Penerapan demokrasi pada era kekinian telah mengalami lompatan yang luar biasa. Hal ini terlihat dari pengalaman beberapa masa pemerintahan setelah runtuhnya Orde Baru.
Mulai dari kepemimpinan B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga kepemimpinan Presiden Joko Widodo saat ini membuktikan keseriusan negara dalam upaya mewujudkan sebuah negara yang demokratis.
Namun, apa jadinya bila kebebasan demokrasi yang telah digaungkan para pemimpin bangsa itu dicederai oleh drama politik demi memuluskan kepentingan dan mamuaskan nafsu segelintir golongan yang haus akan kekuasaan, seperti drama Pemilihan Wakil Bupati Bekasi, Jawa Barat, periode sisa masa jabatan 2017—2022.
Pemilihan Wakil Bupati Bekasi oleh Panitia Pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi dinilai memiliki catatan buruk seperti memaksakan pemilihan pada hari Rabu (18/3) dan memberikan surat keputusan penetapan calon kepada salah seorang kandidat.
Padahal, pada saat bersamaan Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja belum menyerahkan surat rekomendasi nama calon dari partai koalisi sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 176 Ayat (2) yang berbunyi partai politik atau gabungan partai politik pengusung mengusulkan dua orang calon wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota kepada DPRD melalui gubernur, bupati, atau wali kota untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD.
Sementara itu, empat partai koalisi pemenang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bekasi 2017, yakni Partai Golkar, PAN, Hanura, dan NasDem saat ini mengantongi empat nama berbeda yang telah direkomendasikan masing-masing Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai. Dari empat belum dikerucutkan menjadi dua nama. Hal ini karena masih menunggu hasil konsolidasi empat partai tersebut.
Hal ini tentu saja memberi penafsiran Panitia Pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi bekerja lebih cepat daripada partai koalisi sehingga memicu sejumlah pertanyaan publik mengapa hal itu bisa terjadi? Padahal, menurut regulasi, sejatinya panitia pemilihan hanya bertugas memfasilitasi pemilihan.
Kebablasan dalam berdemokrasi ini juga dilakukan panitia pemilihan dengan menetapkan seluruh tahapan hingga berujung pada jadwal pemilihan, seperti layaknya pemilihan kepala daerah (Pilkada). Padahal, Pemilihan Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan ini sepenuhnya menjadi hak prerogatif partai pengusung pemenang pilkada.
Catatan buruk selanjutnya adalah Panitia Pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi hingga saat ini belum mendapat izin melakukan Pemilihan Wakil Bupati Bekasi dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah pada Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik menyebut hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan pemberitahuan terkait dengan Pemilihan Wakil Bupati Bekasi.
Meski demikian, dia mengatakan bahwa pemilihan harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
"Saya belum tahu kabar soal itu. Yang mengirimkan SK pengantaran itu provinsi dahulu karena provinsi yang memfasilitasi secara teknis. Silakan partai politiknya yang bekerja, kami tidak mau masuk ke dalam teknis itu. Namun, pastinya lihat lagi pada Undang-Undang 10 Tahun 2016 Pasal 176 itu. Lebih jelasnya coba dikomunikasikan dengan provinsi," katanya.
Direktur Fasilitasi Kepala Daerah, DPRD, dan Hubungan Antarlembaga (FKDH) pada Ditjen Otda Kemendagri Budi Santoso juga belum mengetahui adanya rencana Pemilihan Wakil Bupati Bekasi.
"Belum ada laporan dari daerah kepada kami, belum ada laporan dari provinsi ke Kemendagri," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Tata Pemerintahan pada Biro Pemerintahan dan Kerja Sama Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Dedi Mulyadi mengaku telah mengingatkan panitia pemilihan untuk tidak melanjutkan pemilihan Wakil Bupati Bekasi sebab hingga saat ini partai koalisi belum bersepakat soal dua nama yang akan direkomendasikan.
"Kami sudah bilang kepada pihak DPRD, saya sudah laporkan kepada Pak Syahrul dan Pak Sekda (Jawa Barat). Kami belum sama sekali bertemu (DPRD), apalagi surat pemberitahuan pelaksanaan paripurna, terakhir saya ketemu dengan DPRD sekitar awal Januari, mereka konsultasi, saat itu saya sampaikan harus menunggu dari DPP," kata dia.
Ia mengingatkan kembali Panitia Pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi jangan sampai proses yang telah dijalankan tidak diakui karena terbentur persyaratan yang belum terpenuhi.
"Peraturannya 'kan jelas, mendingan dari sekarang dipastikan sama meski nanti lama. Namun, clear itu lo," ucapnya.
Berdasarkan informasi yang diterima pihaknya dari Panitia Pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi ada poin yang menyebutkan tanggal dan penjadwalan, padahal pemilihan wakil bupati sisa masa jabatan ini berbeda dengan pelaksanaan pilkada yang terjadwal.
"Poinnya disebutkan di situ seperti proses pilkada, padahal tidak ada proses pilkada. Itu hak prerogatif partai pengusung. Bukan hak panitia pemilihan (panlih) karena panlih itu tugasnya hanya memfasilitasi paripurna," kata dia.
Dedi menyatakan sudah berulang kali mengingatkan DPRD Kabupaten Bekasi untuk menahan proses yang sedang berlangsung. Namun, sampai kini DPRD tidak bergeming dan terus menjalankan proses.
"Menurut informasi saya dengan mereka, itu saya suruh tahan dahulu, jangan dahulu, menunggu kepastian dahulu. Takutnya nanti sudah dieksekusi tidak sesuai dengan ketentuan. 'Kan kerja dua kali, saya sudah bilang kepada mereka. Saya sudah bilang ke Panlih kalau bekerja tanpa dasar dan menabrak aturan, ya, percuma," ungkapnya.
Dedi juga sempat mengingatkan agar panitia pemilihan tidak terlalu aktif dan terburu-buru memaksakan melaksanakan Pemilihan Wakil Bupati Bekasi sebelum partai koalisi menyepakati dua nama yang akan direkomendasikan.
"Tetap saya bilang acuannya adalah aturan dan ketentuannya diserahkan kepada partai pengusung DPP lagi, bukan DPD. Dia (DPRD) bilang pendaftarannya habis batas waktunya, terus saya bilang di undang-undang tidak ada pendaftaran, bukan seperti pilkada," ucapnya.
Dedi meminta Panitia Pemilihan Wakil Bupati Bekasi yang merupakan lembaga bentukan DPRD Kabupaten Bekasi untuk mengurungkan niat melanjutkan pemilihan sebelum pimpinan pusat partai koalisi, baik itu Partai Golkar, PAN, NasDem, dan Hanura, bersepakat menentukan dua nama yang sama. Bila proses ini tetap dijalankan, menurut dia, tidak akan menerima hasil paripurna yang digelar DPRD Kabupaten Bekasi.
Ketua Panlih DPRD Kabupaten Bekasi Mustakim menyatakan telah melakukan penetapan terhadap dua nama, yakni Ahmad Marjuki dan Tuti Yasin sebagai Calon Wakil Bupati Bekasi periode sisa masa jabatan 2017—2022.
Ia bahkan mengklaim tahapan pemilihan yang dilakukan pihaknya sudah sesuai dengan aturan hingga menetapkan pemilihan akan dilakukan pada tanggal 18 Maret 2020.
"Sudah kami tetapkan dua nama calon tadi. Menurut kami semua sudah sesuai dengan prosedur," katanya.
Baca juga: DPP Golkar serahkan rekomendasi bakal calon wabup kepada Bupati Bekasi
Baca juga: Bupati Bekasi: Tak ada kendala jalankan pemerintahan tanpa wakil
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Mulai dari kepemimpinan B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga kepemimpinan Presiden Joko Widodo saat ini membuktikan keseriusan negara dalam upaya mewujudkan sebuah negara yang demokratis.
Namun, apa jadinya bila kebebasan demokrasi yang telah digaungkan para pemimpin bangsa itu dicederai oleh drama politik demi memuluskan kepentingan dan mamuaskan nafsu segelintir golongan yang haus akan kekuasaan, seperti drama Pemilihan Wakil Bupati Bekasi, Jawa Barat, periode sisa masa jabatan 2017—2022.
Pemilihan Wakil Bupati Bekasi oleh Panitia Pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi dinilai memiliki catatan buruk seperti memaksakan pemilihan pada hari Rabu (18/3) dan memberikan surat keputusan penetapan calon kepada salah seorang kandidat.
Padahal, pada saat bersamaan Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja belum menyerahkan surat rekomendasi nama calon dari partai koalisi sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 176 Ayat (2) yang berbunyi partai politik atau gabungan partai politik pengusung mengusulkan dua orang calon wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota kepada DPRD melalui gubernur, bupati, atau wali kota untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD.
Sementara itu, empat partai koalisi pemenang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bekasi 2017, yakni Partai Golkar, PAN, Hanura, dan NasDem saat ini mengantongi empat nama berbeda yang telah direkomendasikan masing-masing Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai. Dari empat belum dikerucutkan menjadi dua nama. Hal ini karena masih menunggu hasil konsolidasi empat partai tersebut.
Hal ini tentu saja memberi penafsiran Panitia Pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi bekerja lebih cepat daripada partai koalisi sehingga memicu sejumlah pertanyaan publik mengapa hal itu bisa terjadi? Padahal, menurut regulasi, sejatinya panitia pemilihan hanya bertugas memfasilitasi pemilihan.
Kebablasan dalam berdemokrasi ini juga dilakukan panitia pemilihan dengan menetapkan seluruh tahapan hingga berujung pada jadwal pemilihan, seperti layaknya pemilihan kepala daerah (Pilkada). Padahal, Pemilihan Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan ini sepenuhnya menjadi hak prerogatif partai pengusung pemenang pilkada.
Catatan buruk selanjutnya adalah Panitia Pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi hingga saat ini belum mendapat izin melakukan Pemilihan Wakil Bupati Bekasi dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah pada Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik menyebut hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan pemberitahuan terkait dengan Pemilihan Wakil Bupati Bekasi.
Meski demikian, dia mengatakan bahwa pemilihan harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
"Saya belum tahu kabar soal itu. Yang mengirimkan SK pengantaran itu provinsi dahulu karena provinsi yang memfasilitasi secara teknis. Silakan partai politiknya yang bekerja, kami tidak mau masuk ke dalam teknis itu. Namun, pastinya lihat lagi pada Undang-Undang 10 Tahun 2016 Pasal 176 itu. Lebih jelasnya coba dikomunikasikan dengan provinsi," katanya.
Direktur Fasilitasi Kepala Daerah, DPRD, dan Hubungan Antarlembaga (FKDH) pada Ditjen Otda Kemendagri Budi Santoso juga belum mengetahui adanya rencana Pemilihan Wakil Bupati Bekasi.
"Belum ada laporan dari daerah kepada kami, belum ada laporan dari provinsi ke Kemendagri," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Tata Pemerintahan pada Biro Pemerintahan dan Kerja Sama Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Dedi Mulyadi mengaku telah mengingatkan panitia pemilihan untuk tidak melanjutkan pemilihan Wakil Bupati Bekasi sebab hingga saat ini partai koalisi belum bersepakat soal dua nama yang akan direkomendasikan.
"Kami sudah bilang kepada pihak DPRD, saya sudah laporkan kepada Pak Syahrul dan Pak Sekda (Jawa Barat). Kami belum sama sekali bertemu (DPRD), apalagi surat pemberitahuan pelaksanaan paripurna, terakhir saya ketemu dengan DPRD sekitar awal Januari, mereka konsultasi, saat itu saya sampaikan harus menunggu dari DPP," kata dia.
Ia mengingatkan kembali Panitia Pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi jangan sampai proses yang telah dijalankan tidak diakui karena terbentur persyaratan yang belum terpenuhi.
"Peraturannya 'kan jelas, mendingan dari sekarang dipastikan sama meski nanti lama. Namun, clear itu lo," ucapnya.
Berdasarkan informasi yang diterima pihaknya dari Panitia Pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi ada poin yang menyebutkan tanggal dan penjadwalan, padahal pemilihan wakil bupati sisa masa jabatan ini berbeda dengan pelaksanaan pilkada yang terjadwal.
"Poinnya disebutkan di situ seperti proses pilkada, padahal tidak ada proses pilkada. Itu hak prerogatif partai pengusung. Bukan hak panitia pemilihan (panlih) karena panlih itu tugasnya hanya memfasilitasi paripurna," kata dia.
Dedi menyatakan sudah berulang kali mengingatkan DPRD Kabupaten Bekasi untuk menahan proses yang sedang berlangsung. Namun, sampai kini DPRD tidak bergeming dan terus menjalankan proses.
"Menurut informasi saya dengan mereka, itu saya suruh tahan dahulu, jangan dahulu, menunggu kepastian dahulu. Takutnya nanti sudah dieksekusi tidak sesuai dengan ketentuan. 'Kan kerja dua kali, saya sudah bilang kepada mereka. Saya sudah bilang ke Panlih kalau bekerja tanpa dasar dan menabrak aturan, ya, percuma," ungkapnya.
Dedi juga sempat mengingatkan agar panitia pemilihan tidak terlalu aktif dan terburu-buru memaksakan melaksanakan Pemilihan Wakil Bupati Bekasi sebelum partai koalisi menyepakati dua nama yang akan direkomendasikan.
"Tetap saya bilang acuannya adalah aturan dan ketentuannya diserahkan kepada partai pengusung DPP lagi, bukan DPD. Dia (DPRD) bilang pendaftarannya habis batas waktunya, terus saya bilang di undang-undang tidak ada pendaftaran, bukan seperti pilkada," ucapnya.
Dedi meminta Panitia Pemilihan Wakil Bupati Bekasi yang merupakan lembaga bentukan DPRD Kabupaten Bekasi untuk mengurungkan niat melanjutkan pemilihan sebelum pimpinan pusat partai koalisi, baik itu Partai Golkar, PAN, NasDem, dan Hanura, bersepakat menentukan dua nama yang sama. Bila proses ini tetap dijalankan, menurut dia, tidak akan menerima hasil paripurna yang digelar DPRD Kabupaten Bekasi.
Ketua Panlih DPRD Kabupaten Bekasi Mustakim menyatakan telah melakukan penetapan terhadap dua nama, yakni Ahmad Marjuki dan Tuti Yasin sebagai Calon Wakil Bupati Bekasi periode sisa masa jabatan 2017—2022.
Ia bahkan mengklaim tahapan pemilihan yang dilakukan pihaknya sudah sesuai dengan aturan hingga menetapkan pemilihan akan dilakukan pada tanggal 18 Maret 2020.
"Sudah kami tetapkan dua nama calon tadi. Menurut kami semua sudah sesuai dengan prosedur," katanya.
Baca juga: DPP Golkar serahkan rekomendasi bakal calon wabup kepada Bupati Bekasi
Baca juga: Bupati Bekasi: Tak ada kendala jalankan pemerintahan tanpa wakil
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020