Bandung, 19/11 (ANTARA) - Melalui Program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) lima tahun terakhir di Jawa barat telah berhasil menanam 404.394 hektar lahan kritis di provinsi itu.
"Pelaksanaan program GRLK menunjukkan hasil signifikan, saat ini tinggal sekitar 176.000 hektar lahan kritis yang akan ditanami. Sebagian besar lahan kritis sudah bisa ditanami dan tertangani dengan baik," kata Gubernur Jawa Barat H Ahmad Heryawan di Bandung, Kamis.
Gubernur mengatakan, pada 2003 terdapat sekitar 580.395 hektar lahan kritis di provinsi itu, namun pada 2008 tercatat menyusut dan tinggal 176.000 hektar lagi.
Sebagian besar areal lahan kritis itu akibat tata kelola lahan yang ekstrim berupa pembukaan hutan dan alih fungsi lahan menjadi lahan pertanian.
"Cukup signifikan hasilnya dan ke depan akan terus diupayakan untuk mengikis lahan kritis secara progresif dan berkelanjutan," kata Heryawan.
Program GRLK itu mendapat dukungan masyarakat, korporasi, pemerintah pusat, TNI, Polri, Ormas serta potensi masyarakat lainnya.
Ia menyebutkan, penyelamatan hutan di Jawa Barat membutuhkan partisipasi aktif seluruh elemen, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Salah satunya meningkatkan kesejahteraaan serta kepastian usaha bagi masyarakat di sekitsr hutan dan perkebunan besar.
Pemerintah telah mendorong upaya pemberdayaan masyarakay sekitar hutan negara dan perkebunan besar. Salah satu programnya adalah pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) maupun pola pertanian terpadu.
"Peran aktif seluruh elemen masyarakat dan stakeholder diperlukan untuk menyelamatkan hutan, diantaranya pola mitra strategis sekaligus membangun sektor kehutanan dan perkebunan sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing," katanya.
Beberapa pihak yang digandeng dalam pemberdayaan masyarakat dan penyelamatan hutan antara lain melibatkan Asosiasi Kepala Desa Sekitar Hutan Negara (AKSHN), Gabungan Asosiasi Perkebunan Indonesia (Gappermindo), Kontak Tandi Hutan Andalan (KTHA) dan Perum Perhutani serta segenap pemilik ijin usaha perkebunan besar negara maupun swasta.
"Kondisi lingkungan Jawa Barat mendekati kondisi degradasi lingkungan, apalagi masih luasnya lahan kritis di kawasan hutan dan kebun serta lahan milik masyarakat. Perlu urun rembuk semua pihak untuk menyelamatkannya," katanya.
Akibat degradasi lingkungan itu memunculkan dampak negatif seperti fenomena bencana tahunan di beberapa daerah di Jabar seperti banjir, longsor di musim penghujan serta kekeringan pada musim kemarau.
"Upaya yang bisa dilakukan melalui GRLK baik melalui metode vegetatif maupun metode sipil teknis," kata Heryawan.
***3***
Syarif Abdullah
(U.S033/B/S004/S004) 19-11-2009 14:27:25
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2009
"Pelaksanaan program GRLK menunjukkan hasil signifikan, saat ini tinggal sekitar 176.000 hektar lahan kritis yang akan ditanami. Sebagian besar lahan kritis sudah bisa ditanami dan tertangani dengan baik," kata Gubernur Jawa Barat H Ahmad Heryawan di Bandung, Kamis.
Gubernur mengatakan, pada 2003 terdapat sekitar 580.395 hektar lahan kritis di provinsi itu, namun pada 2008 tercatat menyusut dan tinggal 176.000 hektar lagi.
Sebagian besar areal lahan kritis itu akibat tata kelola lahan yang ekstrim berupa pembukaan hutan dan alih fungsi lahan menjadi lahan pertanian.
"Cukup signifikan hasilnya dan ke depan akan terus diupayakan untuk mengikis lahan kritis secara progresif dan berkelanjutan," kata Heryawan.
Program GRLK itu mendapat dukungan masyarakat, korporasi, pemerintah pusat, TNI, Polri, Ormas serta potensi masyarakat lainnya.
Ia menyebutkan, penyelamatan hutan di Jawa Barat membutuhkan partisipasi aktif seluruh elemen, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Salah satunya meningkatkan kesejahteraaan serta kepastian usaha bagi masyarakat di sekitsr hutan dan perkebunan besar.
Pemerintah telah mendorong upaya pemberdayaan masyarakay sekitar hutan negara dan perkebunan besar. Salah satu programnya adalah pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) maupun pola pertanian terpadu.
"Peran aktif seluruh elemen masyarakat dan stakeholder diperlukan untuk menyelamatkan hutan, diantaranya pola mitra strategis sekaligus membangun sektor kehutanan dan perkebunan sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing," katanya.
Beberapa pihak yang digandeng dalam pemberdayaan masyarakat dan penyelamatan hutan antara lain melibatkan Asosiasi Kepala Desa Sekitar Hutan Negara (AKSHN), Gabungan Asosiasi Perkebunan Indonesia (Gappermindo), Kontak Tandi Hutan Andalan (KTHA) dan Perum Perhutani serta segenap pemilik ijin usaha perkebunan besar negara maupun swasta.
"Kondisi lingkungan Jawa Barat mendekati kondisi degradasi lingkungan, apalagi masih luasnya lahan kritis di kawasan hutan dan kebun serta lahan milik masyarakat. Perlu urun rembuk semua pihak untuk menyelamatkannya," katanya.
Akibat degradasi lingkungan itu memunculkan dampak negatif seperti fenomena bencana tahunan di beberapa daerah di Jabar seperti banjir, longsor di musim penghujan serta kekeringan pada musim kemarau.
"Upaya yang bisa dilakukan melalui GRLK baik melalui metode vegetatif maupun metode sipil teknis," kata Heryawan.
***3***
Syarif Abdullah
(U.S033/B/S004/S004) 19-11-2009 14:27:25
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2009