Anda boleh-boleh saja meminum obat herbal atau jamu yang diklaim bagus untuk menjaga kesehatan termasuk meningkatkan sistem imun dan mencegah terkena infeksi tertentu, tetapi jika jamu itu sudah diizinkan beredar oleh BPOM.
"Sebenarnya obat herbal atau jamu yang sudah punya izin edar BPOM dan punya klaim memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahan tubuh itu memang bisa dipakai, boleh saja untuk meningkatkan imunitas tubuh kita," ujar Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), dr. Inggrid Tania, dalam diskusi via daring, Rabu (5/8).
Tania mengingatkan, Anda jangan sampai termakan klaim yang berlebihan apalagi menyesatkan. Di masa pandemi COVID-19 saat ini misalnya, belum lama beredar informasi mengenai obat herbal yang manjur untuk menyembuhkan pasien COVID-19.
"Kan harus dicek dulu apalagi sampai saat ini di Indonesia belum ada uji klinisnya. Yang kami lakukan di wisma atlet juga belum selesai. Intinya kritis saja dan jangan berharap secara berlebihan dulu," kata dia.
Uji klinis obat kimia konvensional dan herbal untuk COVID-19 masih dalam penelitian. Tim peneliti dari LIPI, UGM bersama PDPOTJI, Kalbe Farma, Balitbangkes bersama tim di Wisma Atlet masih menunggu hasil intervensi dengan produk uji hingga nantinya menyimpulkan apakah dua produk uji herbal imunomodulator yang diteliti bisa berhasiat secara signifikan atau bermakna dibandingkan plasebo.
Tania dan tim berharap bahan herbal dengan sifat imunomodulator yang mereka uji bisa memodulasi sistem imun tubuh sehingga respon imun bisa lebih optimal.
"Kita berharap memang bisa bermanfaat untuk mencegah covid19. Tapi kalau klaimnya yang spesifik mencegah covid19 harus dibuktikan lewat uji klinis juga. Jadi bukan hanya yang mengobati, tapi mencegah COVID-19 secara spesifik juga harus ada pembuktiannya melalui uji klinis," kata dia.
Selama belum ada pembuktian berdasarkan hasil uji klinis, menurut Tania obat herbal sekadar bisa meningkatkan imunitas tubuh.
"Ada banyak, misalnya kunyit, jahe, meniran, sambiloto, sirsak juga termasuk, kulit manggis. Banyak sekali herbal yang bisa bersifat meningkatkan imunitas tubuh," demikian tutur Tania.
Tentang obat herbal buatan Hadi Pranoto
Mengenai informasi obat herbal buatan Hadi Pranoto sebagai obat COVID-19, Tania menilai ini berlebihan. Menurut dia, produk milik Hadi didaftarkan ke BPOM sebagai jamu dengan klaim memelihara kesehatan, menjaga daya tahan tubuh.
"Harusnya dia patuh dengan klain yang sudah disetujui BPOM, tidak membuat klaim secara berlebihan produknya ini bisa mencegah atau mengobati COVID-19, karena sebenarnya kan belum diuji klinis," kata Tania.
Tania mempertanyakan pengakuan produk Hadi sudah diteliti, hingga testimoni dari orang-orang yang sudah mencoba produknya. Hadi seharusnya membuktikan penelitiannya apakah sudah disetujui Komite Etik Penelitian Kesehatan, BPOM hingga Kemenristek.
Testimoni harus diverifikasi sehingga bisa dipertanggungjawabkan dan tidak ada rekayasa.
"Pembuktikan apakah memang sembuh karena produk dia. Bisa saja sembuhnya karena orang tersebut juga mengonsumsi herbal lain, atau kalau COVID-19 nya ringan dia bisa sembuh sendiri juga tanpa bantuan atau konsumsi produknya dia," tutur Tania.
Baca juga: Pemerintah diminta buktikan khasiat herbal Nusantara anticorona
Baca juga: Jamu produk Indonesia untuk corona, bersiap diuji klinis
Baca juga: Jamu anticorona Warti laris manis selama wabah COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Sebenarnya obat herbal atau jamu yang sudah punya izin edar BPOM dan punya klaim memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahan tubuh itu memang bisa dipakai, boleh saja untuk meningkatkan imunitas tubuh kita," ujar Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), dr. Inggrid Tania, dalam diskusi via daring, Rabu (5/8).
Tania mengingatkan, Anda jangan sampai termakan klaim yang berlebihan apalagi menyesatkan. Di masa pandemi COVID-19 saat ini misalnya, belum lama beredar informasi mengenai obat herbal yang manjur untuk menyembuhkan pasien COVID-19.
"Kan harus dicek dulu apalagi sampai saat ini di Indonesia belum ada uji klinisnya. Yang kami lakukan di wisma atlet juga belum selesai. Intinya kritis saja dan jangan berharap secara berlebihan dulu," kata dia.
Uji klinis obat kimia konvensional dan herbal untuk COVID-19 masih dalam penelitian. Tim peneliti dari LIPI, UGM bersama PDPOTJI, Kalbe Farma, Balitbangkes bersama tim di Wisma Atlet masih menunggu hasil intervensi dengan produk uji hingga nantinya menyimpulkan apakah dua produk uji herbal imunomodulator yang diteliti bisa berhasiat secara signifikan atau bermakna dibandingkan plasebo.
Tania dan tim berharap bahan herbal dengan sifat imunomodulator yang mereka uji bisa memodulasi sistem imun tubuh sehingga respon imun bisa lebih optimal.
"Kita berharap memang bisa bermanfaat untuk mencegah covid19. Tapi kalau klaimnya yang spesifik mencegah covid19 harus dibuktikan lewat uji klinis juga. Jadi bukan hanya yang mengobati, tapi mencegah COVID-19 secara spesifik juga harus ada pembuktiannya melalui uji klinis," kata dia.
Selama belum ada pembuktian berdasarkan hasil uji klinis, menurut Tania obat herbal sekadar bisa meningkatkan imunitas tubuh.
"Ada banyak, misalnya kunyit, jahe, meniran, sambiloto, sirsak juga termasuk, kulit manggis. Banyak sekali herbal yang bisa bersifat meningkatkan imunitas tubuh," demikian tutur Tania.
Tentang obat herbal buatan Hadi Pranoto
Mengenai informasi obat herbal buatan Hadi Pranoto sebagai obat COVID-19, Tania menilai ini berlebihan. Menurut dia, produk milik Hadi didaftarkan ke BPOM sebagai jamu dengan klaim memelihara kesehatan, menjaga daya tahan tubuh.
"Harusnya dia patuh dengan klain yang sudah disetujui BPOM, tidak membuat klaim secara berlebihan produknya ini bisa mencegah atau mengobati COVID-19, karena sebenarnya kan belum diuji klinis," kata Tania.
Tania mempertanyakan pengakuan produk Hadi sudah diteliti, hingga testimoni dari orang-orang yang sudah mencoba produknya. Hadi seharusnya membuktikan penelitiannya apakah sudah disetujui Komite Etik Penelitian Kesehatan, BPOM hingga Kemenristek.
Testimoni harus diverifikasi sehingga bisa dipertanggungjawabkan dan tidak ada rekayasa.
"Pembuktikan apakah memang sembuh karena produk dia. Bisa saja sembuhnya karena orang tersebut juga mengonsumsi herbal lain, atau kalau COVID-19 nya ringan dia bisa sembuh sendiri juga tanpa bantuan atau konsumsi produknya dia," tutur Tania.
Baca juga: Pemerintah diminta buktikan khasiat herbal Nusantara anticorona
Baca juga: Jamu produk Indonesia untuk corona, bersiap diuji klinis
Baca juga: Jamu anticorona Warti laris manis selama wabah COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020