Upaya pemerintah untuk mengakhiri pandemi COVID-19 sekaligus mencegah gelombang kedua wabah tersebut semakin intens ditingkatkan dengan implementasi yang super ketat.
Salah satu tindakan yang diambil adalah penyekatan arus balik pemudik dan urbanisasi perantau menuju Jakarta dan wilayah Bodetabek di jalan tol pasca-Lebaran 2020 demi mengakhiri penyebaran COVID-19.
Kementerian Perhubungan telah memperpanjang masa berlaku pengendalian transportasi selama masa mudik Idul Fitri 1441 Hijriah dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun 2020 menjadi hingga 7 Juni 2020.
Kemenhub akan memastikan pengawasan pengendalian transportasi di lapangan bahwa hanya orang yang memenuhi kriteria dan syarat sesuai SE Gugus Tugas yang boleh bepergian.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono berharap larangan mudik dan bekerja dari rumah (WFH) dapat lebih menurunkan arus lalu lintas atau trafik di jalan nasional dan tol.
Baca juga: Indef nilai penyekatan arus balik bisa tekan kasus COVID di Jabodetabek
Ia mengatakan bahwa layanan jalan tol dan non-tol tetap beroperasi sebagai jalur logistik untuk pergerakan barang kebutuhan pokok/pangan, alat kesehatan, serta layanan kesehatan/kendaraan medis. Selain itu, layanan tol juga diperbolehkan beroperasi untuk pergerakan orang pada skala lokal atau kawasan Jabodetabek.
Lalu apa yang perlu difokuskan Badan Pengatur Jalan Tol untuk mendukung operasi penyekatan arus balik di tol? Bagaimana sejauh ini perkembangan volume lalu lintas akibat operasi penyekatan tersebut dan mungkinkah upaya ini berhasil menekan angka pandemi COVID-19 di Jabodetabek?
Dua fokus penyekatan arus balik di tol
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) mendukung dan membantu aparat kepolisian dan lembaga-lembaga terkait dalam upaya penyekatan arus balik ke Jakarta serta wilayah Bodetabek untuk mengakhiri pandemi COVID-19.
Menurut Kepala BPJT Danang Parikesit, fokus BPJT pada pengelolaan di jalan tol ada dua hal. Pertama yakni pengendalian perjalanan dengan mengikuti apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk penyekatan-penyekatan di jalan tol. Artinya mengurangi semaksimal mungkin orang-orang untuk melakukan perjalanan, sehingga menjaga tidak terjadi gelombang kedua atau second wave COVID-19 di Jabodetabek.
Dengan demikian, warga yang akan kembali ke Jakarta untuk bekerja harus dipastikan kondisi fisiknya sehat. Selain itu, mereka yang tidak memiliki Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) serta dokumen-dokumen kesehatan lainnya untuk keluar masuk Jakarta dan Jabodetabek diharapkan untuk tidak melakukan arus balik.
Baca juga: Bamsoet minta perbanyak titik penyekatan masuk wilayah Jabodetabek
Danang menilai Jakarta yang sebelumnya pernah menjadi episentrum COVID-19, dan sekarang mulai berangsur-angsur membaik dapat terjaga melalui upaya penyekatan arus balik tersebut sehingga kapasitas pengelolaan transmisi virus ini serta unsur-unsur pemulihan bisa terfokuskan pada yang ada sehingga tidak menjadi bertambah.
Terkait fokus yang pertama ini, BPJT membantu dan mendukung aparat kepolisian, Kementerian Perhubungan serta pihak-pihak terkait untuk menyediakan titik pemeriksaan atau checkpoint, fasilitas transit bagi para petugas yang melakukan operasi di lapangan dan juga memfasilitasi mereka untuk bisa menjalankan tugas dengan baik.
Fokus kedua terkait pengelolaan jalan tol selama masa pandemi COVID-19, bagi masyarakat yang melakukan perjalanan atau mereka yang hendak memasuki kawasan Jabodetabek perlu membawa SIKM serta sejumlah dokumen kesehatan lainnya dibutuhkan selama periode pandemi. Kemudian rest area sudah disediakan dengan protokol yang bagus yakni dengan menjaga jarak, menjaga kesehatan, menjalankan penyemprotan disinfektan, serta fasilitas-fasilitas kebersihan dan kesehatan lainnya.
Dengan demikian mereka yang tetap diperbolehkan untuk melakukan perjalanan dapat terfasilitasi jika mereka ingin menggunakan rest area yang kapasitasnya telah dikurangi menjadi separuhnya baik kapasitas parkirnya maupun fasilitas publiknya.
Kendaraan diputar balik, volume lalin turun
Hingga H+3 Lebaran, berdasarkan data dari Jasa Marga, 4.599 kendaraan menuju Jakarta dialihkan ke Gerbang Tol (GT) Karawang Barat di check point Km 47B Karawang Barat Jalan Tol Jakarta - Cikampek.
General Manager Representative Office 1 Jasamarga Transjawa Tollroad Widiyatmiko Nursejati menyatakan bahwa dari total 4.599 kendaraan yang dialihkan pada H2 hingga H+3 Lebaran 2020 tersebut, sebanyak 226 adalah kendaraan angkutan penumpang dan 4.373 merupakan kendaraan pribadi. Kendaraan pribadi yang tidak memiliki dokumen lengkap sesuai dengan syarat perjalanan dikeluarkan ke akses Karawang Barat Km 47 untuk kembali ke arah Cikampek.
Baca juga: 4.599 kendaraan ke Jakarta diputarbalik di Cikampek
Sementara itu Jasa Marga mencatat bahwa pada H+4 Lebaran sebanyak total 298.829 kendaraan menuju ke Jakarta melalui arah timur, barat dan selatan.
Menurut Corporate Communication & Community Development Group Head Jasa Marga Dwimawan Heru, volume lalu lintas (lalin) yang menuju Jakarta ini turun 71 persen, dibandingkan dengan lalin periode yang sama di Lebaran tahun 2019. Sedangkan untuk distribusi lalu lintas menuju Jakarta sebesar 33,9 persen dari arah Timur, 34,7 persen dari arah Barat dan 31,4 persen dari arah Selatan.
Mampu tekan kasus COVID-19
Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai upaya penyekatan arus balik ke Jakarta bisa menekan penyebaran kasus COVID-19 di Jabodetabek.
Menurut dia, upaya penyekatan arus balik ini dibantu oleh aparat (TNI-Polri dan pemerintah pusat) saya kira bisa menghadang pemudik dan perantau yang menuju Jakarta serta Bodetabek.
Operasi penyekatan arus balik ini sebetulnya yang mau dibendung adalah mobilitasnya sampai harapannya ketika masa PSBB di Jakarta dan Bodetabek diakhiri maka kasus COVID-19 yang terjadi di wilayah-wilayah tersebut sudah menurun.
Baca juga: Pemkot Bandung perpanjang PSBB secara proporsional sampai 12 Juni
Kendati demikian upaya penyekatan arus balik ini juga disertai tantangan yang perlu dihadapi oleh pemerintah terkait implementasi pengawasan terhadap mobilitas masyarakat di lapangan, agar tidak ada pasien atau penderita COVID-19 yang lolos masuk kembali ke Jabodetabek.
"Kalau pengawasan di MRT, stasiun kereta, terminal bus dan bandara serta pelabuhan masih bisa dilakukan secara mudah, namun tantangan pengawasan paling berat terhadap penyekatan mobilitas ini berada di sektor jalan tol, jalan nasional, pasar tradisional," kata Eko.
Hal senada juga disampaikan oleh pengamat transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno yang mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai kendala terbesar upaya pembendungan arus balik pemudik dan perantau ke Jakarta di jalan raya, seperti jalan tol dan jalan nasional dalam rangka untuk mengakhiri pandemi COVID-19.
Baca juga: Meski masuk zona biru, Pemkab Majalengka tetap perpanjang PSBB
Menurut dia, di simpul-simpul transportasi lainnya seperti bandara, terminal bus, stasiun kereta dan pelabuhan lebih mudah untuk melakukan pembendungan pemudik dan perantau yang akan masuk kembali ke Jakarta. Ini dimungkinkan karena terdapat tim gabungan satgas khusus yang melakukan pemeriksaan kesehatan dan verifikasi dokumen perjalanan secara intensif sebagai syarat untuk mendapatkan tiket perjalanan.
Namun berbeda dengan upaya pembendungan arus balik di jalan raya, mengingat jumlah keterbatasan personel dalam melakukan pemeriksaan kesehatan dan pengecekan dokumen perjalanan secara intensif kepada setiap pengendara.
Selain itu Djoko Setijowarno menambahkan bahwa ketua RT dan RW di Jakarta serta wilayah Bodetabek harus ikut berperan aktif sebagai benteng terakhir dalam membendung arus balik pemudik serta perantau ke wilayah masing-masing.
Baca juga: Depok persiapkan PSBB Proporsional
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Salah satu tindakan yang diambil adalah penyekatan arus balik pemudik dan urbanisasi perantau menuju Jakarta dan wilayah Bodetabek di jalan tol pasca-Lebaran 2020 demi mengakhiri penyebaran COVID-19.
Kementerian Perhubungan telah memperpanjang masa berlaku pengendalian transportasi selama masa mudik Idul Fitri 1441 Hijriah dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun 2020 menjadi hingga 7 Juni 2020.
Kemenhub akan memastikan pengawasan pengendalian transportasi di lapangan bahwa hanya orang yang memenuhi kriteria dan syarat sesuai SE Gugus Tugas yang boleh bepergian.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono berharap larangan mudik dan bekerja dari rumah (WFH) dapat lebih menurunkan arus lalu lintas atau trafik di jalan nasional dan tol.
Baca juga: Indef nilai penyekatan arus balik bisa tekan kasus COVID di Jabodetabek
Ia mengatakan bahwa layanan jalan tol dan non-tol tetap beroperasi sebagai jalur logistik untuk pergerakan barang kebutuhan pokok/pangan, alat kesehatan, serta layanan kesehatan/kendaraan medis. Selain itu, layanan tol juga diperbolehkan beroperasi untuk pergerakan orang pada skala lokal atau kawasan Jabodetabek.
Lalu apa yang perlu difokuskan Badan Pengatur Jalan Tol untuk mendukung operasi penyekatan arus balik di tol? Bagaimana sejauh ini perkembangan volume lalu lintas akibat operasi penyekatan tersebut dan mungkinkah upaya ini berhasil menekan angka pandemi COVID-19 di Jabodetabek?
Dua fokus penyekatan arus balik di tol
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) mendukung dan membantu aparat kepolisian dan lembaga-lembaga terkait dalam upaya penyekatan arus balik ke Jakarta serta wilayah Bodetabek untuk mengakhiri pandemi COVID-19.
Menurut Kepala BPJT Danang Parikesit, fokus BPJT pada pengelolaan di jalan tol ada dua hal. Pertama yakni pengendalian perjalanan dengan mengikuti apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk penyekatan-penyekatan di jalan tol. Artinya mengurangi semaksimal mungkin orang-orang untuk melakukan perjalanan, sehingga menjaga tidak terjadi gelombang kedua atau second wave COVID-19 di Jabodetabek.
Dengan demikian, warga yang akan kembali ke Jakarta untuk bekerja harus dipastikan kondisi fisiknya sehat. Selain itu, mereka yang tidak memiliki Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) serta dokumen-dokumen kesehatan lainnya untuk keluar masuk Jakarta dan Jabodetabek diharapkan untuk tidak melakukan arus balik.
Baca juga: Bamsoet minta perbanyak titik penyekatan masuk wilayah Jabodetabek
Danang menilai Jakarta yang sebelumnya pernah menjadi episentrum COVID-19, dan sekarang mulai berangsur-angsur membaik dapat terjaga melalui upaya penyekatan arus balik tersebut sehingga kapasitas pengelolaan transmisi virus ini serta unsur-unsur pemulihan bisa terfokuskan pada yang ada sehingga tidak menjadi bertambah.
Terkait fokus yang pertama ini, BPJT membantu dan mendukung aparat kepolisian, Kementerian Perhubungan serta pihak-pihak terkait untuk menyediakan titik pemeriksaan atau checkpoint, fasilitas transit bagi para petugas yang melakukan operasi di lapangan dan juga memfasilitasi mereka untuk bisa menjalankan tugas dengan baik.
Fokus kedua terkait pengelolaan jalan tol selama masa pandemi COVID-19, bagi masyarakat yang melakukan perjalanan atau mereka yang hendak memasuki kawasan Jabodetabek perlu membawa SIKM serta sejumlah dokumen kesehatan lainnya dibutuhkan selama periode pandemi. Kemudian rest area sudah disediakan dengan protokol yang bagus yakni dengan menjaga jarak, menjaga kesehatan, menjalankan penyemprotan disinfektan, serta fasilitas-fasilitas kebersihan dan kesehatan lainnya.
Dengan demikian mereka yang tetap diperbolehkan untuk melakukan perjalanan dapat terfasilitasi jika mereka ingin menggunakan rest area yang kapasitasnya telah dikurangi menjadi separuhnya baik kapasitas parkirnya maupun fasilitas publiknya.
Kendaraan diputar balik, volume lalin turun
Hingga H+3 Lebaran, berdasarkan data dari Jasa Marga, 4.599 kendaraan menuju Jakarta dialihkan ke Gerbang Tol (GT) Karawang Barat di check point Km 47B Karawang Barat Jalan Tol Jakarta - Cikampek.
General Manager Representative Office 1 Jasamarga Transjawa Tollroad Widiyatmiko Nursejati menyatakan bahwa dari total 4.599 kendaraan yang dialihkan pada H2 hingga H+3 Lebaran 2020 tersebut, sebanyak 226 adalah kendaraan angkutan penumpang dan 4.373 merupakan kendaraan pribadi. Kendaraan pribadi yang tidak memiliki dokumen lengkap sesuai dengan syarat perjalanan dikeluarkan ke akses Karawang Barat Km 47 untuk kembali ke arah Cikampek.
Baca juga: 4.599 kendaraan ke Jakarta diputarbalik di Cikampek
Sementara itu Jasa Marga mencatat bahwa pada H+4 Lebaran sebanyak total 298.829 kendaraan menuju ke Jakarta melalui arah timur, barat dan selatan.
Menurut Corporate Communication & Community Development Group Head Jasa Marga Dwimawan Heru, volume lalu lintas (lalin) yang menuju Jakarta ini turun 71 persen, dibandingkan dengan lalin periode yang sama di Lebaran tahun 2019. Sedangkan untuk distribusi lalu lintas menuju Jakarta sebesar 33,9 persen dari arah Timur, 34,7 persen dari arah Barat dan 31,4 persen dari arah Selatan.
Mampu tekan kasus COVID-19
Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai upaya penyekatan arus balik ke Jakarta bisa menekan penyebaran kasus COVID-19 di Jabodetabek.
Menurut dia, upaya penyekatan arus balik ini dibantu oleh aparat (TNI-Polri dan pemerintah pusat) saya kira bisa menghadang pemudik dan perantau yang menuju Jakarta serta Bodetabek.
Operasi penyekatan arus balik ini sebetulnya yang mau dibendung adalah mobilitasnya sampai harapannya ketika masa PSBB di Jakarta dan Bodetabek diakhiri maka kasus COVID-19 yang terjadi di wilayah-wilayah tersebut sudah menurun.
Baca juga: Pemkot Bandung perpanjang PSBB secara proporsional sampai 12 Juni
Kendati demikian upaya penyekatan arus balik ini juga disertai tantangan yang perlu dihadapi oleh pemerintah terkait implementasi pengawasan terhadap mobilitas masyarakat di lapangan, agar tidak ada pasien atau penderita COVID-19 yang lolos masuk kembali ke Jabodetabek.
"Kalau pengawasan di MRT, stasiun kereta, terminal bus dan bandara serta pelabuhan masih bisa dilakukan secara mudah, namun tantangan pengawasan paling berat terhadap penyekatan mobilitas ini berada di sektor jalan tol, jalan nasional, pasar tradisional," kata Eko.
Hal senada juga disampaikan oleh pengamat transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno yang mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai kendala terbesar upaya pembendungan arus balik pemudik dan perantau ke Jakarta di jalan raya, seperti jalan tol dan jalan nasional dalam rangka untuk mengakhiri pandemi COVID-19.
Baca juga: Meski masuk zona biru, Pemkab Majalengka tetap perpanjang PSBB
Menurut dia, di simpul-simpul transportasi lainnya seperti bandara, terminal bus, stasiun kereta dan pelabuhan lebih mudah untuk melakukan pembendungan pemudik dan perantau yang akan masuk kembali ke Jakarta. Ini dimungkinkan karena terdapat tim gabungan satgas khusus yang melakukan pemeriksaan kesehatan dan verifikasi dokumen perjalanan secara intensif sebagai syarat untuk mendapatkan tiket perjalanan.
Namun berbeda dengan upaya pembendungan arus balik di jalan raya, mengingat jumlah keterbatasan personel dalam melakukan pemeriksaan kesehatan dan pengecekan dokumen perjalanan secara intensif kepada setiap pengendara.
Selain itu Djoko Setijowarno menambahkan bahwa ketua RT dan RW di Jakarta serta wilayah Bodetabek harus ikut berperan aktif sebagai benteng terakhir dalam membendung arus balik pemudik serta perantau ke wilayah masing-masing.
Baca juga: Depok persiapkan PSBB Proporsional
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020