Facebook dilaporkan sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan larangan iklan politik di jejaring sosialnya menjelang pemilu AS yang akan berlangsung pada 3 November mendatang,
Dikutip dari Reuters, Minggu, kebijakan larangan yang potensial diterapkan itu sedang dibahas, namun belum sepenuhnya diselesaikan.
Perusahaan media sosial itu dikecam karena kebijakannya mengecualikan iklan dan konten politis dari cek fakta. Tahun lalu, pesaingnya, Twitter, melarang iklan politik pada platformnya, sementara Facebook menyatakan bahwa pihaknya tidak ingin menekan konten politik.
Bulan lalu, juru kampanye kandidat presiden Partai Demokrat Joe Biden menerbitkan surat terbuka kepada CEO Facebook Mark Zuckerberg yang meminta perusahaan untuk memeriksa fakta iklan politik dalam dua pekan menjelang pemilu.
Dalam unggahan Twitter pada Jumat (10/7), direktur digital tim kampanye Biden, Rob Flahtery, memperlihatkan adanya masalah misinformasi dalam konten yang belum dibayar di situs web Facebook.
"Ini mengingatkan bahwa masalah Facebook adalah 80 persen tentang konten yang belum dibayar dan segala sesuatu yang mereka lakukan tentang konten berbayar adalah upaya untuk mengalihkan perhatian Anda," cuit dia.
Facebook beberapa pekan terakhir telah membuat geram karyawan dan anggota parlemen atas keputusannya untuk tidak bertindak pada unggahan presiden AS Donald Trump.
Lebih dari 900 pengiklan telah menandatangani boikot iklan di Facebook, yang diinisiasi oleh kelompok pembela hak sipil untuk mendorong raksasa media sosial itu mengambil langkah-langkah konkret untuk memblokir ujaran kebencian dan misinformasi, salah satunya soal unggahan terkait kematian George Floyd.
Baca juga: Facebook dinilai belum berkomitmen menindak tegas ujaran kebencian
Baca juga: Facebook: Hati-hati berinteraksi secara daring
Baca juga: Facebook perkenalkan fitur mode gelap untuk aplikasi seluler
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Dikutip dari Reuters, Minggu, kebijakan larangan yang potensial diterapkan itu sedang dibahas, namun belum sepenuhnya diselesaikan.
Perusahaan media sosial itu dikecam karena kebijakannya mengecualikan iklan dan konten politis dari cek fakta. Tahun lalu, pesaingnya, Twitter, melarang iklan politik pada platformnya, sementara Facebook menyatakan bahwa pihaknya tidak ingin menekan konten politik.
Bulan lalu, juru kampanye kandidat presiden Partai Demokrat Joe Biden menerbitkan surat terbuka kepada CEO Facebook Mark Zuckerberg yang meminta perusahaan untuk memeriksa fakta iklan politik dalam dua pekan menjelang pemilu.
Dalam unggahan Twitter pada Jumat (10/7), direktur digital tim kampanye Biden, Rob Flahtery, memperlihatkan adanya masalah misinformasi dalam konten yang belum dibayar di situs web Facebook.
"Ini mengingatkan bahwa masalah Facebook adalah 80 persen tentang konten yang belum dibayar dan segala sesuatu yang mereka lakukan tentang konten berbayar adalah upaya untuk mengalihkan perhatian Anda," cuit dia.
Facebook beberapa pekan terakhir telah membuat geram karyawan dan anggota parlemen atas keputusannya untuk tidak bertindak pada unggahan presiden AS Donald Trump.
Lebih dari 900 pengiklan telah menandatangani boikot iklan di Facebook, yang diinisiasi oleh kelompok pembela hak sipil untuk mendorong raksasa media sosial itu mengambil langkah-langkah konkret untuk memblokir ujaran kebencian dan misinformasi, salah satunya soal unggahan terkait kematian George Floyd.
Baca juga: Facebook dinilai belum berkomitmen menindak tegas ujaran kebencian
Baca juga: Facebook: Hati-hati berinteraksi secara daring
Baca juga: Facebook perkenalkan fitur mode gelap untuk aplikasi seluler
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020