Sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) maupun rumah tahanan negara (rutan) mulai memproduksi alat pelindung diri (APD) secara mandiri guna memenuhi kebutuhan warga binaan dan petugas, sekaligus berpartisipasi melawan penyebaran COVID-19.

"Kebutuhan di dalam lapas atau rutan saja sudah sangat tinggi. Jika mengandalkan pembelian dari luar saja tidak cukup dan barangnya langka. Apalagi sekarang WHO menganjurkan semua orang, sehat atau sakit untuk memakai masker," ujar Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Nugroho, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Nugroho mengatakan berbekal keterampilan dari program pembinaan kemandirian di lapas dan rutan, para narapidana mampu memproduksi berbagai APD seperti masker, pelindung wajah, penutup kepala, pakaian dekontaminasi, dan apron.

APD-APD itu diproduksi di sejumlah lapas dan rutan di Indonesia, di antaranya Lapas Lhoksukon, Lapas Tasikmalaya, Lapas Klas I Tangerang, Lapas Binjai, Lapas Perempuan Semarang, Lapas Bengkulu, Lapas Perempuan Pekanbaru, Rutan Salemba, Rutan Muntok.

Baca juga: Lapas Cikarang bebaskan 133 warga binaan

Kemudian, Lapas Garut, Lapas, Bogor, Lapas Yogyakarta, Rutan Wonosari, Lapas Makassar, Lapas Perempuan Jayapura, Lapas Pontianak, Rutan Balikpapan, Lapas Malang, Lapas Polewali, dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Pangkal Pinang.

Selain APD, para narapidana di lapas dan rutan tersebut juga memproduksi perlengkapan penunjang lainnya seperti cairan antiseptik, penyanitasi tangan, bilik sterilisasi, tiang infus, hingga tandu.

"Kami produksi setiap hari dan memang diutamakan untuk di dalam lapas atau rutan yang sangat rentan terjadi penularan. Namun, bagi lapas atau rutan yang mampu berproduksi dalam skala besar tidak menutup kemungkinan untuk didistribusikan keluar. Kita semua bersatu untuk melawan Corona," ucap. Nugroho.

Nugroho kemudian mencontohkan Lapas Lhoksukon yang telah mendistribusikan masker hasil buatan narapidana ke beberapa wilayah di Aceh serta Rupbasan Pangkal Pinang yang membagikan APD ke tenaga medis setempat.

Selain itu, Lapas Kelas I Tangerang juga telah membagikan 700 masker kain berlapis filter untuk seluruh Narapidana dan petugas. Masker tersebut digunakan selama menjalankan aktivitas sehari-hari dan dapat dicuci kembali. Nantinya masker tersebut akan kembali diproduksi secara massal untuk didistribusikan.

Baca juga: Cegah COVID-19, Lapas Warungkiara Sukabumi bebaskan puluhan napi

Adapun beberapa lapas atau rutan yang memiliki kapasitas produksi besar antara lain Lapas Binjai yang mampu memproduksi 100 buah pelindung wajah dan 50 buah penutup kepala per hari per hari, Lapas Perempuan Semarang mampu produksi 500 buah masker kain per hari, serta Lapas Perempuan Pekanbaru yang mampu produksi 75 lusin pakaian dekontaminasi dan apron per hari.
Alat pelindung diri (APD) yang diproduksi oleh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang (ANTARA/HO-Dokumentasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan)


Sementara itu, untuk peralatan penunjang lainnya Lapas Malang mampu memproduksi cairan antiseptik dan penyanitasi tangan masing-masing 100 liter per hari, Lapas Tasikmalaya produksi dua bilik sterilisasi per minggu, serta Lapas Polewali yang mampu memproduksi tiga tiang infus dan satu tandu per hari.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Ibnu Chuldun, mengatakan fasilitas seperti bilik sterilisasi hingga layanan kunjungan video call sudah tersedia di lapas dan rutan seluruh Indonesia, sebagai fasilitas penunjang untuk menekan penyebaran COVID-19.

"Setiap orang yang keluar masuk lapas atau rutan sekarang wajib cuci tangan dan masuk bilik sterilisasi. Fasilitasnya sudah tersedia. Bahkan kendaraan pembawa bahan makanan pun kami semprot disinfektan. Kunjungan langsung diganti video call dan wartel khusus, termasuk proses persidangan juga melalui video conference," tutur Ibnu.

Baca juga: Napi koruptor Lapas Sukamiskin Bandung tak mendapat hak bebas

Ibnu menambahkan saat ini di setiap wilayah juga telah terdapat blok isolasi khusus bagi warga binaan yang berstatus orang dalam pemantauan (ODP) maupun pasien dalam pengawasan (PDP).

"Jika ada warga binaan yang menjadi ODP atau PDP setelah dilakukan pemeriksaan oleh tenaga medis, segera kami pindahkan ke blok isolasi khusus. Kami juga bekerja sama dengan dinas kesehatan dan rumah sakit setempat serta menyiapkan rumah sakit Pengayoman sebagai rumah sakit rujukan bagi warga binaan," ujar Ibnu.

Pewarta: Fathur Rochman

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020