Sejak tanggal 6 Juni 2020, Pemerintah Kota Beijing menurunkan status siaga dari level II ke level III seiring dengan menurunnya angka kasus positif COVID-19.
Penurunan status tersebut sekaligus menandai era normal baru di Ibu Kota China yang sebulan sebelumnya sempat menjadi daerah berisiko tinggi COVID-19.
Sekolah, khususnya untuk tingkat menengah, mulai menyiapkan rencana dimulainya kegiatan belajar dan mengajar di kelas, tentu dengan protokol normal baru.
Demikian halnya dengan kegiatan keagamaan bagi sebagian kecil rakyat China yang ditiadakan sejak 24 Januari 2020 atau sehari setelah karantina wilayah Wuhan juga mulai aktif meskipun dalam lingkup yang sangat terbatas.
Baca juga: KBRI Beijing ingatkan pelajar asal Indonesia soal kuliah daring
Masjid Niujie telah dibuka kembali mulai 10 Juni 2020 pukul 00.00 waktu Beijing, demikian informasi yang didapat ANTARA dari laman resmi Asosiasi Islam China (CIA).
Untuk saat ini hanya kegiatan peribadatan yang dibuka kembali, tidak menerima kunjungan wisatawan, demikian bunyi maklumat tersebut.
Bukan hal aneh kalau masjid di China menjadi objek wisata. Beberapa meter dari gerbang utama masjid yang menghadap ke Jalan Raya Niujie terdapat ruang kecil yang mirip loket.
Lazimnya loket adalah tempat penjualan tiket, demikian halnya dengan di Masjid Niujie itu. Bahkan ketika ANTARA pertama kali mengunjungi masjid terbesar dan tertua di Beijing itu pada Maret 2017, seorang petugas yang berjaga di pintu gerbang sempat mengarahkan ke loket terlebih dulu.
Petugas loket menanyakan tujuan ke masjid. Setelah dijawab untuk melaksanakan shalat zuhur dan berziarah ke makam dua imam (Syekh Ali bin Al Qadir Imaduddin Bukhori dan Syekh Al Burhani Al Qazwayni), maka petugas pun mempersilakan tanpa harus membeli tiket masuk.
Baca juga: Muslim Beijing sumbang Rp1,7 miliar untuk penanggulangan wabah virus corona
Sekelompok wisatawan datang menyusul. Ternyata mereka tidak hanya melihat-lihat kondisi bangunan berarsitektur China kuno didominasi warna merah, melainkan juga memotret jamaah shalat zuhur.
Oleh karena bukan Muslim, wisatawan tersebut tidak diizinkan memasuki bangunan utama masjid. Mereka hanya memotret jamaah shalat zuhur dari halaman.
Dalam maklumat bertanggal 9 Juni itu jamaah diimbau untuk membersihkan diri atau berwudu di rumah selama masa normal baru.
Selesai shalat, mohon tinggalkan masjid tepat waktu, demikian maklumat berbahasa Mandarin tersebut.
Di era normal baru ini, anggota jamaah yang hendak menunaikan shalat lima waktu harus mendaftar terlebih dulu untuk mendapatkan tempat.
Untuk kegiatan shalat Jumat, anggota jamaah harus mengisi formulir reservasi yang bisa dipindai dari WeChat.
Masjid Niujie yang dibangun pada 996 Masehi di atas lahan seluas 10.000 meter persegi di Distrik Xicheng itu tertutup untuk umum selama 138 hari sejak menjelang shalat Jumat pada 24 Januari.
Meskipun dibuka secara terbatas, CIA juga mengingatkan umatnya untuk tetap waspada.
Baca juga: Jokowi Kunjungi Masjid Niujie Beijing
Virus corona tidak akan hilang, risikonya bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Untuk itu tidak bisa dianggap enteng, demikian peringatan CIA.
Sebagai catatan, Masjid Niujie pernah dikunjungi Presiden Joko Widodo pada 14 Mei 2017 di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi Forum Sabuk Jalan (BRF).
Namun Jokowi bukan yang pertama karena pada tahun 2000 Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menjadi Presiden Indonesia pertama yang mengunjungi masjid yang dibangun pada era Dinasti Liao itu.
Lockdown Xinfadi
Selama 56 hari berturut-turut di Beijing tidak didapati kasus baru COVID-19. Aktivitas masyarakat pun perlahan pulih.
Namun Sabtu (13/6) masyarakat Ibu Kota dikejutkan dengan temuan kasus baru di Pasar Induk Xinfadi di Distrik Fengtai.
"Pemberitahuan kasus pneumonia baru di kota kami," demikian judul pesan singkat yang diperoleh ANTARA dari staf Kementerian Luar Negeri China pada Sabtu tengah malam.
Pesan itu berisi empat kasus baru yang ditemukan pertama kali di pasar grosir terbesar di Beijing yang berbatasan dengan Provinsi Hebei tersebut.
Lalu bermunculan kasus-kasus lainnya yang terjadi pada awal-awal normal baru di Beijing tersebut.
Hingga Sabtu sudah tercatat 36 kasus baru di klaster Pasar Induk Xinfadi. Bahkan seorang sopir shuttle bus di Bandara Beijing yang dinyatakan positif COVID-19 termasuk dalam klaster ini, demikian pernyataan otoritas kesehatan setempat, Minggu.
Sopir berusia 56 tahun yang tinggal di Yongning Hutong, Distrik Xicheng, mengunjungi Pasar Xinfadi pada 3 Juni.
Dua hari kemudian, dia merasa tidak enak badan. Lalu dia mengunjungi Rumah Sakit Xuanwu, Rumah Sakit Daerah, dan Rumah Sakit Haidian pada Jumat (12/6) dengan diagnosis COVID-19.
Sopir tersebut tidak bekerja dalam beberapa bulan sehingga dia sama sekali tidak kontak dengan para penumpang, demikian laporan Beijing News.
Pada Sabtu itu pula Pasar Xinfadi yang berdiri di atas lahan seluas 112 hektare dengan daya tampung 4.000 pedagang itu ditutup total.
Selanjutnya semua orang yang bekerja di pasar grosir sayur, buah, daging, dan ikan segar tersebut dites COVID-19 pada Minggu.
Demikian halnya dengan mayarakat sekitar pasar yang berdiri di atas lahan seluas 112 hektare yang menampung sekitar 4.000 pedagang itu.
Dari 517 sampel yang dihimpun petugas dari Pasar Induk Xinfadi, 45 di antaranya positif COVID-19 ditambah satu kasus dari pasar hasil pertanian di Distrik Haidian yang melakukan kontak dekat dengan satu kasus positif di klaster Xinfadi,
Masyarakat harus tetap memiliki kewaspadaan yang tinggi atas terjadinya kasus sporadis ini, namun jangan panik, demikian Prof Cheng Feng dari Pusat Kesehatan Masyarakat Tsinghua University, Beijing, dikutip China Daily.
Pasar Xinfadi mengintegrasikan produk peternakan dan pertanian yang tidak saja berasal dari Beijing melainkan juga dari daerah penyangga, seperti Tianjin dan Hebei.
Bahkan Enggartiasto Lukita saat menjabat Menteri Perdagangan secara terang-terangan ingin menerapkan konsep tersebut di Pasar Induk Keramat Jati, Jakarta Timur dan lima pasar induk lainnya yang akan dibangun di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau, dan Sulawesi.
"Kalau dibilang mahal, bangunan pasar induk seperti ini ya pasti mahal. Tapi konsepnya ini bisa menyejahterakan para petani dan peternak di daerah. Kalau saja pasar induk seperti Xinfadi ini dibangun di Bekasi, maka akan berfungsi sebagai penyangga ekonomi wilayah utara Jawa Barat," kata Enggar kepada ANTARA di Pasar Xinfadi pada 19 Juli 2019.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Penurunan status tersebut sekaligus menandai era normal baru di Ibu Kota China yang sebulan sebelumnya sempat menjadi daerah berisiko tinggi COVID-19.
Sekolah, khususnya untuk tingkat menengah, mulai menyiapkan rencana dimulainya kegiatan belajar dan mengajar di kelas, tentu dengan protokol normal baru.
Demikian halnya dengan kegiatan keagamaan bagi sebagian kecil rakyat China yang ditiadakan sejak 24 Januari 2020 atau sehari setelah karantina wilayah Wuhan juga mulai aktif meskipun dalam lingkup yang sangat terbatas.
Baca juga: KBRI Beijing ingatkan pelajar asal Indonesia soal kuliah daring
Masjid Niujie telah dibuka kembali mulai 10 Juni 2020 pukul 00.00 waktu Beijing, demikian informasi yang didapat ANTARA dari laman resmi Asosiasi Islam China (CIA).
Untuk saat ini hanya kegiatan peribadatan yang dibuka kembali, tidak menerima kunjungan wisatawan, demikian bunyi maklumat tersebut.
Bukan hal aneh kalau masjid di China menjadi objek wisata. Beberapa meter dari gerbang utama masjid yang menghadap ke Jalan Raya Niujie terdapat ruang kecil yang mirip loket.
Lazimnya loket adalah tempat penjualan tiket, demikian halnya dengan di Masjid Niujie itu. Bahkan ketika ANTARA pertama kali mengunjungi masjid terbesar dan tertua di Beijing itu pada Maret 2017, seorang petugas yang berjaga di pintu gerbang sempat mengarahkan ke loket terlebih dulu.
Petugas loket menanyakan tujuan ke masjid. Setelah dijawab untuk melaksanakan shalat zuhur dan berziarah ke makam dua imam (Syekh Ali bin Al Qadir Imaduddin Bukhori dan Syekh Al Burhani Al Qazwayni), maka petugas pun mempersilakan tanpa harus membeli tiket masuk.
Baca juga: Muslim Beijing sumbang Rp1,7 miliar untuk penanggulangan wabah virus corona
Sekelompok wisatawan datang menyusul. Ternyata mereka tidak hanya melihat-lihat kondisi bangunan berarsitektur China kuno didominasi warna merah, melainkan juga memotret jamaah shalat zuhur.
Oleh karena bukan Muslim, wisatawan tersebut tidak diizinkan memasuki bangunan utama masjid. Mereka hanya memotret jamaah shalat zuhur dari halaman.
Dalam maklumat bertanggal 9 Juni itu jamaah diimbau untuk membersihkan diri atau berwudu di rumah selama masa normal baru.
Selesai shalat, mohon tinggalkan masjid tepat waktu, demikian maklumat berbahasa Mandarin tersebut.
Di era normal baru ini, anggota jamaah yang hendak menunaikan shalat lima waktu harus mendaftar terlebih dulu untuk mendapatkan tempat.
Untuk kegiatan shalat Jumat, anggota jamaah harus mengisi formulir reservasi yang bisa dipindai dari WeChat.
Masjid Niujie yang dibangun pada 996 Masehi di atas lahan seluas 10.000 meter persegi di Distrik Xicheng itu tertutup untuk umum selama 138 hari sejak menjelang shalat Jumat pada 24 Januari.
Meskipun dibuka secara terbatas, CIA juga mengingatkan umatnya untuk tetap waspada.
Baca juga: Jokowi Kunjungi Masjid Niujie Beijing
Virus corona tidak akan hilang, risikonya bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Untuk itu tidak bisa dianggap enteng, demikian peringatan CIA.
Sebagai catatan, Masjid Niujie pernah dikunjungi Presiden Joko Widodo pada 14 Mei 2017 di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi Forum Sabuk Jalan (BRF).
Namun Jokowi bukan yang pertama karena pada tahun 2000 Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menjadi Presiden Indonesia pertama yang mengunjungi masjid yang dibangun pada era Dinasti Liao itu.
Lockdown Xinfadi
Selama 56 hari berturut-turut di Beijing tidak didapati kasus baru COVID-19. Aktivitas masyarakat pun perlahan pulih.
Namun Sabtu (13/6) masyarakat Ibu Kota dikejutkan dengan temuan kasus baru di Pasar Induk Xinfadi di Distrik Fengtai.
"Pemberitahuan kasus pneumonia baru di kota kami," demikian judul pesan singkat yang diperoleh ANTARA dari staf Kementerian Luar Negeri China pada Sabtu tengah malam.
Pesan itu berisi empat kasus baru yang ditemukan pertama kali di pasar grosir terbesar di Beijing yang berbatasan dengan Provinsi Hebei tersebut.
Lalu bermunculan kasus-kasus lainnya yang terjadi pada awal-awal normal baru di Beijing tersebut.
Hingga Sabtu sudah tercatat 36 kasus baru di klaster Pasar Induk Xinfadi. Bahkan seorang sopir shuttle bus di Bandara Beijing yang dinyatakan positif COVID-19 termasuk dalam klaster ini, demikian pernyataan otoritas kesehatan setempat, Minggu.
Sopir berusia 56 tahun yang tinggal di Yongning Hutong, Distrik Xicheng, mengunjungi Pasar Xinfadi pada 3 Juni.
Dua hari kemudian, dia merasa tidak enak badan. Lalu dia mengunjungi Rumah Sakit Xuanwu, Rumah Sakit Daerah, dan Rumah Sakit Haidian pada Jumat (12/6) dengan diagnosis COVID-19.
Sopir tersebut tidak bekerja dalam beberapa bulan sehingga dia sama sekali tidak kontak dengan para penumpang, demikian laporan Beijing News.
Pada Sabtu itu pula Pasar Xinfadi yang berdiri di atas lahan seluas 112 hektare dengan daya tampung 4.000 pedagang itu ditutup total.
Selanjutnya semua orang yang bekerja di pasar grosir sayur, buah, daging, dan ikan segar tersebut dites COVID-19 pada Minggu.
Demikian halnya dengan mayarakat sekitar pasar yang berdiri di atas lahan seluas 112 hektare yang menampung sekitar 4.000 pedagang itu.
Dari 517 sampel yang dihimpun petugas dari Pasar Induk Xinfadi, 45 di antaranya positif COVID-19 ditambah satu kasus dari pasar hasil pertanian di Distrik Haidian yang melakukan kontak dekat dengan satu kasus positif di klaster Xinfadi,
Masyarakat harus tetap memiliki kewaspadaan yang tinggi atas terjadinya kasus sporadis ini, namun jangan panik, demikian Prof Cheng Feng dari Pusat Kesehatan Masyarakat Tsinghua University, Beijing, dikutip China Daily.
Pasar Xinfadi mengintegrasikan produk peternakan dan pertanian yang tidak saja berasal dari Beijing melainkan juga dari daerah penyangga, seperti Tianjin dan Hebei.
Bahkan Enggartiasto Lukita saat menjabat Menteri Perdagangan secara terang-terangan ingin menerapkan konsep tersebut di Pasar Induk Keramat Jati, Jakarta Timur dan lima pasar induk lainnya yang akan dibangun di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau, dan Sulawesi.
"Kalau dibilang mahal, bangunan pasar induk seperti ini ya pasti mahal. Tapi konsepnya ini bisa menyejahterakan para petani dan peternak di daerah. Kalau saja pasar induk seperti Xinfadi ini dibangun di Bekasi, maka akan berfungsi sebagai penyangga ekonomi wilayah utara Jawa Barat," kata Enggar kepada ANTARA di Pasar Xinfadi pada 19 Juli 2019.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020