Sebanyak empat anak warga Kota Bogor meninggal dunia akibat penyakit demam berdarah dengue (DBD) pada periode Januari hingga Maret 2020.
"Empat warga Kota Bogor itu masih usia anak-anak dan sempat dibawa ke rumah sakit, tapi saat dibawa ke rumah sakit sudah dalam kondisi DSS (dengue shock syndrome)," kata Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, Sri Nowo Retno, di Kota Bogor, Selasa.
Menurut Retno, dari empat anak yang meninggal dunia, satu anak yakni warga Kelurahan Balumbangjaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor, meninggal dunia, pada Januari. Kemudian, satu anak, warga Kelurahan Harjasari Kecamatan Bogor Selatan meninggal dunia, pada Februari.
Kemudian, dua anak lainnya adalah warga Kelurahan Sempur Kecamatan Bogor tengah, meninggal dunia pada Maret.
Menurut Sri Nowo Retno, selama Januari hingga Maret, terjadi tren peningkatan kasus BDB, yakni sebanyak 43 kasus pada Januari, kemudian meningkat menjadi 66 kasus pada Februari, serta 11 kasus pada Maret hingga Selasa (10/3) hari ini.
Retno menjelaskan, pasien DBD itu memang tidak bisa langsung dipastikan DBD, pada hari pertama atau hari kedua.
"Gejala awal DBD mirip dengan gejala demam pada umumnya. Kalau deman tidak turun sampai hari kedua, biasanya Faskes (fasilitas kesehatan) akan merujuk pasien untuk cek darah di laboratorium," katanya.
Dari hasil cek darah di laboratorium, kata dia, akan diketahui berapa trombosit pasien yang demam. "Ini akan menjadi indikator, si pasien terkena DBD atau tidak," katanya.
Retno menambahkan, setelah cek laboratorium dan diketahui trombositnya menurun, harus dirawat di rumah sakit, dengan diberi cairan infus. "Pasien juga harus terus dipantau kondisinya, karena pada hari keempat biasanya masuk fase kritis, pasien dijaga agar tidak drop," katanya.
Kalau pasien sudah drop dan dalam kondisi "dengue shock syndrome" disertai pendarahan baru dibawa ke rumah sakit, itu yang membuat pasien sulit ditolong.
Pada kesempatan tersebut, Retno juga berpesan kepada warga Kota Bogor, untuk menjaga kebersihan lingkungan dan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dengan melakukan tiga hal yakni menguras bak, menutup tempat air, serta mengubur benda-benda yang bisa digenangi air.
"Karena siklus hidup nyamuk Aedes Aegepty penyebab DPD itu bertelur dan menjadi jentik di air bersih," katanya.
Baca juga: Ridwan Kamil: Berita kasus DBD kalah oleh Covid-19
Baca juga: 15 orang meninggal dunia akibat DBD di Provinsi Jabar
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Empat warga Kota Bogor itu masih usia anak-anak dan sempat dibawa ke rumah sakit, tapi saat dibawa ke rumah sakit sudah dalam kondisi DSS (dengue shock syndrome)," kata Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, Sri Nowo Retno, di Kota Bogor, Selasa.
Menurut Retno, dari empat anak yang meninggal dunia, satu anak yakni warga Kelurahan Balumbangjaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor, meninggal dunia, pada Januari. Kemudian, satu anak, warga Kelurahan Harjasari Kecamatan Bogor Selatan meninggal dunia, pada Februari.
Kemudian, dua anak lainnya adalah warga Kelurahan Sempur Kecamatan Bogor tengah, meninggal dunia pada Maret.
Menurut Sri Nowo Retno, selama Januari hingga Maret, terjadi tren peningkatan kasus BDB, yakni sebanyak 43 kasus pada Januari, kemudian meningkat menjadi 66 kasus pada Februari, serta 11 kasus pada Maret hingga Selasa (10/3) hari ini.
Retno menjelaskan, pasien DBD itu memang tidak bisa langsung dipastikan DBD, pada hari pertama atau hari kedua.
"Gejala awal DBD mirip dengan gejala demam pada umumnya. Kalau deman tidak turun sampai hari kedua, biasanya Faskes (fasilitas kesehatan) akan merujuk pasien untuk cek darah di laboratorium," katanya.
Dari hasil cek darah di laboratorium, kata dia, akan diketahui berapa trombosit pasien yang demam. "Ini akan menjadi indikator, si pasien terkena DBD atau tidak," katanya.
Retno menambahkan, setelah cek laboratorium dan diketahui trombositnya menurun, harus dirawat di rumah sakit, dengan diberi cairan infus. "Pasien juga harus terus dipantau kondisinya, karena pada hari keempat biasanya masuk fase kritis, pasien dijaga agar tidak drop," katanya.
Kalau pasien sudah drop dan dalam kondisi "dengue shock syndrome" disertai pendarahan baru dibawa ke rumah sakit, itu yang membuat pasien sulit ditolong.
Pada kesempatan tersebut, Retno juga berpesan kepada warga Kota Bogor, untuk menjaga kebersihan lingkungan dan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dengan melakukan tiga hal yakni menguras bak, menutup tempat air, serta mengubur benda-benda yang bisa digenangi air.
"Karena siklus hidup nyamuk Aedes Aegepty penyebab DPD itu bertelur dan menjadi jentik di air bersih," katanya.
Baca juga: Ridwan Kamil: Berita kasus DBD kalah oleh Covid-19
Baca juga: 15 orang meninggal dunia akibat DBD di Provinsi Jabar
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020