan angin di atas 21 knot berbahaya bagi kapal feri.
Baca juga: BMKG: Potensi tsunami bisa terjadi di banyak wilayah
Baca juga: BPBD Cianjur sulit deteksi dini tsunami di pantai selatan karena alat rusak
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Saat sekarang sedang berlangsung masa transisi atau peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan atau dari musim angin timuran menuju angin baratan," katanya di Cilacap, Selasa.
Ia mengatakan pada masa transisi dari musim angin timuran menuju angin baratan, pola arah angin di wilayah perairan selatan Jabar, Jateng, dan DIY cenderung bervariasi, yakni dari arah tenggara hingga barat daya.
Dengan pola arah angin yang bervariasi, gelombang di wilayah perairan selatan Jabar-DIY maupun Samudra Hindia selatan Jabar-DIY secara umum lebih kondusif dibanding saat musim angin timuran maupun musim angin baratan. Akan tetapi, hal itu bukan berarti gelombang tinggi tidak berpotensi terjadi saat masa transisi dari musim angin timuran menuju musim angin baratan maupun sebaliknya.
"Gelombang tinggi masih berpotensi saat masa transisi namun tidak setinggi ketika musim angin timuran maupun angin baratan yang sering kali mencapai lebih dari 4 meter atau sangat tinggi," katanya.
Terkait dengan hal itu, Teguh mengimbau nelayan dan pengguna jasa kelautan lainnya maupun masyarakat yang bermukim atau beraktivitas di pesisir selatan Jabar-DIY untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya gelombang tinggi yang berkisar 2,5-4 meter.
Menurut dia, hal itu disebabkan tinggi gelombang lebih dari 1,25 meter dan kecepatan angin di atas 15 knot berbahaya bagi perahu nelayan.
Selain itu, tinggi gelombang lebih dari 1,5 meter dan kecepatan angin di atas 16 knot berbahaya bagi tongkang serta tinggi gelombang lebih dari 2,5 meter dan kecepatan angin di atas 21 knot berbahaya bagi kapal feri.
Baca juga: BMKG: Potensi tsunami bisa terjadi di banyak wilayah
Baca juga: BPBD Cianjur sulit deteksi dini tsunami di pantai selatan karena alat rusak
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020