Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui unit kerja Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) menawarkan sebanyak tiga inovasi hasil riset yang dapat digunakan untuk mewujudkan program Citarum Harum terkait kegiatan sektor perikanan.
"Sebagai lembaga pusat unggulan iptek dengan fokus unggulan pemulihan sumber daya ikan, dengan ruang lingkup konservasi jenis, konservasi ekosistem, rehabilitasi habitat, restoking, dan introduksi. teknologi, BRPSDI terus berusaha mewujudkan Program Citarum Harum yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo," kata Kepala BRPSDI, Aulia Riza Farhan, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
Seperti diketahui, program Citarum Harum telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2018. Program ini mencakup percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan daerah aliran Sungai Citarum serta waduk kaskade Citarum (Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda).
Aulia memaparkan, solusi pertama yang ditawarkan adalah solusi jangka pendek guna mendukung kegiatan budidaya perikanan, yaitu teknologi keramba jaring apung (KJA) dengan sistem manajemen dengan resirkulasi dan tanaman, atau kerap disebut sebagai KJA Smart.
"KJA Smart merupakan teknologi untuk pencegahan dan pengendalian eutrofikasi dengan mengadopsi sistem akuaponik yang telah dimodifikasi sehingga dapat diterapkan di perairan terbuka waduk atau danau," katanya.
Sementara solusi kedua, lanjutnya, adalah teknologi eelway yang merupakan salah satu bentuk teknologi jalur ruaya ikan guna mempermudah ikan melewati konstruksi melintang sungai yang dibuat manusia.
Ia mengungkapkan, Eel sendiri merupakan bahasa lain dari ikan sidat. Ikan ini primadona perikanan budidaya Indonesia yang tengah menjadi perhatian dunia sejalan dengan menurunnya produksi benih sidat dunia.
Salah satu penyebabnya adalah pembangunan dam di beberapa ruas sungai habitat sidat menghambat ruaya sidat. Teknologi eelway diharapkan jadi jawaban persoalan tersebut.
"Perlu ada kepastian kelangsungan hidup dari spesies ini untuk generasi mendatang. Teknologi rekayasa habitat yang dapat digunakan untuk merekayasa jalur ruaya sidat dari hilir ke hulu sungai untuk melewati bangunan melintang tersebut adalah dengan membuat eelway, salah satu bentuk fishway yang diperuntukan khusus untuk ikan sidat," tutur Peneliti Utama BRPSDI, Didik Wahyu Hendro Tjahjo.
Solusi ketiga yang merupakan solusi jangka panjang yakni Culture Based Fisheries (CBF), yaitu teknologi pemacuan stok yang bertujuan meningkatkan/memacu rekruitmen alami satu atau beberapa jenis ikan dari kelompok planktivora-herbivora yang dihasilkan dari panti perbenihan, untuk ditebar di suatu badan air.
Ikan-ikan itu, ujar dia, tumbuh dengan memanfaatkan makanan alami sehingga produksinya meningkat mendekati daya dukung perairan/alaminya.
"Ini dapat dikelola oleh sekelompok masyarakat dengan pendampingan dan dikembangkan melalui sistem insentif. Dengan demikian, CBF dapat menjadi program alih profesi bagi pekerja dan pemilik KJA yang terkena dampak penertiban," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, saat ini status air Citarum naik satu tingkat dari cemar berat menjadi cemar sedang. Ditargetkan, tahun depan perairan Citarum menjadi cemar ringan, hingga akhirnya menjadi kualitas air yang dapat memberikan kehidupan yang baik di tahun 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Sebagai lembaga pusat unggulan iptek dengan fokus unggulan pemulihan sumber daya ikan, dengan ruang lingkup konservasi jenis, konservasi ekosistem, rehabilitasi habitat, restoking, dan introduksi. teknologi, BRPSDI terus berusaha mewujudkan Program Citarum Harum yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo," kata Kepala BRPSDI, Aulia Riza Farhan, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
Seperti diketahui, program Citarum Harum telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2018. Program ini mencakup percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan daerah aliran Sungai Citarum serta waduk kaskade Citarum (Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda).
Aulia memaparkan, solusi pertama yang ditawarkan adalah solusi jangka pendek guna mendukung kegiatan budidaya perikanan, yaitu teknologi keramba jaring apung (KJA) dengan sistem manajemen dengan resirkulasi dan tanaman, atau kerap disebut sebagai KJA Smart.
"KJA Smart merupakan teknologi untuk pencegahan dan pengendalian eutrofikasi dengan mengadopsi sistem akuaponik yang telah dimodifikasi sehingga dapat diterapkan di perairan terbuka waduk atau danau," katanya.
Sementara solusi kedua, lanjutnya, adalah teknologi eelway yang merupakan salah satu bentuk teknologi jalur ruaya ikan guna mempermudah ikan melewati konstruksi melintang sungai yang dibuat manusia.
Ia mengungkapkan, Eel sendiri merupakan bahasa lain dari ikan sidat. Ikan ini primadona perikanan budidaya Indonesia yang tengah menjadi perhatian dunia sejalan dengan menurunnya produksi benih sidat dunia.
Salah satu penyebabnya adalah pembangunan dam di beberapa ruas sungai habitat sidat menghambat ruaya sidat. Teknologi eelway diharapkan jadi jawaban persoalan tersebut.
"Perlu ada kepastian kelangsungan hidup dari spesies ini untuk generasi mendatang. Teknologi rekayasa habitat yang dapat digunakan untuk merekayasa jalur ruaya sidat dari hilir ke hulu sungai untuk melewati bangunan melintang tersebut adalah dengan membuat eelway, salah satu bentuk fishway yang diperuntukan khusus untuk ikan sidat," tutur Peneliti Utama BRPSDI, Didik Wahyu Hendro Tjahjo.
Solusi ketiga yang merupakan solusi jangka panjang yakni Culture Based Fisheries (CBF), yaitu teknologi pemacuan stok yang bertujuan meningkatkan/memacu rekruitmen alami satu atau beberapa jenis ikan dari kelompok planktivora-herbivora yang dihasilkan dari panti perbenihan, untuk ditebar di suatu badan air.
Ikan-ikan itu, ujar dia, tumbuh dengan memanfaatkan makanan alami sehingga produksinya meningkat mendekati daya dukung perairan/alaminya.
"Ini dapat dikelola oleh sekelompok masyarakat dengan pendampingan dan dikembangkan melalui sistem insentif. Dengan demikian, CBF dapat menjadi program alih profesi bagi pekerja dan pemilik KJA yang terkena dampak penertiban," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, saat ini status air Citarum naik satu tingkat dari cemar berat menjadi cemar sedang. Ditargetkan, tahun depan perairan Citarum menjadi cemar ringan, hingga akhirnya menjadi kualitas air yang dapat memberikan kehidupan yang baik di tahun 2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020